Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pak Jokowi, Tuntutan Langkah Gila BNN atasi Narkoba juga Butuh “Dukungan Gila”

5 Maret 2016   21:44 Diperbarui: 5 Maret 2016   22:28 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso dalam paparannya dihadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan pimpinan fraksi DPR di Gedung BNN, Cawang, Jakarta Timur, 4 Maret 2016. TEMPO/Dhemas Reviyanto"][/caption]

"Saya ingin agar ada langkah-langkah pemberantasan narkoba yang lebih gencar lagi, yang lebih berani lagi, yg lebih gila lagi, yg lebih komprehensif lagi dan dilakukan secara terpadu.”  Kutipan   pernyataan Presiden Joko Widodo dalam rapat tebatas Pemberantasan Narkoba 24 Febrauri 2016 (Sumber:   http://www.bnn.go.id/read/pressrelease/15317/enam-perintah-presiden-untuk-berantas-narkoba).

Seperti diketahui  pemerintah Indonesia menetapkan tiga jenis Kejahatan Luarbiasa (extraordinary crime), yaitu Korupsi, Narkoba, dan Terorisme. Untuk menanganinya, dibentk pula tiga organisasi khusus, yang pantasnya disebut organisasi luar biasa. Korupsi ditangani KPK (Komis Pembernatasan Korupsi), narkoba ditangani BNN (Badan Narkotika Nasional), dan terorisme ditangani BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme).

[caption caption="Sumber: beritaberita.web.id"]

[/caption]

Selama ini memang KPK yang terkesan popular, lantaran masyarakat melihat adanya serangan terbuka dari berbagai sudut yang hendak melumpuhkan, bahkan membunuh  KPK.  Korupsi memang kejahatan luar biasa, karena merampok uang rakyat untuk kepentingan diri dan kelompok. Rakyat hidup menderita, pembangunan terseok-seok, negara terlilit hutang, sementara para koruptor hidup mewah dan berfoya-foya.

[caption caption="Sejumlah tersangka saat dihadirkan saat rilis penangkapan bandar sabu dan ekstasi di BNN Cawang, Jakarta, (23/11). BNN mengamankan barang bukti 1kg sabu dan 141 ekstasi. (Liputan6.com/Yoppy Renato)"]

[/caption]

Namun, jangan lupa bahwa Narkoba dan Terorisme juga tidak kalah bahayanya.  Yang disebutkan pertama berpotensi menghabisi generasi masa depan, bahkan secara ekspansif memasuki wilayah yang lebih beragam di kalangan masayarakat. Mulai dari orang dewasa hingga anak-anak, pengangguran hingga pejabat tinggi, termasuk  para penegak hukum. Serangannya senyap, tidak menghebohkan, namun amat melumpuhkan. Sementara, yang disebutkan terakhir, yaitu terorsime lebih eksplosif,  berpotensi mengancam integrasi nasional, menimbulkan kegoncangan dan instabilitas, juga kekacauan dan ketakutan massal.

Dalam kunjungan pimpinan MPR ke kantor BNN, Jumat 4 Maret 2016 seperti dilansir  harian Kompas (5/3/16), Kepala BNN Komjen Budi Waseso memaparkan bahwa pengguna narkoba di Indonesia sudah melebihi 4 juta orang dan  tersebar di semua provinsi.  Sementara, setidaknya terdapat 60 jaringan narkoba, tarutama berasal dari Tiongkok, Nigeria dan Pakistan, dan negara lainnya yang menjadi penguasa perdagangan narkoba di Indonesia. Bayangkan, betapa repotnya menghadapi sedemikian banyak jaringan, yang kebanyakan terorganisir secara virtual, canggih dan tidak mudah terdeteksi.  

[caption caption="BNN Tangkap Oknum Polisi Bandar Narkoba Ilustrasi ekstasi (Antara)"]

[/caption]

Indonesia adalah “pasar potensil dan mewah”  bagi penjualan barang-barang haram itu.  Selain karena luas dan potensil (jumlah penduduk terbesar keempat di dunia), juga lilitan kemiskinan yang menggoda orang untuk meloloskan diri dengan berbagai cara. Indonesia juga menjadi ladang budidaya tanaman narkoba yang subur.  Dengan tanahnya yang subur, serta wilayah yang sangat luas sehingga tidak sepenuhnya dikuasai aparat, kultivikasi tanaman ini sangat menjanjikan.  Masih hangat di ingatan kita beberapa waktu lalu, berbagai media memberitakan ditemukannya ladang ganja seluas 54 Ha oleh Polda Aceh dan jajarannya. Sebelum-sebelumnya juga ditemukan ladang-ladang lainnya tersebar di Sumatera Utara dan Aceh.

Penyebaran Narkoba yang mengkhawatirkan ini telah berulang kali ditegaskan oleh Presiden Jokowi untuk ditangani serius.  Yang terakhir seperti kutipan di awal tulisan ini, "Saya ingin agar ada langkah-langkah pemberantasan narkoba yang lebih gencar lagi, yang lebih berani lagi, yg lebih gila lagi, yg lebih komprehensif lagi dan dilakukan secara terpadu.” Ini adalah perintah, komando dari pimpinan tertinggi Republik ini.   

[caption caption="Ladang Ganja Terbesar di Indonesia Ditemukan di Aceh 27 Februari 2016 (Sumber: http://metroterkini.com)"]

[/caption]

Namun, pak Jokowi perlu tahu bahwa “langkah-langkah gila”  juga membutuhkan dukungan infrastruktur, SDM  dan perlatan memadai. Langkah gila tanpa dukungan memadai merupakan kegilaan benaran. Itu tindakan bunuh diri!

