Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Terkuncinya Gerak Liar Habieb Rizieq dan Panggung Akbar bagi Islam Nusantara

3 Maret 2017   22:08 Diperbarui: 6 Maret 2017   04:02 10149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al-Saud (kiri tengah) bersiap berfoto bersama seusai bertemu sejumlah pimpinan lembaga dan tokoh Islam Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (2/3/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Rosa Panggabean)

Puan Maharani selfie dengan ibunda Megawati Soekarnoputri, Raja Arab Saudi Salman bin Abdulazis al-Saud dan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Kamis (3/2/2017) (Agus Suparto/Fotografer Kepresidenan)
Puan Maharani selfie dengan ibunda Megawati Soekarnoputri, Raja Arab Saudi Salman bin Abdulazis al-Saud dan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Kamis (3/2/2017) (Agus Suparto/Fotografer Kepresidenan)
Ketiga; pun dalam pertemuannya dengan tokoh-tokoh Islam, presiden Jokowi menjadi host. Pertemuan pun berlangsung di istana Merdeka. Jelas, ini pengaman berlapis untuk melindungi arena aman. Undangan juga terbatas. Lebih banyak hadir tokoh-tokoh Islam moderat, seperti NU dan Muhammadiah. Presiden Jokowi tentu tidak mau ambil resiko orang-orang macam Rizeq CS muncul di forum pertemuan, lalu memonopoli pembicaraan dan banyak menghabiskan waktu berharganya Sri baginda, hanya dengan ujaran-ujaran provokatif diselingi takbir, takbir, takbir menggetarkan (seperti biasanya).  Bila terjadi, tentu akan “mengotori” citra baik raja Salman dan Presiden Jokowi yang memiliki semangat sama menghadirkan citra Islam sejati yaitu Rahmatan Lil alamin di panggung dunia.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al-Saud (kiri tengah) bersiap berfoto bersama seusai bertemu sejumlah pimpinan lembaga dan tokoh Islam Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (2/3/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Rosa Panggabean)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al-Saud (kiri tengah) bersiap berfoto bersama seusai bertemu sejumlah pimpinan lembaga dan tokoh Islam Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (2/3/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Rosa Panggabean)
Keempat; peluang lain masih bisa diharapkan Riziek, misalnya pertemuan dengan lintas iman. Namun, panggung demikian jauh dari visi Habieb Riziek dkk.  “Jenis ke-Islam-annya” tidak memungkinkan Rizieq duduk bersama orang lain yang dianggapnya kafir. Tentu, dia tidak mau disebut munafik. Lain dari pada itu, pertemuan yang dinyatakan tertutup dan dihadiri oleh 28 tokoh lintas iman itupun “dikawal” oleh Presiden Joko Widodo. Ini kunci pengaman lainnya.

Kelima; masih ada satu kartu yang bisa dimainkan Rizieq, yaitu memanfaatkan waktu liburan  sang Raja dan rombongan selama di Bali.  Itu bisa saja. Tetapi, apakah dengan adanya masalah FPI lewat jubirnya Munarman dalam kasus menghinaan Pecalang ruang itu cukup terbuka? Menurut kabar “burung beo,” telah ada deal Riziek bertemu Sri baginda di Bali, tetapi disepakati tanpa pantauan media. Kalau demikian, tentu tidak bisa diverifikasi. Dan, saya tidak mau bersikap sok tahu untuk menistakan burung beo, namun bukankah ada sebab hakiki mengapa disebut beo?

Dengan demikian, jelas bahwa panggung FPI dan aliran Islam radikal di Indonesia, yang selalu menunjukkan “sikap paling benar” sehingga dengan mudahnya melabeli orang lain (bahkan sesama Muslim yang berbeda perspektif dengan mereka),  sebagai kafir, murtad, munafik, dan ungkapan sejenis lainnya, makin sempit. Harapan mendapatkan suntikan “obat kuat” dari Raja Salman agar lebih “macho” hadapi kasus penistaan Islam oleh Ahok serta menggoyang bahtera politik NKRI dibawah kendali nakoda cerdas macam Presiden Jokowi, seakan pupus.  Dengan benderang masyarakat menyaksikan, betapa akrab dan ramahnya baginda Raja Salman diperkenalkan oleh Presiden Jokowi kepada Ahok, musuh nomor wahid-nya Rizieq cs.  Ahok dan baginda pun bersalaman akrab. Rizieq sendiri sehari sebelumnya di persidangan kasus Ahok (28/2/2017) pantang bersalaman dengan orang yang dianggapnya kafir dan penista Islam itu.  Apa yang akan dikatakanya kepada baginda raja Salman yang tidak ragu bersalaman dengan Ahok?

Dukungan raja Salman kepada Islam moderat di Indonesia,  seperti terdokumentasikan  sebagai salahsatu kesepakatan bersama, dipertegas dengan tekat bersama kedua negara mengatasi terorisme  dan Islam garis keras makin memperkuat gembok yang mengkandangkan gerakan Riziek CS. Pandangan massa muslim Indonesia yang beberapa hari ini  fokus terarah ke pentas nasional menyaksikan “tarian indah Presiden Joko Widodo dan baginda raja Salman” menjadi sadar betapa indahnya kedamaian, keramah-tamahan, dan semangat saling melayani.  Bukan sikap menyebar permusuhan, memaksakan kehendak, dan sok benar sendiri.  

“Maklumat” kedua pimpinan negara di atas, dengan jelas memberi “ruang monopoli” bagi Islam Nusantara, yang berciri moderat dengan semangat menghadirkan Islam yang lil alamin. Lewat baginda raja Salman, panggung dunia seakan-akan “membuka jalan utama” bagi Islam Nusantara, yang sangat berpotensi menghadirkan sebuah “arus utama” Islam berwajah damai di panggung dunia. Ditengah-tengah maraknya konflik dan kekacauan dunia yang ditimbulkan oleh Islam radikal, semangat Islam Nusantara menghadirkan wajah Islam yang “memanusiakan manusia,” tanpa mendiskriminasi laksana oase besar di tengah gurun toleransi yang kering.  Gerakan Islam garis keras telah sukses menyebar virus teror memaksa Eropa dan Amerika berpikir ulang tentang globalisasi, demokrasi, HAM dan semangat keterbukaan yang telah dikampanyekan dan didiktekannya bertahun-tahun kepada negara-negara lain. Secara mencengangkan, mereka berbalik menutup rapat pintu masuk ke nagaranya.

Di sinilah terbuka peluang besar bagi Islam Nusantara menawarkan “dakwah berwajah damainya” ke panggung dunia yang telah dilanda stres tingkat dewa dan berlumuran darah. Bagaikan dokter ahli dan ramah yang hadir tepat waktu membawa obat penawar. Sebuah kesempatan emas untuk menempatkan Indonesia (melalui Islam Nusntara) di arus utama percaturan dunia, menyusul nampak mulai memudarnya pengaruh Amerika dan negara-negara Eropa.  Mengapa tidak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun