Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kalkulasi Kekuatan Potensil Ahok-Djarot dan Peluangnya di Pilkada DKI 2017

26 September 2016   10:41 Diperbarui: 26 September 2016   10:55 1541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
3 pasangan calon gubernur DKI Jakarta selfie di RSAL Mintohardjo. (Kininews/IG) Sumber: http://regional.kini.co.id/2016/09/24/2053/tiga-paslon-cagub-cawagub-kompak-selfi-menjelang-tes-kesehatan Follow Twitter @KiniOnline dan FB http://fb.com/KiniOnline

Seperti diketahui, konstetasi Pilkada DKI 2017 akan diikuiti tiga pasangan calon (paslon), yaitu petahana Ahok-Djarot, Anies-Sandy, dan Agus-Sylvi. Meski pun harus diakui ketiga paslon memiliki keunggulan masing-masing, saya berpendapat bahwa Ahok-Djarot memiliki potensi kekuatan dan dukungan yang lebih besar.

Potensi kekuatan Ahok-Djarot terstruktur mulai dari lapisan (level) atas hingga akar rumput. Di lapisan atas empat parpol bermain untuk Ahok-Djarot, di aras tengah Teman Ahok, kemungkinan besar ditambah Projo dan relawan Jokowi lainnya, dan diaras bawah para pemilih militan ideologis PDIP dan 1 jutaan pengumpul KTP untuk Ahok waktu masih rencana independen. Ini sebuah modal luar biasa dan kekuatan yang sulit dikalahkan. Kita coba kaji satu per satu!

Partai Pendukung

Seperti diketahui empat partai pendukung paslon Ahok-Djarot adalah PDIP, Golkar, Nasedm dan Hanura. Perolehan suara dan penguasan kursi di DPRD sebagai berikut: PDIP 1.231. 843 (28 kursi), Golkar 376.221 (9 kursi),  dan Hanura 357.006 (10 kursi), dan NasDem 206.117 (5 kursi). Total 52 dari 106 kursi atau 49%.  Sedangkan total jumlah pemilih 2014 adalah 2.171.187. Jelas jumlah ini bukanlah jumlah yang sedikit. Benar bahwa pergeseran pemilih selalu ada, namun ada dua catatan penting perlu dipertimbangkan pula. Pertama; pemilih PDIP dan pendukung Megawati Soekarnoputri biasanya merupakan pendukung fanatik, meski tentu tidak semuanya. Namun, tetaplah modal yang dapat diandalkan. Kedua; keempat partai berideologi nasionalis. Biasanya para pemilih partai nasionalis hanya bergeser dari satu partai nasionalis ke partai nasionalis lainnya. Dengan bergabungnya empat partai nasionalis ini, memungkinkan massa pemilih hanya bergeser diantara mereka. Mungkin saja ada yang pindah ke Gerindra dan Demokrat, tetapi diimbangi pula kemungkinan pemilih kedua partai itu yang bergeser juga ke empat partai pendukung Ahok-Djarot. Sesuatu yang lumrah terjadi.

Atas dasar perhitungan tersebut, bermodalkan setidaknya 25% dari jumlah pemilih di Pilkada 2017 (yang diperkirakan 6,7-7 juta) nanti jelas bukanlah jumlah yang sedikit.

Teman Ahok

Tentu yang dimaksud di sini bukan hanya kumpulan anak-anak muda militan dan energik yang menamai diri sebagai Teman Ahok dan telah berhasil mengumpulkan lebih dari 1 juta KTP untuk mendukung Ahok. Melainkan juga para pendukung yang telah menyetorkan KTP itu. Ditambah pula dengan “Teman Djarot” yang sempat dibentuk pula. Mungkin saja, sebagian diantara mereka sudah terhitung pada poin pertama di atas, yaitu “sebagai pemilih partai pendukung.” Tetapi, pasti ada pula yang belum termasuk kategori di atas. Dengan demikian, dari Teman Ahok juga ada tambahan sejumlah pemilih fanatik. Diandaikan saja 10% dari pengumpul KTP, maka setidaknya terdapat 100.000 suara tambahan untuk pendukung Ahok-Djarot.

