Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pelajaran dan Catatan Kritis Terkait Unjuk Rasa 411

5 November 2016   23:52 Diperbarui: 6 November 2016   00:04 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KAWAL FATWA MUI: Massa FMCI Kaltim gelar aksi damai di kantor Gubernur Kaltim, Jumat (4/11). (SUmber foto: http://www.korankaltim.com/seribu-massa-fmci-serbu-kantor-gubernur/)

Unjuk rasa 411 (UR-411) telah berakhir sesuai harapan: relatif damai dan tidak anarkis. Meski di ujungnya terjadi insiden yang hampir menyulut kericuhan akibat kenekadan sejumlah demosntran menyerang polisi dan memaksa masuk ke istana, demonstrasi ini mencatatkan sejumlah hal penting yang patut dijadikan pembelajaran dan evaluasi kritis.

Pertama; unjuk rasa dari kelompok Islam dibawah koordinasi Imam Besar Front Pembel Islam (FPI) Habib Rizieq dengan didukung sejumlah politisi dan faksi Islam garis keras ini  bisa dicatat sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah aksi massa di Indonesia. Ini mungkin bukan hanya unjuk  rasa melainkan unjuk kekuatan. Dengan melibatkan sekitar 100-an ribu orang (belum ada perkiraan angka resmi) yang datang dari berbagai daerah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Makasar, Medan, dan sebagainya jumlah ini menjadi fenomenal. Meski tidak mencapai 500 ribu sebagaimana ditargetkan sebelumnya, jumlah yang sukses “memutihkan” ibukota Jakarta ini menorehkan sepenggal cerita dalam sejarah kehidupan bernegara.

Kedua; UR-411 mengangkat nama Habieb Riziek (HR) dari sebelumnya sebagai “pemain lokal” (yang gagal me-nasional karena ditolak di sejumlah daerah antara lain di Purwakarta Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan lainnuya) menjadi tokoh. Suksesnya unjuk kekuatan ini menaikkan pamor dan pangkat Panglima Tinggi FPI ini dari sekadar “pemain lokal” menjadi tokoh nasional yang tidak bisa lagi dipandang sebelah mata.

Kemampuannya mendatangkan massa dari berbagai daerah dengan jumlah yang massif memberi bukti yang tak terbantahkan. Bukan hanya itu, ia pun membuktikan kharisma dan kekuatan kepemimpinannya dengan mampu mengorganisir massa sedemikian besar dengan tetap menertibkan mereka hingga akhir. Setidaknya, apa yang sebelumnya dikhawatirkan sejumlah kalangan akan menimbulkan kerusuhan menjadi tidak terbukti.

Ketiga; UR-411 menyingkap sisi lain dari mantan presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang lewat berbagai komentar dan konverensi persnya sehari sebelum demonstrasi dianggap menimbulkan kontroversi. Bahkan, oleh sejumlah pengamat dipersepsikan beraroma provokasi.  Maka, di mata publik lewat peristiwa UR-411 ini pamor SBY turun dari sebelumnya sebagai tokoh berkharisma menjadi pemain lapangan.

Amien Rais, Fadli Zon, Fahri Hamzah dan tokoh politik lainnya yang ikut turun dan berpartisipasi aktif dengan sendirinya menempatkan diri  juga sebagai pemain lapangan atau pion yang berada dibawah permainan dan kharisma Habieb Rizieq.  Membayangkan seandainya aksi ini berakhir sebagai revolusi damai yang menempatkan Rizieq sebagai pemimpin negara Khalifah, tentu Amien Rais dkk mendapatkan posisi istimewa dalam pemerintahannya.

Keempat, aparat kepolisian dan TNI bekerja profesional dan menunjukkan kinerja luar biasa. Mereka mampu menggunakan pendekatan humanis yang tidak mengambil jarak melainkan membaur bersama demontsran, tetapi tetap tegas berdiri di atas kepentingan negara. Tidak mudah mengawal massa sedemikian banyak, dan memastikannya berjalan tertib dan bubar sesuai rencana.

Gerakan massa sedemikian sangat mudah menghasilkan chaos, apalagi sudah ada sinyalemen ditunggangi berbagai kepentingan baik yang jangka pendek maupun jangka panjang. Baik yang manifest (nampak dan terang-terangan) maupun yang laten (menjadi agenda tersembunyi). UR-411 juga membuktikan bahwa TNI dan Kepolisian sangat kompak dan dapat bersinergi untuk menciptakan ketertiban, keamanan dan stabilitas. Sungguh patut dibanggakan!

Kelima; terjadinya pelanggaran menjelang akhir demonstrasi harus menjadi evaluasi kritis dan perhatian antispatif di masa depan. Adanya sejumlah ungkapan orasi yang bernuansa memancing anarki, seperti “turunkan Ahok, turunkan Jokowi, kuasai gedung MPR, revolusi damai” dan sejenisnya jelas menodai jargonnya yang diniatkan sebagai demonstrasi damai. Aroma revolusi dan upaya perebutan kekuasaan sedikit terendus, seperti juga pernah disinyalir oleh Mendagri Tjahyo Kumolo menjelang demonstrasi 4 November 2016 www.cnnindonesia.com.

Untuk itu, penanggungjawab unjuk rasa, koordinator lapangan, termasuk para tokoh dan politisi yang aktif berpartisipasi didalamnya perlu dimintai keterangan. Termasuk juga aparat kepolisian dan  tentara yang menangani demonstrasi. Perlu evaluasi bersama semua elemen yang terlibat, baik sebagai demonstran maupun petugas untuk mengidentifikasi “titik-titik kritis” yang terjadi selama dan sesudah demonstrasi. 

Evaluasi bersama juga diperlukan untuk penegasan kembali aturan-aturan demonstarsi sebagaimana yang diijinkan oleh undang-undang, serta kesepakatan-kesepakatan pelaksanaan demonstrasi yang tidak boleh diabaikan. Tujuannya agar pihak pendemo paham akibat dari pelanggaran bila terjadi, serta tugas dan tindakan standar polisi dan tentara seperti diperintahkan undang-undang. Dengan demikian, rencana unjuk rasa oleh pihak yang sama di masa depan perlu dipikirkan lebih hati-hati dan perlu langkah antisipatif agar tidak terulang lagi. 

Keenam; UR-411 juga menjadi semacam “simulasi” bagi aparat keamanan (kepolisian maupun tentara) dan intelejen untuk memetakan faksi-faksi yang ada dalam masyarakat, juga di kalangan politisi, berkaitan dengan potensi-potensi penyusupan ideologi maupun motif-motif yang berpotensi mengancam kedaulatan negara dan ideologi Pancasila.  Tentu juga, kepentingan-kepentingan politik jangka pendek yang menghalalkan cara demi tujuan kekuasaan.  Siapa yang menunggangi aksi, apa motif laten maupun manifes dari aksi, termasuk target sesungguhnya dari unjuk rasa dan unjuk kekuatan ini.

Ketujuh; kebenaran partikular primordial tidak bisa dipaksakan menjadi kebenaran negara. Negara memiliki standar hukum yang tidak bisa diintervensi dengan cara apa pun. Proses dan tahapan penangan kasus pelecehan agama yang dituduhkan pada Gubernur Petahana, Basuki Tjahja Purnama berjalan sesuai standar hukum negara, tanpa intervensi dari pihak mana pun, baik Presiden (seperti yang dituduhkan Habieb Rizieq) sebagai kepala Eksekutif dan Kepala Negara, maupun oleh tekanan-tekanan massa.

Kedelapan; pendemo mengusung tema “Mengawal Fatwa MUI,” menimbulkan pertanyaan dan evaluasi kritis. Apa kapasitas dan kewenangan MUI sehingga ‘fatwanya’ dibandingkan dengan hukum negara? Bahkan terkesan diperlakukan seolah-olah lebih tinggi dari hukum negara? FPI dan pendukungnya terkesan menempatkan MUI sebagai pemegang kekuasaan yang kewibawaanya melampaui negara sehingga “produk hukumnya” dipaksakan kepada negara. 

Bukankah ini dapat menimbulkan kesan adanya upaya delegitimasi kedaulatan negara melalui simbol-simbol kekuasaan yang merepresentasikannya?  Hal ini seharusnya menjadi bahan kajian dan evaluasi kritis bagi Kemendagri, Kementerian Hukum dan Ham, Menko Polhukam, juga Kepolisian.

Demikian pembelajaran dan catatan kritis saya terkait UR-411, semoga dapat menjadi pembelajaran dan evaluasi dalam menjalani kehidupan bersama sebagai bangsa Indonesia, dengan ideologi Pancasila sebagai Dasar dan UUD’45 sebagai konstitusi negara. 

Salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun