Mohon tunggu...
Semuel Leunufna
Semuel Leunufna Mohon Tunggu... Dosen - You Will Never Win if You Never Begin

Dosen Universitas Pattimura Ambon

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

I Saw Jimmy Cliff (Saya Melihat Jimmy Cliff) ... Plus Epilog

14 Desember 2022   21:51 Diperbarui: 14 Desember 2022   22:32 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Sumber: Many Rivers To Cross-Wikipedia

Tapi itu semua dulu, saat muncul kemarin di lokasi Jakarta Fair pada acara Java Jazz Festival, Jimmy Cliff bukan lagi pemuda tahun 60-an tetapi seorang lelaki berumur sekitar 70-an; kerangka wajahnya atau tonjolan tulang pipinya kelihatan bahkan dari depan panggung sekitar 5 meter dimana saya berdiri.  Meskipun begitu, Jemmy Cliff dengan sangat energetik, melompat-lompat membawakan lagu-lagunya yang mengembalikan kenangan pada sat-saat awal tahun 70-an.

Begitu tirai hitam pemisah antara panggung dengan wilayah penonton yang berdiri memenuhi sekitar setengah ruangan  besar dan gelap dibuka, Crew yang dibawa Jimmy sejumlah  sekitar sepuluh musisi telah berderet di latar belakang panggung mengenakan kaos merah, masing-masing bersiap dengan alat musik yang dimainkan; piano, drum, bongo, guitar melodi, bass, sexaphone, terompet serta seorang gadis muda mengenakan topi (kepolisian), penyanyi pendukung sekaligus penari yang kemudian menari dengan gerakan-gerakan yang khas dan sangat menarik.

Salah seorang crew kemudian mengundang Jimmy Cliff untuk tampil ke panggung, disambut sorak dan tepuk tangan penonton.  Lelaki berumur itu berlari kecil menuju mikrophone pada latar depan panggung dan langsung membuka pertemuan dengan "you can get it if you really want".  You can get it if you really want, you can get it if you really want, but you must try, try and try, try and try, you'l succeed at last, suatu nasehat yang sudah banyak dibukukan tapi tetap berlaku sampai kapanpun dan dimanapun; tanpa keinginan yang kuat, usaha, kerja keras dan kesabaran, akan sulit mendapatkan apa yang diinginkan.  Saya tidak dapat menahan diri untuk tidak ikut bernyanyi, meskipun hanya memperdengarkan suara keras pada bagian dimana kata-katanya saya ketahui dengan pasti. Sebagian besar penonton bahkan ikut bergoyang, tidak hanya bernyanyi.

Lagu-lagu lainnya kemudian mengikuti, disertai sambutan penonton yang antusias. Lagu Vietnam yang tadinya tidak saya ketahui, kemudian dipahami ketika Jimmy mengganti Vietnam dengan Afganistan. Tenyata Jimmy ingin mengarahkan perhatian dunia pada wilayah-wilayah yang dihancurkan oleh peperangan. Jimmy bahkan mengajak penonton memikirkan dan menambahkan lagi nama negara yang mengalami nasib yang sama.

Pada sekitar pertengahan waktu tampil, Jimmy berjalan keluar panggung seolah mengakhiri acara, namun penonton bersorak (dengan panduan salah seorang crew), 'we want more'... we want more..., membawa Jimmy kembali melanjutkan penampilannya. Saat yang menyentuh terjadi ketika Jimmy Cliff membawakan lagu Many Rivers to Cross.  Jimmy menarik nafas sebentar, berjalan menuju latar belakang panggung, meneguk sedikit aqua dari botol yang tersedia, sementara piano membawakan introduksi. Jimmy kemudian menuju mikrophone dan meneriakkan Many Rivers to Cross but i can't seem to find my way over... Suaranya tidak lagi sehalus dan setajam yang dulu, tapi irama itu membawa kembali masa-masa kecil dulu. Jadi ingat cerita seorang teman; lagu ini enaknya dinikmati dalam pesta dansa, ketika berpelukan/berdansa dengan wanita idaman dengan empat kaki hanya dibatasi oleh bingkai seukuran satu tegel pada lantai dansa.

"I can see clearly now" merupakan salah satu lagu mengakhiri perjumpaan dengan Jimmy Cliff. Suatu lagu yang membawa harapan; ketika hujan telah berhenti, matahari memancarkan sinarnya memunculkan pelangi diujung langit, kita dapat melihat semua hambatan yang merintangi jalan, pasti akan ada hari yang cerah bermandikan sinar surya.  Saya kembali ikut menyanyikan beberapa kalimat yang diketahui..i can see clearly now the rain is gone, i can see all the obstacles in my way, gone are the dark clouds that had me blind, it's gonna be a bright, bright sunshinny day.

Sebenarnya highlight of the evening (kegiatan puncak di sore/malam itu), sesuai rencana sebagaimana juga tertera dalam schedule hari pertama dari tiga hari Java Jazz Festival itu, adalah menyaksikan penampilan Johs Stone, penyanyi Inggris yang cantik itu.  Setelah menikmati penampilan luar biasa sejumlah musisi Indonesia dari yang muda hingga yang sudah melegenda;  Raisa, Malik and d' essential, Andien, Indra Lesmana dan putrinya Ava Celia serta Barry Likumahua, Acapella sejumlah artis muda membawakan lagu-lagu Utha Likumahuwa sebagai tribut kepada almarhum, hingga penampilan Dwikky darmawan dalam kolaborasi dengan beberapa musisi asal Jepang/Korea, saya akan menutupi seluruh rangkaian kegiatan menyaksikan Nn. Stone yang tampil sekitar jam satu tengah malam. Namun suatu salah pengertian telah membuat saya membatalkan mata acara terakhir. Meskipun agak kecewa, sama sekali tidak disesali, Jimmy Cliff telah manjadi highlight of the evening. Suatu senja dan malam yang tak terlupakan.

Epilog, Desember 2022.

Tahun ini tahun kesedihan besar bagi keluarga angkat saya, ibu saya Tente Syul Pelupessy/Nanlohy meninggal dunia pada usia 86 tahun, saudara lelaki saya Waldy, teman sekolah dasar yang mebawa saya kedalam keluaga angkat, serta Welly satu dari adik permpuan kembar kami yang dulu setiap pagi saya antarkan ke TK excelsior, meninggal dunia. Semua anggota keluarga kami telah pergi; Bapak Lex Pelupessy, Luci kakak tertua, Neles, Andre telah lebih dulu dan tidak sempat saya hadiri acara pemakamannya,  tertinggal adik bungsu kami, Ince yang bekerja di daerah lain.

Saya diberi kesempatan menyampaikan ucapan terima kasih, ketika Mama Yul meninggal dunia, saya mengerti ada perbedaan pendapat diantara keluarga besar keturunan Opa Emus Pelupessy dan Oma Panci Sahilatua terkait siapa yang berhak mewakili keluarga karena begitu eratnya pertalian darah keluarga. Tadinya saat meninggalnya adik kami Welly, saudara saya Waldy meminta menyampaikan ucapan terima kasih yang secara halus saya kembalikan ke Waldy karena merasa belum berhak selama Waldy masih ada, saat saudara kami Waldy meninggal saya ingin sekali menampaikannya dan merasa berhak namun harus membicarakan dengan adik kami satu-satunya yang tertinggal dan karena bukan bermarga Pelupessy saya harus merelakannya. Saya merasa agak berlebihan karena sebagai kakak seharusnya saya langsung mengambil alih sebagaimana banyak kali terjadi dalam keluarga kami.

Saya berdiri ditengah pintu rumah tua yang baru direnovasi, rumah ini dibangun bersamaan dengan kehadiran saya dalam keluarga sekitar tahun 70-an. Suatu pekerjaan besar saat itu yang diselesaikan Ayah kami. Kami menimbun berkubik tanah pada bagian belakang membuat lahan datar yang luas dari yang tadinya berupa alor (lahan curam). Mama Yul kemudian menggunakan lahan ini beternak itik, ayam, menanam pohon buah buahan (manga berbagai jenis, belimbing, dll.) dan tanaman hortikultura lainnya.  Tanah dipikul oleh para pekerja yang langsung dibayar Bpk. Lex dengan uang rupiah ratusan yang berwarna merah dan belum lama terbit. Masih teringat pekerja merasa senang dengan uang merah yang diterima.  Rumah ini direnovasi dengan dana dari adik kami Ince, beberapa saat sebelum Mama Yul meninggal,  Almarhumah masih sempat menempati kamar depan meskipun tidak  seluas aslinya.  Lahan untuk rumah seluas lebih kurang 25 kali 50 meter tidak dibeli tetapi diperoleh secara cuma-cuma karena persahabatan dengan tuan tanah bapak Paul Soselisa seorang pensiunan TNI.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun