Mohon tunggu...
Thomas Sembiring
Thomas Sembiring Mohon Tunggu... Jurnalis - Blogger KereAktif

ASMI Santa Maria, Univ.Sanata Dharma, Diaspora KARO, Putera Aceh Tenggara, International Movement of Young Catholics (IMYC) for Social Justice, INDONESIA

Selanjutnya

Tutup

Money

CT, Politik Ekonomi Identitas dan Faktanya

23 April 2017   17:06 Diperbarui: 24 April 2017   02:00 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Sebagai bentuk uji kebenaran dari pengkotakan yang dibuat CT dengan menyatakan muslim dan non muslim, bagaimana kalau negara menyita seluruh aset 50 orang terkaya ini. Atau atas nama agama mereka, hartanya diserahkan 90% saja ke negara. Lalu didistribusikan untuk kaum miskin di bawah. Sehingga dengan demikian, persoalan kemiskinan umat baik muslim maupun non muslim bisa teratasi.

 Saya yakin CT tak akan mau dan menyebutnya penzaliman. Lalu menuding pernyataan dan tantangan model ini sebagai komunisme. 

Maka dalam hal ini semoga kita sekalian para pembaca, bijaksana mencerna informasi yang berkaitan dengan identitas agama. Mengkritisinya agar tidak menimbulkan tafsir yang merugikan kohesi sosial kita. Kita mendorong dan mendukung setiap unsur keagamaan terlibat dalam pembangunan ekonomi bangsa. Melakukan perbanding juga tidak salah sejauh tak salah arah. Sebab pada akhirnya kebangkitan tiap umat beragama selama dalam semangat Pancasila adalah memang kewajiban yang dipenuhi oleh setiap pemerintahan. Sebagaimana selama ini terjadi di lapangan, umat muslim dan non muslim pada dasarnya berjuang dengan gigih pada tataran bawah dan kadang tanpa dukungan pemerintah. Apalagi dukungan pengusaha yang katanya mendominasi perekonomian dan kekayaan nasional. 

Akan menarik bila CT juga bicara soal agama para legislator yang mengeluarkan Undang-Undang dan eksekutif di birokrasi. Mengingatkan agar mereka, apapun agamanya jangan korupsi dan bermain-main dengan kebijakan, khususnya kebijakan ekonomi. Sebab dari mereka inilah sepenuhnya ruang tarung dan kompetisi antar sesama pemilik modal diciptakan adil atau tidak.

Silahkan bangkit sendiri-sendiri dalam komunitasnya atau bersama dengan komunitas lainnya, sejauh tidak mendiskreditkan satu sama lain. Apalagi mencoba mengaburkan fakta bahwa yang miskin apapun agamanya tetap sulit mendapatkan akses bertumbuh secara ekonomi. Sementara mereka yang saban tahun muncul dalam daftar Forbes tetap menikmati kekayaannya tanpa terusik dengan lambannya bangsa ini melaku karena sibuk dengan urusan perbedaan yang mestinya selesai saat pendiri bangsa ini menyepakati NKRI dan Pancasila sebagai panduan hidup berbangsa, termasuk berekonomi. 

(PANCASILA: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia/: apapun agamanya, jenis kelaminnya, berapapun istrinya, apapun sukunya, berapa pun mantannya)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun