(Sumber: http://www.kompasiana.com/faisalbasri/soal-serial-sesat-pikir)
Ini memang ciri dari kesimpulan induktif. Basis relevansinya pada data dan fakta aktual yang sementara terjadi. Padahal fenomen sosial (ekonomi, politik, dsb) memiliki ciri mudah berubah. Maka, begitu basisnya berubah kesimpulan juga ikut tergusur, meleset/irelevan. Itulah sebabnya, kesimpulan induktif selalu bersifat “boleh jadi,” berbeda dengan penyimpulan deduktif yang konklusinya lebih pasti/kokoh. Artinya, FB menyadari adanya kelemahan dalam penyimpulan induktif.
Berikut coba kita runut jalur argumentasi dari salah satu tulisan FB berjudul “Sesat Pikir Pengelolaan Bandara” yang diterbitkan 27 Januari 2016, pukul 03:07. Dengan menjejerkan data pendukung, sejumlah proposi sebagai bahan dasar premis bisa diidentifikasi sebagai berikut:
Proposisi 1: Peranan pemerintah pusat sejatinya mendorong pertumbuhan angkutan udara antara lain dengan membangun dan mengembangkan bandara-bandara di Indonesia (Lihat Paragraf keempat, kalimat pertama).
Proposisi 2: BUMN adalah badan usaha negara yang membantu pemerintah untuk membangun dan mengembangkan bandara-bandara di Indonesia (Paragraf keempat, kalimat keempat). Formulasi premis ini bisa bervariasi, atau bisa ditambahkan “kerjasama dengan swasta,” dan sebagainya, sebagaimana disebutkan dalam narasi.
Proposisi 3: Pemerintah (dalam hal ini kementrian terkait, yaitu Menteri Perhubungan) tidak memberikan kewenangan kepada BUMN untuk mengelola sebagian bandara di Indonesia.
Proposisi 4: Pemerintah tidak percaya BUMN mengelola sebagian bandara, dan bersekikukuh ingin mengelola sendiri sebagain bandara itu (Lihat paragraf 5).
Kesimpulan/Konklusi: Pemerintah tidak menjalankan perannya, yaitu mengembangkan bandara dst (lihat premis 1)????!!
Inti kritik FB adalah pada sikap Menteri Perhubungan yang terkesan “tidak percaya BUMN lalu bersekukuh hendak mengelola sebagian bandara.” Bagi FB, seharusnya “Pemerintah pusat kembali ke tugas utamanya menjamin keselamatan penerbangan, membuat standar pelayanan bandara, mengembangkan sistem navigasi penerbangan udara, standar pelayanan perusahaan penerbangan, menyusun sistem transportasi nasional, dan perlindungan konsumen” (Lihat Paragraf 9)
[caption caption="Logical Fallazy"]
Lalu, apa hubungan antara fakta “pemerintah tidak percaya BUMN untuk mengelola sebagian bandara” atau “pemerintah bersikukuh mengelola sendiri bandara” dengan klaim/kesimpulan “sesat nalar pemerintah?” Runtutan dan susunan premis-premis di atas lebih mengarahkan kesimpulan (konklusi) lain dari yang dituduhkan. Penyusuran mengikuti jalur logika menibakan kita pada proposisi konklusi bahwa pemerintah tidak menjalankan peran sejatinya (berkaitan pengelolaan bandara), atau lebih tepatnya lagi, “pemerintah tidak melibatkan BUMN dalam pengelolaan sebagian bandara.” Tidak ditemukan premis (maupun data tersaji) yang mendukung kesimpulan sesat nalar. Yang kita temukan sesungguhnya adalah SESAT FUNGSI atau SESAT PERAN pemerintah (dengan asumsi, premis “Pemerintah bersekukuh mengelola sendiri bandara” adalah benar). Antara peran yang dirumuskan, misalnya sesuai regulasi yang ada (terkait pengelolaan bandara) dengan peran yang diragakan tidak sinkron. Ada kemelesatan atau ketidaksesuaian. Atau, antara peran yang diidealkan dari pemerintah (mungkin ideal menurut pandangan kepakaran FB) dengan yang dipraktekkan salah atau meleset. Bila di sini titik kesesatannya maka sudah jelas logika lurusnya adalah sesat fungsi dan atau sesat peran. Atau dalam ungkapan khas FB sendiri, “SALAH KELOLA” (Lihat tulisan FB dalam seri Sesat Pikir terbaru berjudul “Sesat Pikir Menteri Pertanian,” Pargraf 7, terbit 1 Februari 2016). Jadi, tidak terkait dengan jalur bernalar.