Dalam kunjugan para Pimpinan MPR yang  dipimpin Zulkifli  Hasan tanggal  4 Maret 2016 ke di Kantor BNN, Cawang Jakarata Timur (harian Kompas, 5/3/16) Kepala BNN, Komjend Budi Waseso memaparkan lemahnya infrastruktur BNN yang tidak cukup menopang tugas-tugas beratnya menghadapi “kejahatan jahanam” Narkoba.  Menurutnya, dari segi SDM saat ini BNN hanya memiliki 4.600 petugas di seluruh Indonesia,  dibandingkan jumlah ideal 74.000 petugas.  Itu berarti yang ada hanya 6,2%.  Disamping itu, meski sebagai lembaga non departemen BNN berkedudukan langsung dibawah Presiden namun “luasan kewenangan” yang dimiliki BNN hanya sebataa  Ditjen,  Padahal, untuk menopang kinerja dan kecepatannya ia harus berkoordinasi dengan lembaga lain seperti Polri, TNI, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kominfo, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan lainnya yang secara sturkutral lebih tinggi kedudukannya.

[caption caption="Ilustrasi Penggerebekan oleh Densus 88 Antiteror (foto: Okezone)"]

[/caption]

Melihat luasnya wilayah Indonesia, serta posisinya yang berbatasan dengan belasan Negara, baik perbatasan laut maupun darat yang berpotensi sebagai persembunyian dan pintu masuk peyulundupan narkoba, BNN seharusnya diperkuat dan dibekali fasilitas memadai untuk itu. Belum lagi, kreatifitas penyelundup dan pengedar yang bertaraf internasional, sifat eskpansif yang menggila, rentannya pendapatan ekonomi  sebagian besar penduduk maupun godaan hidup mewah kaum muda dan remaja yang rentan menjadi sasaran empuk peredaran, memberikan gambaran betapa tidak berimbangnya fasilitas dan kewenangan BNN diabanding luas dan kompleksnya permasalahan yang dihadapi. Itulah sebabnya, tuntutan memperkuat BNN merupakan kebutuhan yang tidak boleh ditunda. 

Demikian pula, terorisme yang terus mengancam. Setelah pemboman di Thamrin bulan Januari 2016, yang diduga terkait dengan ISIS, terjadi lagi sejumlah bentrokan senjata antara aparat dengan kelompok teroris di Poso dan  Bima (NTB).  Lalu, penangkapan seorang teroris jaringan Santoso, pimpinan Mujahidin Indonesia Timur di Makasar.  Dalam tahun 2016 yang baru beranjak di bulan ketiga ini saja sudah terjadi sekali bom bunuh diri di Jakarta, dua kali bentrokan senjata Poso dan sekali di Bima, juga penggebrekan di Tegal (Jawa Tengah), juga di Bekasi.  Tidak heran kalau  25 Februari 2016  Kementerian Luar Negeri dan Perdagangannya,   disusul Pemerintah Amerika Serikat melayangkan peringatan travel advisory, agar para warganya yang berada di Jakarta, Bali dan Lombok, serta di Malaysia meningkatkan kewaspadaan mereka.  “Indikasi belakangan ini mengacukan adanya teroris dalam tahap bersiap melakukan serangan di Indonesia,” ungkap pernyataan Australia, dikutip Channel News Asia, Kamis (25/2/2016).  Meski pemerintah membantah dengan menjamin bahwa Indonesia tetap aman, namun sikap waspada tetap diperlukan karena sikap pemerintah Australia dan Amreika itu pasti beraalasan.

[caption caption="Aparat bersenjata berjaga di depan kamar jenazah Rumah Sakit Bhayangkara Palu, Sulawesi Tengah, pada 16 Januari 2016. Tim gabungan TNI/Polri kembali menembak mati seorang terduga teroris saat terjadi kontak senjata di Desa Taunca, Poso pada 15 Januari. Foto oleh Basri Marzuki/Antara"]

[/caption]

Dari kedua gejala di atas, kita tahu bahwa “Ancaman Narkoba” dan  “Ancaman Terorisme” beserta potensialitasnya, tidak kalah berbahaya dari Korupsi. Sudut serangan dan strateginya yang berbeda, namun sama-sama canggih dan mematikan kehidupan bersama sebagai bangsa. Maka, selain perhatian serius ke penguatan KPK, harus juga diberi perhatian yang sama kepada BNN dan BNPT.

Kalau tidak, mendudukan kejahatan Narkoba dan Terorisme sebagai Extraordinary Crime, samahalnya  dengan Korupsi,  serta tekad perlawanan terhadap pengedar Narkoba dan Terorisme hanyalah basa basi politik.  Sebab, tidak adil membekali seorang pemburu dengan pedang tumpul,  yang diperintahkan untuk mengejar komplotan penjahat kelas kakap bersenjata mesin otomatis.

Semoga kehadiran para pimpinan MPR-RI membawa perubahan, seperti dijanjikan ketua MPR,  Zulkifli Hasan dalam perkunjungannya seperti disebutkan di atas, yang tersirat dari pernyataannya  “Kewenangan BNN memang perlu ditingkatkan setara dengan KPK. Dengan menyetarakan BNN, kewenangan BNN akan lebih besar dan kuat!”   Kuatlah KPK, kuatlah BNN, kuatlah BNPT, Jayalah Indonesia!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun