Rasa nikmat Ayam Betutu khas Gilimanuk itu belum lagi habis. Masih terasa di mulut. Saya berjalan menyusuri jalan bersama teman yang mengantar dengan motornya. Sedikit keringat karena berjalan membawa barang sambil berjalan dari parkiran motor. Waktu menunjukkan Pkl. 12.50 WIB saat tiba di Bandara I Gusti Ngurah Rai.Â
Setalah proses pemeriksaan barang di awal gerbang masuk, saya coba check in online dan gagal. Mencoba beberapa kali saya akhirnya masuk ke antrian loket Maskapai Merah itu pada Pkl 13.00 WIB.Â
Saya memilih yang paling sedikit orang. Ada sekitar 6 orang di depan saya pada loket 28 itu. Di loket sebelahnya ada sekitar 6 orang dengan banyak barang besar. Secara intutif saya memilih yang tidak banyak barang.Â
Sayangnya pelayanan seorang bule di depan menurutku terlalu lama. Lima pemuda yang berada di depan juga menunjukkan sikap ketus. Sekitar 15 menit lebih pelayanan berjalan. Begitu masuk antrian berikut, rekan dari pemuda yang di depanku, ia menoleh ke belakang setelah pelayanan sedikit bermasalah.Â
"Sistem error" ujarnya terdengar ke belakang.Â
Mulai gelisah karena sudah 20 menit dari dan waktu tinggal 30 menit menurut jadwal keberangkatan. Antrian ke belakang semakin panjang. Pada seorang petugas disitu yang berbaju biru muda saya sampaikan antrian terlalu panjang dan saya pesawatnya sudah mendekati jadwal. Sementara antrian lama sekali bergerak sejak petugas loket lamban melayani antrian.Â
Salah seorang di belakangku akhirnya memutuskan maju ke loket 27 yang disitu berdiri seorang petugas namun dengan tulisan CLOSED. Saya sampaikan permohonan seandainya loket itu buka, saya diperkenankan mengambil antrian di depan. Belum tulisan itu diangkat seseorang yang lain sudah check in disana. Entah sudah buka atau belum, saya maju kesana setelah dipersilahkan bapak yang tadi berdiri di belakang saya lalu beralih di depan pada antrian baru itu.Â
Setelah beberapa saat dicek, petugas mengatakan bahwa saya tak bisa berangkat karena sudah boarding. Lalu saya jelaskan bahwa itu bukan kesalahan saya, melainkan layanan antrian yang lama. Seakan saya teringat pada kejadian yang sama beberapa tahun silam di Medan.Â
Sayang petugas tak mau tahu. Setelah berdebat, saya minta solusi. Dia menganjurkan untuk reschedule penerbangan berikut. Tanpa pikir panjang saya lari mengikutti arahannya keluar dan mencoba menjelaskan situasi pada seorang petugas disana.Â
Saya sebutkan bahwa saya sudah tiba di bandara dan melakukan check in online secara mandiri di anjungan yang tersedia namun gagal. Â Setelah antri seklitar pukul 13.20 WIB saya meminta petugas untuk membantu dan pria itu mengarahkan menunggu antrian di sebelah loket saya yang baru dibuka. Namun akhirnya saya gagal terbang. Singkat, namun dengan berbagai alasan petugas layanan yang padanya saya komplain itu menyebut mereka sudah membuat pengumuman yang saya akui tidak saya dengar ada atau tidak.Â
Ketika si petugas yang mendengar komplain saya itu bersikeras tak ada jalan lain karena sudah boarding, saya tanya tiket baru pada jam 10 malam. Nilainya katanya 90% dari harga tiket sekitar 1,6 juta. GILA! Pikir saya.Â
Saya mencoba menegoisasikan kembali sampai 2 kali berputar keluar masuk bandara. Petugas mengaku mereka sudah melakukan prosedur yang saya pribadi tidak tahu prosedurnya. Karena faktanya sejak saya tiba di bandara pada Pkl. 13.00 WIB tidak ada pengumuman terdengar. Entah karena panik atau mereka mengumumkan tanpa pengeras suara, tapi perasaan saya tak mendengar pengumuman itu.Â
Ketika dipertanyakan mengapa tak maju ke depan, saya jelaskan bahwa sejak awal saya sudah menyampaikan ke petugas. Tapi pun yang di depan pelayanan memang error dan lambat.Â
"Masa kesalahan sistem dan kelambatan pelayanan di maskapai, saya yang tanggung" ketus saya.Â
Menyadari bahwa mereka juga keras kepala dan malah menuduh kronologi saya berubah, serta mempertanyakan apa benar saya sudah tiba Pkl. 13.00 WIB atau tidak. Saya akhirnya angkat kaki dan pergi mencari cara untuk bisa membeli tiket.Â
Dengan perjuangan, saya mendapatkan tiket di ruang pengaduan awal tadi. Saya ambil tiket baru, tidak di maskapai itu. Tapi di sebelahnya, yang melayani dengan baik. Jadwal sama dengan harga lebih  ramah. Meski jelas, saya mesti berpikir bagaimana mencari alokasi uang dari tiket itu yang sudah mengambil porsi uang bulanan saya.Â
Akhirnya dari rencana berangkat Pkl. 13.50 WIB dari Denpasar ke Jakarta. Berubah menjadi Pkl. 22.00 WIB. Sekitar 8 jam menunggu di Bandara sebelum berangkat.Â
Harga tiket yang mahal itu nyaris membuat jengkel berkepanjangan. Tapi saya tahu itu akan merusak niat awal saya menepi di Pulau Dewata. Akhirnya menutup kejengkelan saya iseng membuat vlog, membaca postingan konyol di Facebook dan aktivitas lainnya.Â
Syukurlah tiket baru saya dengan aturan 2,5 jam sebelum berangkat baru check in, bisa fleksibel. Menurut petugas maskapai baru saya ini, selama tidak ada barang bagasi, bisa. Demikian katanya.Â
Maka saya pun tak menunggu lama dan segera check in setelah dua jam sebelumnya berada di sekitar loket check in. Begitu memasuki area tunggu,kerumunan orang ramai berfoto dan mengantri untuk bisa menumpang Sepeda Jokowi. Saya ikut meramaikan dengan minta bantuan seseorang untuk mengambil gambar. Daripada jengkel, lebih baik mengkel (Batak:Tertawa). Menikmati waktu yang bakal panjang di bandara.Â
Terima kasih untuk maskapai Merah, karena pelayanan anda yang sangat lamban, membuat saya mesti mengelus dada turun ke dompet.
Terima kasih maskapai Merah, karena pelayanan anda, si Hijau memberi kenyamanan pelayanan bagi saya.Plus diberi tontonan keindahan jelang senja di ruang tunggu gate 3 bandara.Â
Saya berjanji tak akan melupakan kesan ini. Tak berniat mengulangi rangkaian pengalaman yang terlalu indah untuk dikenang itu. Pada maskapai HIjau, kini kami menyandarkan harapan baru sebagai konsumen yang ingin kejelasan soal waktu. Waktu tunggu, terbang, hingga waktu pelayanan per konsumen dalam antrian yang menunggu.
Dengan ini, saya yang mestinya berubah. Lain kali jangan terlalu yakin pada sistem dan datang lebih, lebih awal ke bandara. Saya yang mesti belajar, lain kali lebih cerdas memilih maskapai.Â
Dari Denpasar kita belajar. Dari I Gusti Ngurah Rai, kisah ini dirangkai. Delapan jam di Bandara, masih tersisa 4 jam untuk mencari ide agar tetap hati gembira.Â
***
Minggu, 09 September 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H