Mohon tunggu...
Semino Gelumbur
Semino Gelumbur Mohon Tunggu... Guru - Tutor ESL dan Pragmatik

Pemerhati Wacana Ideologi dan Pendidikano

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Belajar dari Buto Cakil

7 Juli 2020   11:43 Diperbarui: 7 Juli 2020   11:49 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Semino Gelumbur

Setiap saat Buto Cakil bertemu seorang kesatria, Cakil selalalu bertanya,

Hey ... Satria !! Siapa kamu, dari mana dan mau ke mana?

Pertanyaan Buto Cakil ini bukan basa basi, tapi super kritis dan dalam. Kok bisa? Begini.... ?

Pada level filosofis, pertanyaan SIAPA kamu itu bukan bertanya nama tetapi jatidiri manusia. Bagi orang Jawa, ini ajaran 'Sangkan parane dumadi'. 'Sangkan' itu asal, 'paran' itu tujuan, dan 'dumadi' itu maknanya menjalani hidup sejati. Dari Sang Pencipta kembali ke Sang Pencipta. Hidup itu cuma mampir ngopi. Ngopi yang baik dengan cara yang baik.

Dari perspektif kejiwaan, pertanyaan SIAPA kamu menuntut analisis. Jiwa manusia terdiri atas dua bagian jiwa. Yang pertama kesadaran, dan bagian yang kedua adalah bagian yang tidak dimengerti oleh kesadaran itu sendiri, dan ia disebut bawah-sadar (menurut Jung, Bapak Psikianalisis). Kesadaran melahirkan identitas diri (self-identity). Sementara jatidiri manusia yang sejati (true-self) dicapai ketika kesadaran, walau tidak mengerti, mengenali bawah sadar manusia. Pada makom seperti itu, manusia telah capai 'mandala' (manusia seutuhnya). Itulah 'true self'.

Bagaimana mengenali bawah sadar? Kesadaran tidak mengerti, namun ia bisa mengenali produk bawah-sadar, seperti intuisi (kesadaran tidak tahu dari mana, tiba tiba muncul), naluri yang memiliki otonomi dan sistem otomatis, firasat, dan gambaran visual (oleh indigo) atau mimpi. Ini pandangan Psikianalisis.

Analisis di atas, menurutku, kok cocok dengan pandangan orang Jawa. Bagi orang Jawa, sepertinya mereka menamai bawah sadar dengan simbol simbol. Kesadaran adalah egonya, sementara bawah-sadar dipahami firasat, ilham, dan nafsu manusia. 

Ada empat nafsu: sufiah (dorongan libido atau naluri), amarah (dorongan emosi), aluamah (dorongan enersi tinggi yang destruktif), dan mutmainah (suara hati nurani sesuai tuntunan). Keempat nafsu ini disimbolkan empat kuda beda warna (merah/amarah, hitam/aluamah, kuning/sufiah, dan putih/mutmainah) menarik kereta dikusiri kesatria. Artinya seluruh nafsu dikendalikan oleh kesadaran atau ego (yang disimbolkan kuda dan kusir).

Karena rujukanku wayang (Cakil), makna filosofisnya kita pahami dengan metode simbol bukan rasional.

Pertunjukan wayang adalah simbol perjalanan manusia dari lahir sampai mati. Cakil muncul pada adagen perang kembang patet songo (babak pencerahan). Kesatria kalahkan Cakil. Simbol kesadaran manusia telah kenali dan kendalikan bawah-sadar. Jatidiri Sejati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun