Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pak Jokowi, Tuntutan Langkah Gila BNN atasi Narkoba juga Butuh “Dukungan Gila”

5 Maret 2016   21:44 Diperbarui: 5 Maret 2016   22:28 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ladang Ganja Terbesar di Indonesia Ditemukan di Aceh 27 Februari 2016 (Sumber: http://metroterkini.com)"]

[/caption]

Namun, pak Jokowi perlu tahu bahwa “langkah-langkah gila”  juga membutuhkan dukungan infrastruktur, SDM  dan perlatan memadai. Langkah gila tanpa dukungan memadai merupakan kegilaan benaran. Itu tindakan bunuh diri!

Dalam kunjugan para Pimpinan MPR yang  dipimpin Zulkifli  Hasan tanggal  4 Maret 2016 ke di Kantor BNN, Cawang Jakarata Timur (harian Kompas, 5/3/16) Kepala BNN, Komjend Budi Waseso memaparkan lemahnya infrastruktur BNN yang tidak cukup menopang tugas-tugas beratnya menghadapi “kejahatan jahanam” Narkoba.  Menurutnya, dari segi SDM saat ini BNN hanya memiliki 4.600 petugas di seluruh Indonesia,  dibandingkan jumlah ideal 74.000 petugas.  Itu berarti yang ada hanya 6,2%.  Disamping itu, meski sebagai lembaga non departemen BNN berkedudukan langsung dibawah Presiden namun “luasan kewenangan” yang dimiliki BNN hanya sebataa  Ditjen,  Padahal, untuk menopang kinerja dan kecepatannya ia harus berkoordinasi dengan lembaga lain seperti Polri, TNI, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kominfo, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan lainnya yang secara sturkutral lebih tinggi kedudukannya.

[caption caption="Ilustrasi Penggerebekan oleh Densus 88 Antiteror (foto: Okezone)"]

[/caption]

Melihat luasnya wilayah Indonesia, serta posisinya yang berbatasan dengan belasan Negara, baik perbatasan laut maupun darat yang berpotensi sebagai persembunyian dan pintu masuk peyulundupan narkoba, BNN seharusnya diperkuat dan dibekali fasilitas memadai untuk itu. Belum lagi, kreatifitas penyelundup dan pengedar yang bertaraf internasional, sifat eskpansif yang menggila, rentannya pendapatan ekonomi  sebagian besar penduduk maupun godaan hidup mewah kaum muda dan remaja yang rentan menjadi sasaran empuk peredaran, memberikan gambaran betapa tidak berimbangnya fasilitas dan kewenangan BNN diabanding luas dan kompleksnya permasalahan yang dihadapi. Itulah sebabnya, tuntutan memperkuat BNN merupakan kebutuhan yang tidak boleh ditunda. 

Demikian pula, terorisme yang terus mengancam. Setelah pemboman di Thamrin bulan Januari 2016, yang diduga terkait dengan ISIS, terjadi lagi sejumlah bentrokan senjata antara aparat dengan kelompok teroris di Poso dan  Bima (NTB).  Lalu, penangkapan seorang teroris jaringan Santoso, pimpinan Mujahidin Indonesia Timur di Makasar.  Dalam tahun 2016 yang baru beranjak di bulan ketiga ini saja sudah terjadi sekali bom bunuh diri di Jakarta, dua kali bentrokan senjata Poso dan sekali di Bima, juga penggebrekan di Tegal (Jawa Tengah), juga di Bekasi.  Tidak heran kalau  25 Februari 2016  Kementerian Luar Negeri dan Perdagangannya,   disusul Pemerintah Amerika Serikat melayangkan peringatan travel advisory, agar para warganya yang berada di Jakarta, Bali dan Lombok, serta di Malaysia meningkatkan kewaspadaan mereka.  “Indikasi belakangan ini mengacukan adanya teroris dalam tahap bersiap melakukan serangan di Indonesia,” ungkap pernyataan Australia, dikutip Channel News Asia, Kamis (25/2/2016).  Meski pemerintah membantah dengan menjamin bahwa Indonesia tetap aman, namun sikap waspada tetap diperlukan karena sikap pemerintah Australia dan Amreika itu pasti beraalasan.

[caption caption="Aparat bersenjata berjaga di depan kamar jenazah Rumah Sakit Bhayangkara Palu, Sulawesi Tengah, pada 16 Januari 2016. Tim gabungan TNI/Polri kembali menembak mati seorang terduga teroris saat terjadi kontak senjata di Desa Taunca, Poso pada 15 Januari. Foto oleh Basri Marzuki/Antara"]

[/caption]

Dari kedua gejala di atas, kita tahu bahwa “Ancaman Narkoba” dan  “Ancaman Terorisme” beserta potensialitasnya, tidak kalah berbahaya dari Korupsi. Sudut serangan dan strateginya yang berbeda, namun sama-sama canggih dan mematikan kehidupan bersama sebagai bangsa. Maka, selain perhatian serius ke penguatan KPK, harus juga diberi perhatian yang sama kepada BNN dan BNPT.

Kalau tidak, mendudukan kejahatan Narkoba dan Terorisme sebagai Extraordinary Crime, samahalnya  dengan Korupsi,  serta tekad perlawanan terhadap pengedar Narkoba dan Terorisme hanyalah basa basi politik.  Sebab, tidak adil membekali seorang pemburu dengan pedang tumpul,  yang diperintahkan untuk mengejar komplotan penjahat kelas kakap bersenjata mesin otomatis.

Semoga kehadiran para pimpinan MPR-RI membawa perubahan, seperti dijanjikan ketua MPR,  Zulkifli Hasan dalam perkunjungannya seperti disebutkan di atas, yang tersirat dari pernyataannya  “Kewenangan BNN memang perlu ditingkatkan setara dengan KPK. Dengan menyetarakan BNN, kewenangan BNN akan lebih besar dan kuat!”   Kuatlah KPK, kuatlah BNN, kuatlah BNPT, Jayalah Indonesia!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun