Mohon tunggu...
Semino Gelumbur
Semino Gelumbur Mohon Tunggu... Dosen - Tutor ESL dan Pragmatik

Pemerhati wacana ideologis dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Label "Partai Setan", Bias Ideologi Bukan Agama

4 Mei 2018   13:09 Diperbarui: 4 Mei 2018   13:27 1182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Semino

Diksi "Partai Allah" dan "Partai Setan" Pak Amin Rais terus memanas di ranah politik dan hukum. Pilihan frasa itu bahkan telah menjadi "pengeras suara" kegaduhan politik di Indonesia. Pro-kontra tafsir diksi bertebaran di koran dan media sosial akhirnya mematik polemik hukum terkait apakah ujaran itu masuk ujaran kebencian dan penodaan agama atau tidak. Dan, karena idiom kontroversial itu pula, penciptanya kemungkinan besar akan duduk di kursi pesakitan pengadilan. Yang sangat mengkhawtirkan adalah pembajakan momen oleh setan (baca: kebencian) untuk mengusik sensitivitas agama.

Terhadap situasi kritis ini kewajiban kita semua untuk berhati-hati dan berusaha memahami apa yang sebenarnya keinginan Pak Amin Rais agar terhindar konflik SARA. Untuk itu, tulisan ini berupaya untuk membaca mengapa beliau melakukan pelabelan "Partai Setan" pada kelompok lain yang tidak disukai, dan sebaliknya mengapa beliau secara spesifik hanya menunjuk PAN, PKS dan Gerindra yang diberi label "Partai Allah". Pemahaman jawaban atas pertanyaan itu diharapkan publik bisa bersikap rasional atau berfikir jernih agar tidak hanyut bisikan setan (baca: emosional). Pemilihan Presiden boleh panas, tetapi Indonesia tidak boleh bubar.

Pelabelan "Partai Setan"

Pelabelan negatif terhadap kelompok-luar adalah praktek pembingkaian (framing) wacana. Ini salah satu strategi ideologi untuk mengontrol pikiran kelompok sendiri dan mempengaruhi publik agar mempersepsikan kelompok yang terlabeli membayakan.

Menurut pakar wacana ideologi Profesor Teun van Dijk (2000), strategi wacana ideologi adalah menajamkan hal hal positif kelompok sendiri, sebaliknya menajamkan hal hal negatif kelompok-luar, serta mengaburkan bahkan mungkin mengubur dalam dalam hal hal negatif kelompok sendiri, sebaliknya mengaburkan hal hal positif kelompok-luar. Dalam peribahasa Bahasa Jawa dikatakan mikul dhuwur mendhem jeruh untuk kelompoknya, sementara untuk kelompok luar berlaku  mikul-endhek mendhem cethek. Yang diharapkan adalah terbangunnya kontestasi KAMI BAIK (protagonis) melawan MEREKA BURUK (antagonis).

Pada kasus diksi kontroversial Pak Amin Rais, frasa "Partai Allah" digunakan untuk membangun representasi positif kelompok sendiri dan yang se-ideologi dengan beliau. Frasa "Partai Setan" dilabelkan pada kelompok-luar di luar kelompok se-ideologi untuk membangun representasi negatif kelompok-luar yang berseberangan. Siapa mereka? Secara implisit dan logis pembaca yang memiliki logika dan kognisi yang mapan dapat menyimpulkan sendiri. 

Terbangunlah KAMI pembela kebenaran dan MEREKA pembela kemaksiatan dan kejahatan. Senada dengan kegemesan beliau terhadap kelompok yang dianggap "memusuhi"  kelompoknya, Pak Amin dengan suara keras mengajak publik untuk mewasdai kelompok "manusia yang merugi" dan tidak memilih apalagi masuk kelompok mereka yang berada di bawah naungan "Partai Setan".

Antara Agama dan Ideologi

Apakah Pak Amin Rais membela Agama atau ideologi? Ini memang problematik. Dikata membela Agama, beliau bicara soal kelompok partai yang merupakan wadah para elit ideologi beroperasi. Dikata membela ideologi, ideologi kelompok mitra beliau memang berbasis Agama Islam. Pertanyaan yang lain, bagaimana menjelaskan PPP dan PKB yang tidak "terdaftar" pada "Partai Allah"? Untuk itu, di sini perlu dipertegas beda Agama dan ideologi.

Agama adalah tuntunan ilahi untuk semua manusia yang mau (mendapatkan hidaya) meyakini dan memanifestasikanya sebagai laku, dan "ruh" tuntunan itu bersifat universal lintas kelas sosial, ras, suku, ideologi dan benua. Sementara, ideologi adalah keyakinan tipikal milik suatu kelompok tertentu berlaku juga untuk kelompok-kelompok muslim yang unsur-unsur profil ideologinya berbasis seperangkat ajaran dari satu kitab suci yang sama di mana (menurut van Dijk) unsur-unsur yang menjadi ciri-khasnya meliputi (1) piranti seleksi keanggotaan (orang Islam), (2) aktivitas khas, (3) tujuan utama, (4) norma dan nilai nilai, (5) pola hubungan dengan kelompok-luar, dan (6) resource dan kepentingannya. Contoh sederhana, baik NU maupun Muhammadiyah ber-Agama Islam, tetapi NU ber-ideologi NU dan Muhammadiyah ber-ideologi Muhammadiyah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun