Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Jakarta, Sepotong Mimpi Indah di Ujung Malam?

14 Februari 2017   23:36 Diperbarui: 15 Februari 2017   08:33 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jakarta has been named the most gridlocked city on the planet. Photograph: Alamy

Saya menulis ini sebagai catatan sederhana tentang Jakarta. Bukan kampanye. Saya hanya ingin mencurhatkan kekhawatiran, tetapi juga ingin merawat impian tentang Jakarta.

Jakarta! Sejak awal 1990-an saya mulai kenal kota metropolitan ini. Setelah itu, setiap tahun saya setidaknya 2-3 kali berkunjung. Karena itu, ikut merasakan macetnya, banjirnya, kesamrawutan lalulintasnya, kotor dan baunya sungai-sungai yang penuh sampah hingga airnya bewarna hitam kental. Seperti lalulintas yang macet, air sungainya juga macet. Polusi menjadi catatan buruk parmanen sebagai satu diantara kota-kota dengan tingkat polusi tertinggi dunia.  Kejahatan marak dan menjadi pemandangan sehari-hari masyarakat. Bahkan saya juga pernah mengalami kecopetan. Para preman lebih berkuasa daripada aparat. Itulah gambaran pekat Jakarta, dibalik kegemerlapan dan godaan hidup sukses yang menjanjikan.

Tahun demi tahun berganti. Pemilu demi pemilu, pilkada-demi pilkada.  Perubahan pemerintahan negara, juga gubernur DKI  selalu lancar mengedar musim. Di setiap musim pemilihan gubernur para kandidat lincah mengail pemilih dengan mengumpan mimpi dan khayal. Rakyat terhipnotis oleh penampilan gagah yang dipoles, citra bersih tubuh rawatan salon kecantikan, dan kefasihan verbal hasil arahan para profesional ternama. Tidak hanya itu. Para kandidat berlomba-lomba mengubar kebaikan dadakan, bertingkah layak dermawan membagi-bagi fulus demi menggaet suara.  Karakter bejat mereka ditularkan, seolah-olah harga diri masyarakat hanyalah sebesar uang receh yang dibungkus niat berbagi. Padahal mereka sedang menebar virus ganas pembunuh karakter dan menghancur moral bangsa.

Waktu dan musim pilkada terus bergulir. Hingga, menurut perkiraan saya, setidaknya lima tahun terakhir sejak pak Jokowi dan kemudian diteruskan wakilnya Ahok menjadi Gubernur. Citra Jakarta seperti tergambarkan di atas perlahan tapi nyata terlihat mulai berubah. Akar-akar masalah ditelisik, lalu solusi pemungkas didisain, mengajukan sejumlah proyek prioritas yang langsung menabrak masalah, seakan mengamputasi kangker ganas penyakit kronis menahun kota Jakarta. Langkah-langkah awal tetapi mendasar itu tentu saja tidak segera terasakan.

Jakarta has been named the most gridlocked city on the planet. Photograph: Alamy
Jakarta has been named the most gridlocked city on the planet. Photograph: Alamy
Barulah dua tahun terakhir mulai terlihat hasil. Perlahan namun makin pasti. Bagaikan raksasa tidur mulai menggeliat bangkit, demikianlah ibukota negara berpenduduk hampir 300 juta ini berbenah wajah. Pesonanya  mulai merebak, keindahannya menebar wangi.  

Banjir yang biasanya jadi bencana rutin tahunan, menenggelamkan rumah-rumah, merampas kenyamanan penghuni ibukota, bahkan mengakibatkan pengungsi masif, kini tinggal kenangan masa lalu. Pemandangan kotor kumuh dan tempat tumpukan sampah tak terolah, kini berubah  menjadi taman-taman kota tertata indah dengan penampakan bersih, nyaman, aman, dan artistik. Masyarakat mendapatkan obyek-obyek  rekreasi baru, ruang publik untuk bercanda ria, berdiskusi, berselfie hingga mengail inspirasi dan mengadu kasih.


Air-air sungai mengalir deras. Memang belum semuanya bersih jernih. Tetapi telah mengalir dan jadi tempat bermain dan rekreasi anak-anak. Bahkan sebagian sudah mulai bisa dilayari. Pasukan oranye menjadi pahlawan pembersih yang selalu sigap tidak membiarkan lagi sampah-sampah mengotori.

Kota Jakarta bagaikan sedang berlari kencang mengejar ketertinggalan dari kota-kota besar dunia lainnya. Bahkan, terkesan sangat kencang sehingga menggetarkan kota-kota maju lainnya. Jakarta seperti cindirela yang menemukan pasangan sepatunya di tangan pangeran. Anak tiri terlantar yang dipilih sang pangeran baik hati.

Membayangkan, sebuah kota yang dialiri 13 sungai, yang semuanya mengalir deras dan jernih. Transportasi darat dan sungai saling silang dan menghiasi wajah ibukota. Kota mana di dunia ini yang memiliki demikian banyak sungai multi fungsi? Bayangkanlah Anda sedang duduk nyaman di atas LRT (kereta bergerbong tiga yang meluncur tenang diatas rel “gantung”), sambil memandangi lalu lalang perahu-perahu nelayan dan transportasi sungai yang ramai lancar di bawah sana. Juga lalulalang MRT (mass rapid transit) yang meluncur “menusuk” permukaan tanah, atau saling silang “melayang” di udara Jakarta,  akan  ikut menyuguhkan pemandangan elok ibukota. Sekali lagi, kota mana di dunia yang akan menandingi kemolekan Jakarta?


Di ujung utara, sebuah pusat bisnis berdiri. Ia membentuk kota baru yang  megah dan futuristik. Menjadi ikon baru kembanggaan Jakarta. Juga kebanggan rakyat Indonesia. Disebut “proyek garuda” yang sekaligus berfungsi sebagai tanggul raksasa (giant sea wall) pengaman abrasi pantai, yang selama bertahun-tahun terus menurunkan permukaan tanah sehingga sangat berpotensi meneggelamkan Jakarta.  

15 Februari 2017 merupakan hari mendebarkan. Meski bukan warga DKI, jantung saya berdetak tak karuan. Perasaan was-was mendera. Nasib Jakarta ditentukan. Para pemilih di Pilkada DKI memegang peran sentral dan amat penting menentukan, apakah Jakarta yang indah, modern dan beradab seperti yang terlihat mulai terbentuk saat ini akan terus berwujud nyata?  Atau  kita akan terbangun di ujung malam mendapati sebuah kenyataan mimpi indah, lalu kembali terlempar ke alam sadar mendapati Jakarta masa lalu yang kotor,  kumuh, macet dan dilanda banjir?


Wahai penduduk DKI, Andalah yang menentukan masa depan Jakarta.  Berikanlah pilihan mu dengan bebas, sesuai hati nurani. Tetapi sebagai warga negara yang juga berhak merasa memiliki Jakarta, saya menitipkan harapan, semoga Anda memilih untuk memastikan impian indah Jakarta  benar-benar jadi nyata. Menjelma menjadi kota modern sejajar kota-kota metropolitan dunia lainnya. Agar menjadi kebanggaan kita semua.  Semoga!

Jayalah Jakarta, jayalah Indonesia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun