Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Duet Maut Amien Rais-Din Syamsuddin Menggoyang Kapolri dan Presiden?

25 November 2016   23:19 Diperbarui: 4 April 2017   17:31 109832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya, apakah duet maut Din Syamsuddin-Amien Rais yang mengawal fatwa MUI akan sukses menggoyang Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian yang berdiri teguh menegakkan “fatwa” Pancasila dan konstitusi’45? Bukankah MUI tak layak disetarakan dengan NKRI, apalagi seolah-olah ditempatkan lebih tinggi oleh Amien Rais dkk? Ini dua pertanyaan yang tidak sulit dijawab.

Sudah pasti negara tidak boleh kalah dari kelompok penekan. Apa yang dianggap sebagai kesalahan Ahok sudah diproses secara hukum negara. Penanganan kasus oleh aparat sejauh ini jelas profesional dan transparan. Di tahap penyelidikan kedua pihak (penuntut atau pelapor dan terlapor) menyatakan diri puas. Dengan demikian, negara sudah memberi keadilan kepada kelompok primordial yang merasa dirugikan. Tetapi, tidak berarti negara dipaksa mengikuti kemauan penuntut. Tidak ada alasan bagi negara untuk mengalah, betapapun kuatnya tekanan  kelompok yang memperjuangkan kepentingan primordial mereka. 

Mengalah akan menjadi modal untuk menuntut yang lebih lagi, dan lagi, hingga negara sepenuhnya didikte oleh kelompok massa. Ingat, awalnya mereka menuntut Ahok minta maaf. Setelah minta maaf, mereka menuntut diproses hukum. Sementara proses berlangsung, mereka menuntut ditangkap, bahkan sempat keluar tunututan Jokowi harus bertemu para pendemo, lalu ancaman melengserkan Presiden. Jadi, unjuk kekuatan dengan massa besar bisa berpotensi diperalat sebagai teror untuk memaksa negara menerima apa pun yang dituntut.  Bahayanya, bila negara menuruti berarti secara de facto negara telah diambil alih oleh kerumunan.  

Di bawah pemerintahan Jokowi-JK, negara terlihat mulai bangkit dan menjadi sebuah kekuatan nyata. Pembangunan berjalan di berbagai pelosok tanah air, hukum mulai bertaji, korupsi mengalami tekanan, perekonomian mulai menggeliat, rakyat makin percaya pada kinerja pemerintah, dan citra positif lainnya mulai terlihat. Indonesia laksana raksasa tidur yang mulai bangkit. Progres yang baik ini jangan sampai mundur lagi lantaran tekanan kelompok-kelompok anarkis yang memaksakan kehendak di luar jalur sehingga melemahkan negara. 

Negara kuat mengandalkan ideologinya sebagai pijakan dan pusat orientasi, menegakkan konstitusi sebagai landasan dan sumber hukum, dan memastikan hukum sebagai panglima bekerja bagi kepentingan semua warga tanpa diskriminasi dan tanpa diintervensi kekuatan non negara.  Konsolidasi politik Presiden Joko Widodo mensinergikan kekuatan potensil negara pendukung empat pilar yaitu NKRI, Pancasila, UUD’45 dan Bhineka Tunggal Ika kiranya cukup sebagai modal untuk menghadapi kekuatan non negara maupun kekuatan laten yang mengancam kehidupan bernegara. Saatnya negara berdiri tegak dan menyudahi semua gerakan intoleran, pemaksaan kehendak, anti kebhinekaan, dan sejenisnya. Rakyat pasti memberi dukungan penuh bagi pemerintahan Jokowi-JK, bagi Polri dan TNI serta komponen bangsa lainnya untuk menyelamatkan bangsa dari berbagai ancaman. Tegaklah NKRI!  

Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun