Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Cara Mudah Kalahkan Ahok, Bahkan Jokowi

28 Januari 2016   00:31 Diperbarui: 28 Januari 2016   15:52 5289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

5. Fokus pada upaya memajukan bangsa. Dengan kata lain, fokuslah pada disain program Anda. Buatlah sebuah program pemungkas, misalnya untuk mengatasi banjir Jakarta, mengatasi kemacetan, dan lainnya. Program yang harus bisa meyakinkan masyarakat akan lebih baik dari programnya Ahok. Prinsipnya, dalam mempersiapkan kampanye, fokus saja pada program-program unggulan itu, tunjukkan dengan bukti, data, maupun argumentasi bahwa program-program Anda akan lebih “manjur” membawa kemajuan.  Dalam debat pilpres, Jokowi-JK dianggap unggul karena mengajukan program-program berbau inovatof dan kreatif, seperti revolusi mental, poros maritim dunia, toll laut, pembangunan infrastruktur di seluruh pelosok negeri (jalan lintas Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Papua, dsb), ekonomi kreatif, dan sebagainya.

6. Tidak kasar tetapi baik dan tegas. Ahok kerap dikritik, bahkan diupayakan dijatuhkan oleh para haters dan lawan-lawan politiknya karena dianggap kasar. Jadi, calon pesaing Ahok haruslah lembut. Tetapi lebih dari itu, bukan masalah lembut dan santunnya. Yang terpenting adalah tegas dan tidak berkompromi dengan segala hal yang berbau “kejahatan” terhadap negara, bangsa dan masyarakat Indonesia.  Tidak ada kompromi terhadap koruptor, terhadap pelanggar UUD 45, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, dsb.

Dalam hal ini, sebagian masyarakat menganggap Ahok tegas, sebuah sikap yang memang sangat dibutuhkan dalam memimpin Jakarta. Untuk itulah,  sebagian anggota masyarakat rela melupakan kekasarannya, demi ketegasannya yang memang berbuah baik.  Persoalannya, di negeri ini banyak pemimpin yang terlihat santun, bahkan sangat kerap mengutip-ngutip ayat-ayat suci (religius), tetapi sayangnya kerap tidak dibarengi ketegasan, sikap adil, juga kinerja meyakinkan. Syukur-syukur  tidak korup.

7. Tidak membawa-bawa isu SARA. Pernah di suatu masa, isu SARA sangat efektif untuk menaik-turunkan pejabat. Namun, sebagian besar masyarakat Indonesia sudah matang. Perasaan nasionalisme jauh lebih kuat dan lebih merasuk. Kini, membawa-bawa isu SARA terlihat begitu kampungan dan kurang adab. Itu tidak berarti harus menyembunyikan identitas keagamaan atau SARA yang melekat pada diri. Bahkan, bisa saja seorang kandidat pejabat beragama secara kuat. Ulama pun bisa.  Tetapi, tidak menonjolkan identitas SARA secara berlebihan, apalagi dibarengi upaya melecehkan atau mendiskriminasi agama atau identitas SARA kandidat lain.

Dalam Pilgub, kita tahu banyak kampanye, selebaran, dan simbol-simbol liar lainnya yang mencoba menyerang, bahkan memanipulasi identitas SARA pasangan Jokowi-Ahok. Justru cara-cara ini makin melonjakkan eletabilitas  Jokowi-Ahok, sebaliknya merontokkan elektabilitas lawan. Masih hangat di ingatan kita, pada bulan September atau Oktober 2015, Adhiyaksa Dault yang telah mengumumkan niat akan maju sebagai kandidat Gubernur DKI, hanya gara-gara pembicaraannya yang dianggap terkait SARA langsung di-bully masyarakat.

Ungkapannya bukan menghina, hanya sedikit menyinggung SARA, sebagaimana klarifikasinya di media: "Saya kan bilang kalau Pak Ahok masuk Islam akan memudahkan langkah bapak menjadi gubernur ke depannya, tapi kan ternyata kalau tidak bisa, harus ada pembicaraan dengan tokoh-tokoh agama yang mayoritas Islam di Jakarta," paparnya. Beberapa waktu kemudian sekelompok orang yang menamakan diri “Eksponen Muda Lintas Agama” muncul dan mengkampanyekan dukungan kepada sang mantan Menpora di zaman presiden SBY itu. Nampaknya tidak ada pengaruh. Masyarakat sudah terlanjur memberikan penilaian mereka kepada integritas Dault.

8. Jadikan Pancasila, UUD, Bhineka Tunggal Ika sebagai panduan kepemimpinan. Sebuah jargon yang sangat tegas didengungkan oleh Jokowi-Ahok sejak kampanye Pilgub adalah, “kami lebih setia pada konstitusi daripada konstituen.” Ini baru negarawan sejati! Kepentingan negara lebih utama di atas segala kepentingan.  Ahok kerap mengatakan, “kalaupun saya harus mati, yang penting mati demi konstitusi, itu merupakan untung.”

Atas dasar itulah, Jokowi-Ahok tetap gigih mempertahankan lurah hasil lelang jabatan, Susan Jasmine Zulkifli yang ditolak masyarakat Lenteng Agung Jakarta karena alasan yang bernuansa SARA. Dalam pidatonya pada Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober 2013, dengan berapi-api Ahok menegaskan sikapnya. “Kami akan tetap pertahankan Lurah Susan. Kami tidak akan geser dia karena masalah SARA dan persaingan di dalam. Kita hidup di negara Pancasila. Pengangkatan dan pemberhentian kami pertimbangkan berdasarkan prestasi,” ujar Ahok. Lanjutnya lagi, “Pancasila tidak mungkin terkalahkan. Dari radikal kiri, mau radikal kanan itu sudah tidak mungkin. Jadi coba saja siapa yang pingin mengubah Pancasila pasti tumbang, pasti kalah.”

Atas dasar konstitusi pulalah, Ahok memperhatikan pembangunan masjid dan me-naik-haji-kan para penjaga Masjid, juga para lansia. Jokowi juga “membawa” pembangunan ke pelosok Timur Indonesia yang mayoritas non Muslim, seperti NTT dan  Papua.

Dengan delapan kriteria tersebut di atas, saya yakin Ahok maupun Jokowi akan mudah dikalahkan. Apalagi, mereka sendiri, sebagaimana karakter pemimpin sejati umumnya, yang juga saya yakini dimiliki  antara lain oleh ibu Risma, pak Ridwan Kamil, dan tokoh lainnya adalah tipe yang dengan sendirinya akan mengalah, bila mengetahui ada kandidat yang memang lebih baik dari mereka. Fokusnya adalah pada pencapaian kemajuan dan pembangunan yang lebih baik, bukan soal siapa yang memimpin!

Jadi, upaya “kompetitor” makin mudah sebab tipikal para pemimpin sejati tidak akan memberikan perlawanan kepada “calon pemimpin yang memang secara obyektif baik, terkualifikasi dan kompeten.” Karenanya, silahkan majukan kandidat yang sesuai kriteria di atas. Bila Anda memenuhi kondisi-kondisi di atas, mengapa tidak ikut bertarung juga??? Kata Ahok, “makin banyak kandidat, makin baik.” Dalam arti, proses untuk mendapatkan pemimpin terbaik dan berkualitas akan lebih terbuka. Monggo!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun