Selanjutnya, si pejabat ganti bertanya kepada Khalifah Umar, bagaimana keadaan Sang Khalifah dan keluarganya. Sebelum menjawab, Khalifah Umar menyuruh pelayannya untuk mengganti lampu yang digunakan sebagai penerang ruangan, dengan lampu lain yang lebih kecil. Si pejabat daerah kebingungan terhadap permintaan dan sikap pemimpinnya itu, sambil mengerjakan perintahnya.
Khalifah Umar pun menjelaskan bahwasanya, lampu kecil yang digunakannya itu adalah miliknya sendiri, sedangkan lampu besar yang baru saja dimatikan adalah milik kerajaan atau negara. Pertanyaan yang diajukan oleh si pejabat itu tidak ada kaitannya dengan urusan kenegaraan, maka Umar mematikan lampu negara dan menggantinya dengan lampu miliknya sendiri.
Sebelum diangkat menjadi khalifah, kekayaannya beliau mencapai 40 ribu dinar. Karena 1 dinar setara dengan 4,25 gram emas, maka kekayaannya setara dengan 170 kg emas. Setelah wafat, kekayaannya justru berkurang sehingga hanya menjadi 400 dinar atau hanya setara 1,7 kg emas.
Sesampainya di kantor Jam 10.00
Mencari artikel tentang fasilitas Negara yang digunakan untuk kepentingan pribadi. Nemulah artikel tentang etika profesi, jika kita telaah kembali, kira-kira apa yang menyebabkan para penyelenggara negara tanpa rasa malu menggunakan fasilitas negara untuk keperluan pribadi? Kuncinya adalah kegagalan etika profesi. Khusus pegawai negeri, sudah ada PP Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
Salah satu artikel saya temukan, tentang larangan memakai fasilitas Negara untuk keperluan pribadi, mengutip Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin ditanya mengenai hukum memanfaatkan mobil dinas untuk kepentingan pribadi.
Jawaban beliau rahimahullah, “Memanfaatkan mobil dinas milik negara atau pun peralatan lain milik negara, semisal mesin foto kopi, printer, dan lain-lain untuk kepentingan pribadi adalah satu hal yang terlarang karena benda-benda tersebut diperuntukkan untuk kepentingan umum.
Jika ada seorang pegawai yang memanfaatkan barang-barang tersebut untuk kepentingan pribadi maka itu adalah kejahatan terhadap masyarakat. Benda atau peralatan itu, yang diperuntukkan bagi kaum muslimin dan merupakan milik seluruh kaum muslimin (baca: seluruh rakyat), terlarang untuk dimanfaatkan oleh siapa pun, untuk keperluan pribadinya.
Dalilnya adalah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang ghulul. Ghulul adalah tindakan seorang yang memanfaatkan sebagian harta rampasan perang yang masih menjadi milik umum (seluruh tentara yang ikut perang) untuk kepentingan pribadi.
Harapan Saya, seandainya ada pihak yang dekat dengan para pejabat lalu disampaikan tentang mana yang lebih pemakaian fasilitas Negara dan kewajiban akan menjalankan amanah jabatan, serta kepedulian akan orang lain / masyarakat, seperti yang disampaikan oleh Rasulullah shollalahu alihi wasallam, Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Tolonglah saudaramu, baik dia berbuat zholim atau dizholimi.” Ada seseorang yang bertanya, “Wahai Rasulullah, menolong orang yang dizholimi itu bisa kami lakukan. Lalu, bagaimana cara menolong orang yang berbuat zhalim?” Jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Cegahlah dia dari melakukan tindakan kezholiman. Itulah bentuk pertolongan terhadap orang yang zhalim.” (HR. Bukhari no. 6952)
Insyaa Allah, hidayah dan rahmat serta ampunan untuk para pemimpin bangsa ini, sehingga Amanah atas jabatannya dapat diemban dengan baik.
“Apakah saya memakai fasilitas kantor, untuk kepentingan pribadi, saat menulis artikel ini? Ya Rabb ampuni aku”