Tetapi sesungguhnya tidak hanya sampai di situ. Dari 1 jutaan yang telah mengumpulkan KTP itu berpotensi ikut bergerak mencari dukungan, artinya ikut berkampanye bagi Ahok-Djarot. Jadi bisa dibayangkan efeknya. Lalu, bayangkanlah pula kalau posko-posko TA yang sudah fenomenal dan dikenal sampai masyarakat bawah ikut bergerak memobilisasi dukungan.  Sementara paslon lain masih butuh waktu dan dana untuk membangun “posko dan merekrut relawan, Ahok-Djarot sudah miliki dan tinggal diaktifkan dan bergerak serentak. Dengan demikian, paslon ini telah beberapa langkah berada di depan paslon lainnya.

Pendukung Joko Widodo

Sejak Joko Widodo maju sebagai Gubernur DKI 2012 berpasangan dengan Basuki Tjahja Purnama (Ahok) drama politik di negara ini dimasuki “pemain baru” yang menamakan diri kelompok relawan. Kelompok ini terbukti bekerja sangat efektif, lincah bermain di semua aras, bahkan juga memiliki kemampuan dalam manajemen kampanye, disain isu, dan sejenisnya. Para relawan inilah yang telah berperan memenangkan Jokowi-Ahok di Pilkada DKI 2012, juga berkontribusi besar dalam memenangkan Jokowi-JK dalam Pemilihan Presdien (Pilpres) 2014.

Meski pun tidak pantas mengharapkan dukungan Presiden Joko Widodo (sebab beliau presiden untuk seluruh rakyat Indonesia), nampak dalam sejumlah kebijakan dan juga faktor keanggotaan partainya yaitu PDIP, dapat diperkirakan paslon Ahok-Djarot mendapat dukungan dari relawan pendukung Jokowi. Bisa saja dukungan itu tidak formal. Para relawan ini terorganisir dalam sejumlah kelompok, misalnya BARA JP, PROJO, Jokowi Mania, Aliansi Masyarakat Sipil untk Indonesia Hebat (Almisbat), dsb. Mungkin saja tidak semuanya, pun ada yang sudah terhitung dalam kategori pertama dan kedua di atas. Namun, tentu masih ada yang bisa masuk dalam kategori “Pendukung Joko Widodo” sehingga menambah stok dukungan ke Ahok-Djarot.

Maka, secara garis besar dari sisi dukungan, saya perkirakan Ahok-Djarot memiliki modal lebih dibanding kedua paslon lainnya. Apalagi mereka bukanlah pendukung pasif, melainkan telah terlatih bekerja sebagai relawan yang ikut memobilisasi dukungan bagi Ahok-Djarot.

Penguasaan Materi dan Program

Tidak hanya potensi dukungan pemilih seperti diperlihatkan di atas. Potensi lain yang dimiliki Ahok-Djarot adalah pengalaman dan “penguasaan medan.” Laksana lapangan balap, ketiga paslon berlomba di sirkuit yang setiap hari digunakan Ahok-Djarot.

Paslon Anies-Uno memiliki wawasan global yang tak diragukan. Juga keahlian dan keterampilan terkait bidang mereka, yaitu pendidikan dan enterpreneurship. Demikian pula, pasangan Agus-Sylvi mengandalkan pengalaman dan penguasaan manajemen birokrasi yang dimiliki Sylvi. Agus tentu terkait strategi keamanan, administrasi publik dan hal-hal teoretik lainnya. Namun, kedua paslon ini tidak menguasai seluk-beluk birokrasi pemerintahan sampai mendetail. Bahkan, juga bagaimana menghadapi DPRD yang kerap menunjukkan intrik-intrik yang terkesan mengganggu.

Berbeda dengan Ahok-Djarot yang sudah makan asam garam kehidupan birokrasi.  Dengan pengalaman puluhan tahun sejak menjabat bupati (di daerah masing-masing), lalu beberapa tahun sebagai Wagub dan Gubenrnur, belum lagi Ahok yang sudah pernah menjadi anggot DPRD maupun DPR-RI, paslon ini memiliki keunggulan yang tak tersaingi.  

Belum lagi, bukti-bukti hasil kerja mereka yang mudah ditunjukkan, baik dalam bentuk program fisik maupun non fisik, akan menjadi “bahan kampanye” yang mudah meyakinkan masyarakat. Artinya, Ahok-Djarot akan berkampanye dengan bukti-bukti kerja, serta peta pengembangan dan penyempurnaan dari yang sudah dan sedang berjalan, sementara paslon lain masih dengan janji dan rencana. Secerdas dan secanggih apa pun sebuah rencana dan janji, tidaklah lebih meyakinkan dari hasil kerja yang sudah terlihat.

Faktor Penentu Lain

Kenyataan bahwa kedua paslon lain, yaitu Anies-Uno dan Agus-Sylvi juga termasuk nasionalis, dan meski didukung campuran parpol Nasionalis-Islam namun leader-nya partai nasionalis, yaitu Demokrat dan Gerindra, didukung faktor ketokohan SBY dan Prabowo, maka persaingan diperkirakan berlangsung sportif dan edukatif. Juga, harus diakui kedua paslon lain diuntungkan oleh pemilih Muslim fanatik pendukung PKS, PPP, PAN dan PKB. Namun, kampanye-kampanye yang “terlalu Islami” tidak akan diumbar secara berlebihan sehingga persaingan sehat diharapkan lebih terkondisikan.

Maka, faktor lain yang benar-benar akan menentukan adalah  blunder dalam komunikasi politik dan tema-tema kampanye. Kesalahan sedikit saja akan menjadi titik masuk untuk diserang oleh pihak lawan, media massa, maupun para pendukung. Massa pemilih saat ini sudah sangat kritis, sehingga komunikasi yang tidak cerdas akan berpotensi menjatuhkan “pamor” dari paslon. Ambil contoh, kampanye negatif, sara, dan kampanye hitam.

Penutup

Meski pun secara potensil Ahok-Djarot memiliki keunggulan, kompetisi memenangkan pilkada DKI tidak akan mudah. Sudah bisa dipastikan dalam putaran kedua, dengan mengandaikan Ahok-Djarot lolos, paslon ini akan menghadapi gabungan pendukung dari dua paslon lain. Di sini, kemampuan meramu program-progran inovatif dan strategi kampanye yang cerdas akan sangat menentukan.

Potensi-potensi yang ada harus dapat dimaksimalkan. Khusus untuk para relawan tetap bekerja dibawah koordinasi tim sukses supaya mencegah terjadinya benturan-benturan yang dapat mengarah pada situasi kontraproduktif. Sementara para pemilih pemula yang diperkirakan 13-15% merupakan “segmen  gurih” yang akan ramai diperebutkan ketiga paslon. Rancangan program dan gaya kampanye sepsifik dan menarik kiranya dapat memikat para pendatang baru ini. Di sini pun, proyek-proyek taman kota, tempat rekreasi, beasiswa, lapangan kerja dan sejenisnya yang telah dikerjakan oleh Ahok-Djarot tentu akan bermanfaat sebagai pemikat.

Maka, dengan berbagai alasan di atas saya berani menyimpulkan bahawa Ahok-Djarot memiliki peluang lebih besar memenangkan Pilkada DKI 2017 dibanding paslon lainnya. Di luar itu, kita semua berharap Pilkada Serentak 2017, termasuk di DKI berlangsung sportif, aman, dan penuh edukasi. Bagaimana pun, yang lebih penting adalah membangun negara, khususnya ibukota, bukan sekadar menang kalah.

Salam kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun