Mohon tunggu...
Thomas Sembiring
Thomas Sembiring Mohon Tunggu... Jurnalis - Blogger KereAktif

ASMI Santa Maria, Univ.Sanata Dharma, Diaspora KARO, Putera Aceh Tenggara, International Movement of Young Catholics (IMYC) for Social Justice, INDONESIA

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Golput Itu Hak, tetapi...

24 Januari 2019   15:31 Diperbarui: 24 Januari 2019   15:41 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedang trend sikap Golput "Golongan Putih" yang di era orde baru dipakai sebagai perlawanan senyap terhadap demokrasi palsu. Sikap memilh untuk tidak menggunakan hak pilih ini lumayan besar kala itu sebagai simbol perlawanan pada rezim otoriter. Pasalnya dulu, siapa pun partai yang dipilih, semua akan tahu siapa pemenang parlemen dan siapa presiden. Sekarang trend ini sedang asyik digerakkan. Entah oleh mereka para idealis yang tak pernah belajar realistis, atau oleh mereka yang sejak awal sikap politiknya memang apatis. Beberapa yang lain menyebutkan Golput adalah perjuangan.

Golput benar adalah hak. Namun sebagai perjuangan, kita pantas melihat konteksnya. Kalau hanya sekadar tak puas pada calon yang ada, tak memenuhi kriteria pemimpin revolusioner, lalu Golput, maka itu bukan perjuangan.

Dalam era demokrasi yang tak memakai pendekatan otoritarian hal itu adalah pembiaran. Pembiaran terhadap makin runyamnya negara saat jatuh pada tangan yang paling tidak kredibel. Kalau pun diantara calon yang ada, sama-sama tidak kredibel toh disitu ada kesalahan bersama.

Kesalahan pengawalan karena sejak awal, pihak yang merasa berhak Golput, sebenarnya punya kewajiban mendorong lahirnya calon pemimpin kredibel. Pun kalau sudah mengawal dan gagal, mestinya berjuang lagi agar dari calon yang ada tak sampai terpilih yang paling berpotensi membuat kemajuan bangsa makin gagal.

Golput itu hak. Tapi adalah juga kewajiban setiap kita untuk menjaga negara tidak jatuh pada tangan yang salah, alias yang paling bermasalah. Golput adalah hak. Tapi apapun hasil kontestasi demokrasi, toh itu dipengaruhi oleh suara Golput.

Jadi misalnya dalam konteks demokrasi Pilpres 2019 ini. Hanya karena anda tak memakai hak anda, maka anda merasa paling bersih dan berjuang. Salah. Anda tidak menggunakan hak pilih sekalipun, sejatinya anda telah memilih. Meski tak mencoblos, anda menentukan hasil coblosan. Sebab suara anda tadinya mungkin tak mengubah negara menjadi lebih baik, tapi setidaknya bisa mengubah pemimpin yang terpilih tak makin merusak negara.

Jadi Golput itu adalah hak. Tapi golput bisa menjadi egois, bilamana kita tak mengingat kewajiban kita sebagai anak bangsa lewat demokrasi. Pilihan ada di tangan kita masing-masing...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun