Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tuan dan Nyonya DPR, Jangan Biarkan Negara Ini Dipimpin Para Penjahat!

1 September 2016   11:05 Diperbarui: 1 September 2016   16:56 2734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman (kiri) berbincang dengan Ketua KPU Juri Ardiantoro (kedua kanan), Komisioner KPU Ida Budianti (ketiga kanan) dan Arief Budiman (kedua kiri) serta Dirjen Otda Kemendagri Soni Sumarsono (kanan) saat rapat dengar pendapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (26/8). Rapat tersebut membahas Peraturan KPU (PKPU)./© Akbar Nugroho Gumay /ANTARA FOTO

Lalu, siapa yang diuntungkan?  Dengan membolehkan para “pesakitan hukuman percobaan” mengikuti Pilkada, pihak-pihak yang diuntungkan adalah:

Pertama; sudah jelas mereka yang telah dan akan ditetapkan sebagai pesakitan ketika penjaringan calon dan konstetasi dilakukan. Peluang ini akan dimanfaatkan untuk “membersihkan diri” dengan berbagai cara, sehingga memberi alasan mencalonkan diri dan menciptakan peluang terbesar untuk terpilih menjadi kepala daerah. Dengan kekuasaan di tangannya, ia punya kesempatan dan kuasa lebih besar untuk membersihkan diri dengan cara-cara manipulatif.

Kedua; mereka yang rekam jejaknya tidak bersih. Masih berakrobat merampok sana-sini, narkoba sini sana, dan kejahatan lainnya, hanya belum tercium aparat hukum dan KPK.  Pasal ini merupakan kabar baik bagi mereka, yang dirayakan dengan memperolok-olok negara karena berhasil dipecundangi oleh mereka dan konco-konco. Dengan akumulasi modal yang besar dari hasil kejahatan, mereka membangun pabrik salon pencitraan canggih untuk memoles dan membersihkan diri agar bisa meraih jabatan publik.  Jabatan publik adalah target ideal bagi mereka, sebab selain bisa bersembunyi aman di balik kursi kekuasaan, juga meneruskan kejahatannya dengan memanfaatkan infrasturktur jabatan yang melekat padanya.

Ketiga; keuntungan bagi mereka yang baru mau belajar berbuat jahat. Yaitu, mereka yang langsung atau pun tidak, dikaderkan oleh kelompok pertama dan kedua di atas, maupun yang belajar mandiri menjadi penjahat. Para pemula ini akan makin bersemangat “menuntaskan” pembelajarannya dan segera mempraketkannya dengan bergairah. Sebab, para senior telah menciptakan berbagai terobosan yang memberi prospek dan peluang. Sasaran tertinggi adalah mengumpulkan modal untuk selanjutnya meraih kekuasaan. Ini pilihan yang wajib sebagai cara untuk mengamankan “posisi dan bisnis” jangka panjang mereka sebagai “komuntas penjahat negara.” 

Harus ada strategi terintegrasi untuk menghentikan “persengkokolan jahat” menguasai negara. Bagaimana pun, kita masih banyak berharap pada DPR sebagai lembaga terhormat. Tentu dengan dukungan penuh berbagai elemen perangkat hukum maupun “perangkat” masyarakat. Lembaga terhormat perlu diisi oleh orang-orang terhormat. Status terhormat itu nampak dari sikap, tindak, kearifan dan keberpihakan pada kepentingan negara lewat pikiran dan keputusan-keputusan politiknya. Tidak serta merta seorang menjadi terhormat lantaran bekerja di lembaga terhormat. Sifat dan perilaku yang jahat justru mengotori kehormatan lembaga. Karena itu, setiap anggota DPR  harus mematutkan dirinya dihormati lewat kinerjanya supaya ia pantas duduk di lembaga terhormat.

Tanpa itu, kita membiarkan negara ini terus dipimpin para penjahat. Masa depan macam apa yang bisa kita harapkan?  

Salam kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun