Mohon tunggu...
Semuel Leunufna
Semuel Leunufna Mohon Tunggu... Dosen - You Will Never Win if You Never Begin

Dosen Universitas Pattimura Ambon

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Martha Christina Tiahahu dalam Cermin Awal Abad Ke- 21

17 Mei 2022   14:56 Diperbarui: 17 Mei 2022   15:15 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Dusun Pala Desa Hila Kaitetu. diunggah dengan ijin Lating J.

Semuel Leunufna*)

*) Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, Center for the Conservation of Maluku's Biodiversity (CCMB).

Pendahuluan

Hotel Mandarin yang di sudut bundaran Hotel Indonesia (HI), tepat bersebelahan dengan Kedutaan Besar Republik Federasi Jerman untuk Indonesia, beberapa waktu lalu (Tanggal 27 Januari, 2015) dikunjungi sejumlah besar masyarakat asal Maluku, termasuk yang telah lama berdomisili di Jakarta.  Tidak untuk menginap di Hotel, mereka diundang dalam suatu sarasehan, memberi arti pada peringatan 200 tahun (1800-2015) perjuangan Martha Christina  Tiahahu, Pahlawan Nasional asal Maluku, yang diselenggarakan oleh Archipelago Solidarity Foundation pimpinan Dipl. Oek. Engelina Pattiasina.

Empat pembicara asal Maluku yang didoninasi oleh Akademisi Universitas Pattimura Ambon dihadirkan dalam sarasehan ini, dipandu moderator, wartawan senior Kompas. Selain itu hadir pula beberapa nara sumber serta tamu kehormatan lain termasuk Raja Abubu dan Raja Leinitu Pulau Nusalaut, Deputi Bidang Politik, Sosial dan Hukum Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Ketua Lembaga Pelaksana Sarasehan (Archipelago Solidarity Foundation).

Presentasi sarasehan disusun dalam urutan pemaparan aspek sejarah yang dibawakan Dr. Sem Touwe, sejahrawan asal Universitas Pattimura, diikuti pemaparan kondisi kekinian kepulauan Maluku termasuk Pulau Nusalaut dan sekitarnya. Prof. Dr. M. J. Sapteno, MHum dari Fakultas Hukum Unpatti Ambon, Pembantu Rektor Bidang Administrasi Umum Universitas Pattimura, menyoroti masalah pendidikan di Maluku,  Gino V. Limon MSc., PhD. dari Fakultas Perikanan Universitas Pattimura, Direktur Marine Science Center of Excellence membahas kekayaan alam laut Maluku khususnya Pulau Nusalaut, dan Ir. William Syahbandar PhD., mantan Kepala Rekonstruksi Pasca Tsunami khusunya Pulau Nias, membicarakan beberapa hal terkait pembangunan Maluku dalam konteks pengembangan Poros Maritim Dunia, gagasan Presidan Republik Indonesia.

 Sekilas Martha Christina Tiahahu

Seorang gadis belia asal Desa Abubu Pulau Nusalaut, Kepulauan Maluku, dalam usia, sweet seventeenth, memasuki masa mongare ditahun 1816-1817, mestinya berada di pesisir pantai menikmati indahnya panorama bersama jojaro dan mongare lainnya dari pulau Nusalaut, atau mestinya berada di kedalaman laut, meliukkan tubuhnya yang indah, berenang diantara berjenis koral, rumput laut, lalamong, teripang, lola, mengejar ikan beraneka warna dan jenis, mengusik morea yang menjulurkan kepalanya dari balik koral, atau berada di hutan memanen cengkih, kelapa, sagu, ubi dan lainnya.   

Namun hal diatas bukan menjadi aktivitas gadis belia ini, sebabnya adalah darah kapitannya sedang mendidih akibat penjajahan yang dialami negrinya, bangsanya. Martha Christina Tiahahu memegang parang, disamping ayahnya Kapitan Paulus Tiahahu memberontak melawan penjajah Belanda, mendukung perjuangan Kapitan Pattimura, Thomas Matulessy, di Saparua (Arso, 2015).

Ketika ditangkap untuk pertama kalinya dan ayahnya dihukum tembak, Chrsitina Martha Tiahahu dibebaskan atas pertimbangan usia, mungkin dianggap hanya ikut-ikutan ayahnya, tanpa disadari penjajah bahwa yang dibebaskan adalah pemimpin perjuangan selanjutnya. Ditangkap penjajah untuk kedua kalinya, Martha Christina Tiahahu, dihukum kerja paksa menjadi budak di kebun kopi milik penjajah di tanah Jawa.

Dalam perjalanan dengan kapal, Martha Christina Tiahahu melalukan aksi mogok makan hingga meninggal dunia ditengah laut. Jenasah gadis belia itu dibuang ke kedalaman Laut Banda. Tentu dengan tembakan salvo dari atas kapal perang Eversten, sebagaimana seorang pahlawan sejati yang mendapatkan respek bahkan dari lawannya, para penjajah.

Demikian sekilas perjuangan Martha Christina Tiahahu, berjuang dengan semangat yang berkobar, dimotori rasa cinta pada tanah air dan negrinya, menggunakan senjata sederhana yang dimiliki, parang. Ketika tidak berdaya dalam penahanan dan upaya perbudakan, tetap melakukan perlawanan tanpa kekerasan yakni menolak mematuhi keinginan penjajah, menolak bekerja sama, mogok makan hingga mati. Bertahun-tahun kemudian muncul beberapa pahlawan dunia dengan bentuk perjuangan menyerupai apa yang dipraktekkan Martha Christina Tiahahu. Mahatma Gandhi (1869-1948) dengan perjuangan non-violence resistance atau civil disobidience, serta Abraham Lincoln (1809-1865) yang berjuang melawan perbudakan meskipun harus melalui perang saudara merupakan dua tokoh yang dapat dikemukakan (Arso, 2015)

Presentasi, Diskusi dan Rekomendasi 

Dalam bahasan ini penulis mensitir beberapa bagian pembicaraan narasumber, secara khusus yang berhubungan dengan bidang profesi dan keahlian penulis, pendidikan dan keanekaragaman hayati, selanjutnya bila dianggap perlu, penulis mengusulkan rekomendasi untuk dilaksanakan.

Mentri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Prof. Dr. Y. Yambise MA, menyatakan dukungan terhadap penyelenggaraan sarasehan meskipun tidak sempat menghadiri kegiatan dimaksud. Pesan Mentri secara singkat dibacakan Deputi Bidang Politik Sosial dan Hukum. Pesan serupa juga disampaikan dalam kesempatan audiensi dengan beliau. Dua hal yang dirasa penting untuk kemukakan adalah pertama, "jadikan event sarasehan ini sebagai suatu langkah awal menghimpun materi atau bahan bagi penulisan suatu buku tentang Martha Christina Tiahahu sebagai suatu cara meninggalkan legacy Martha Christina Tiahahu kepada generasi penerus".

Kedua, "jadikan ruang kantor departemen pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak sebagai venue pelaksanaan sarasehan berikutnya". Pesan kedua tentu suatu bentuk lain dukungan dan apresiasi terhadap nilai-nilai kepahlawanan yang di wariskan Martha Chrsitina Tiahahu, melalui pelaksanaan kegiatan berikutnya, yang perlu ditanggapi yayasan penyelenggara (ARSO).

Pesan pertama menurut kami membawa suatu muatan yang perlu ditanggapi secara serius. Menulis buku yang berkualitas tidak mudah karena memerlukan data-data yang original (asli) dan autentik (dari sumber yang terpercaya) terutama dalan keadaan ketersediaan literatur yang minim. Dengan demikian menurut kami, sarasehan perlu memberikan rekomendasi untuk dilakukan penelitian-penelitian dalam berbagai apek terkait Martha Christina Tiahahu agar nantinya menjadi bahan bahasan pada sarasehan berikutnya. Rekomendasi disampaikan kepada Arso untuk bekerja sama  dengan berbagai pihak terutama para sejarawan Universitas Pattimura.

Prof. Sapteno memulai dengan mengemukakan keprihatinan kurangnya apresiasi  terhadap nilai kepahlawanan yang ditampilkan tokoh Martha Christina Tiahahu. Menurut Prof. Sapteno nilai-nilai dimaksud perlu ditanamkan khususnya pada generasi muda bahkan melalui mimbar Geraja, Mesjid, Wihara dan lainnya. Meskipun demikian, perlu pula dicatat bahwa pelaksanaan sarasehan kali ini, yang merupakan sarasehan kedua terkait Marta Christina Tiahahu oleh yayasan Arso, menunjukkan semakin meningkatnya apresiasi terhadap perjuangan Martha Christina Tiahahu, terutama nantinya diikuti penulisan buku, serta usulan menjadikan wilayah Nusalaut sebagai situs warisan dunia (World Heritage), sebagaimana bahasan yang berkembang dalam sarasehan, melengkapi patung, kartu pos serta nama jalan yang sudah ada.  Tentu dalam konteks pendidikan, usulan Prof. Sapteno memiliki tempat tersendiri.

Terpuruknya pendidikan di Maluku yakni menduduki urutan ke-32 dari 34 Propinsi di Indonesia, menurut Prof. Sapteno, disebabkan faktor luar dan faktor dalam. Termasuk dalam factor luar adalah diskriminasi dalam politik anggaran terhadap Daerah Maluku oleh Pemerintah Pusat. Penganggaran yang relatif sedikit jumlahnya, tidak memungkinkan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu secara relatif terhadap wilayah lainnya di Indonesia.

Faktor penyebab dari dalam, menurut Prof. Sapteno, adalah budaya masyarakat Maluku yang saling menjatuhkan yang diibaratkan ketam/kepiting dalam keranjang.  Tidak satupun kepiting yang dapat mencapai puncak dan keluar dari keranjang disebabkan tarik-menarik diantara kaki-kaki kepiting satu dengan lainnya. Sayangnya pembahasan ini hanya berahir dengan himbauan tanpa menawarkan suatu solusi kongkrit.

Diantara solusi yang dapat dikemukakan, kami menawarkan mengadopsi konsep Mestakung (Semesta Mendukung) gagasan Prof. Yohanes Surya, pemrakarsa pembentukan Tim Olempiade Fisika Indonesia (TOFI). Mestakung mengajarkan menjadi pionir, mengambil inisiatif, melakukan secara sukarela dengan usaha yang sungguh-sungguh dan tekun. Semesta akan mendukung pada saatnya ketika permasalahan dihadapi. Kami mendengar pertama kali tentang prakarsa Prof. Yohanes Surya membentuk TOFI ketika sedang belajar pada University of Guelph, Ontario, Canada.

Saat itu beliau sementara menyelesaikan program Doktor. pada College of William and Marry, Virginia, USA, dan suatu saat pernah ikut menyelenggarakan suatu temu wicara mahasiswa Indonesia di Wisconsin, USA, dimana kami ikut menghadirinya. Dua hal yang penting untuk dikemukakan dalam upaya awal mengembangkan TOFI adalah pertama, pelatihan terhadap TOFI saat itu dilakukan beliau bersama beberapa rekan secara volunteer, tanpa dibayar apapun. 

Kedua, perekrutan anggota TOFI dilaksanakan secara objektif tanpa memandang latar belakang apapun. Buktinya seorang putra Indonesia bermarga Maluku (Mailoa) pernah meraih medali emas, bahkan dapat dikatakan  menjadi pemenang mutlak (absolut winner),  Olempiade Fisika Internasional, tahun, 2006. Selain itu George Saa asal Papua menjadi pemenang "First Step to Nobel Prize in Physics" Tahun 2004. Pada kenyataannya, Mestakung bahkan sudah dipraktekkan beberapa staf pengajar pada Universitas Pattimura diantaranya melalui prakarsa pembentukan laboratorium maupun pembentukan organisasi-organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat,  menghimpun potensi bagi pengembangan bidang kajian tertentu.

Gino V. Limon MSc. PhD., dalam presentasinya memaparkan kekayaan alam bawah laut pulau Nusalaut. Suatu keragaman biota yang luar biasa kaya, baik dalam warna maupun bentuk, terdeskripsi dalam jumlah spesies dan jenis-jenisnya. Data hasil penelitian Pusat Penelitian Laut Dalam, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Maluku ini sudah mampu menjadikan wilayah Nusalaut suatu situs warisan dunia (World Heritage) yang perlu di konservasi (dilestarikan) dan dikembangkan lebih lanjut sebagai objek wisata, misanya, bagi kepentingan masyarakat Maluku saat ini dan generasi mendatang.

Data sumberdaya alam dari Dr. Limon melengkapi data budaya yang ada termasuk gereja tua, patung Martha Christina Tiahahu, Benteng tempat eksekusi mati Kapitan Paulus Tiahahu, dan lainnya, mendukung gagasan Yayasan ARSO untuk menjadikan wilayah Nusalaut Situs Warisan Dunia. Untuk dapat diusulkan menjadi situs warisan dunia suatu wilayah harus memenuhi sedikitnya satu dari 10 kriteria cultural (bersifat budaya)  maupun natural (potensi alam) yang ditetapkan World Heritage Committee, UNESCO.

Menominasikan suatu situs sebagai suatu warisan dunia, memerlukan pengakuan atau pendaftaran pada daftar world heritage tiap negara peserta (negara negara yang ikut menandatangani World Heritage Convention). Daftar situs yang disusun tiap negara peserta merupakan daftar sementara (Tentative List) yang kemudian akan disampaikan ke World Heritage Centre untuk diperiksa kelengkapannya.

Tiap negara kemudian dapat menominasikan situs yang dikehendaki untuk menjadi World Heritage dan dievaluasi oleh suatu Badan Penasehat (Advisory Body) yang dimandatkan oleh World Heritage Convention. Setelah dievaluasi dan dinilai, World Heritage Committee akan memutuskan situs yang akan di enskripsi (dimasukkan) kedalam World Heritage List (http://whc.unesco.org/). Dalam konteks penetapan sebagai situs warisan dunia maka, sarasehan perlu merekomendasikan untuk di jajagi penyiapan dokumen dan pelaksanaan teknis penominasian situs Pulau Nusalaut hingga diakui/ditetapkan sebagai situs warisan dunia.

Dr. Limon lebih lanjut menjelaskan potensi biota laut tertentu khususnya di laut Maluku untuk dikembangkan sebagai bahan obat-obatan termasuk pengobatan HIV/AIDS. Penelitian biprospeksi ini sangat penting, tidak hanya di wilayah lautan (marine) tapi juga wilayah daratan (terrestrial), karena keberhasilannya akan memberikan masukan finansial yang besar khususnya bagi daerah.

Penelitian-penelitian bioprospeksi tidak mudah dilaksanakan tanpa adanya pengetahuan-pengetahuan lokal (indigenous knowledge) akan manfaat komponen biodiversitas tertentu. Seorang peneliti bukanlah magician yang, sekali melihat, langsung mengetahui potensi organisma tertentu, atau dengan penjelasan lain, untuk mengetahui suatu organisma tertentu bercun/berbisa, tidak perlu seorang peneliti disengat lebih dahulu, cukup dengan mendengar cerita atau mengamati perilaku masyarakat lokal.

Penemuan dan pengembangan Buah Merah (Pandanus conoideus Lum) sebagai obat berbagai penyakit termasuk HIV/AIDS, dimulai dari pengamatan penelitinya (Drs. I Made Budi, MSi) terhadap masyarakat Papua yang sesehari mengkonsumsi buah merah dan tidak pernah terserang penyakit, atau yang berjalan berhari-hari mendaki gunung, menuruni lembah dan tetap bersemangat, tidak mengeluh sakit karena selalu mengkonsumsi buah merah. Dalam konteks ini sarasehan perlu merekomendasikan untuk menjaga, melestarikan pengetahuan dan/atau kearifan lokal pulau Nusalaut dan sekitarnya, bekerja sama dengan Raja, Saniri Negri maupun Masyarakat adat.

Pustaka

Archipelago Solidarity Foundation -- ARSO (2015) Pejuang kemanusiaan dan Keadilan dari Nusahulawano, Maluku. Vidio Presentation.

 

Sekian

Ambon, 02 Februari, 2015

Penulis

Publikasi kedeu kali, Seminyak, Badung, Bali  16.05.2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun