Mohon tunggu...
Thomas Sembiring
Thomas Sembiring Mohon Tunggu... Jurnalis - Blogger KereAktif

ASMI Santa Maria, Univ.Sanata Dharma, Diaspora KARO, Putera Aceh Tenggara, International Movement of Young Catholics (IMYC) for Social Justice, INDONESIA

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tiga Pasangan Terbaik Indonesia

11 Agustus 2013   20:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:25 3083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada orang yang barangkali ditakdirkan sebagai pemenang dalam eksistensi kesendiriannya. Tapi dalam sejarah juga kita bisa menyaksikan ada banyak pemenang dan pemimpin menjadi fenomenal ketika dalam kemitraannya menghasilkan sebuah kondisi yang memberi ketenangan atau kemenangan publik. Sebagai contoh kehadiran pasangan Soekarno-Hatta yang hingga hari ini masih menjadi salah satu kepemimpinan yang fenomenal. Bahwa pada akhirnya kelak sejarah menceritakan akhir yang berbeda, tapi toh bahwa itu tidak menghapus sejarah yang telah tercipta terlebih dahulu.

Hari ini dalam kondisi carut marut negeri kita. Di tengah makin tumbuhnya anomali politik yang membungkam secara tajam rasa kebangsaan kita menerima kabar gembira dari Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir yang secara luar biasa mempersembahkan gelar juara dunia untuk Indonesia setelah sebelumnya berhasil mengalahkan Xu Chen/Ma Jin dengan perolehan nilai 21-13, 16-21, 22-20, pada laga final BWF World Championships atau Kejuaraan Dunia 2013, di Guangzhou, China. Sebuah ledakan kegembiraan ditengah keringnya kebanggaan kita meraih juara dalam beberapa tahun terakhir.

Secara istimewa pula pasangan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan pada akhirnya menambah gelar juara dunia bagi Indonesia, berkat kemenangan mereka atas ganda Denmark, Mathias Boe/Carsten Mogensen dengan perolehan poin 21-13, 23-21. Sungguh ini adalah sejarah baru yang memberikan kelegaan atas dahaga bangsa ini terhadap rasa bangga sebagai Indonesia. Pada bulan kemenangan dan bulan kemerdekaan, seluruh dedikasi mereka tentu menjadi kado terbaik bagi republik.

Dalam pandangan pribadi dan tulisan sederhana ini, saya melihat hal yang sungguh menarik. Setelah sekian waktu kita didera oleh semakin drastisnya menurun seluruh semangat kebangsaan dan kebersamaan, kita tentu melihat dengan nyata bagaimana kita mulai kehilangan pula sebuah identitas. Identitas nasionalisme sebagai sebuah entitas yang menyatukan bangsa kita sejak puluhan tahun silam. Pada saat-saat sekarang kita menyaksikan media kita, jelas bahwa semangat itu semakin banyak terdegradasi oleh dekadensi moral para politikus kita yang memang tidak memancarkan nasionalismenya di tengah publik.

Banyak yang menyebut diri dan merasa sebagai negarawan atau pemimpin publik namun pada akhirnya kita bisa melihat berapa dari mereka bahkan jarang atau barangkali tidak sama sekali memberi rasa bangga pada kita sebagai sebuah bangsa. Kita bisa melihat perilaku yang demikian saat kasus-kasus kebangsaan mulai muncul seperti konflik Syiah di Sampang, penutupan secara terang-terangan gereja yang memiliki ijin, kisruh soal Bendera Daerah yang tidak esensial dengan pembangunan manusia Indonesia, pengangkatan Hakim Konstitusi yang kontroversial, meminta pada bedebah kapitalis yang menggerogoti sumber daya alam kita sendiri di Freeport dan berbagai kasus lain yang menunjukkan lemahnya integritas para pejabat publik dalam membangun integritas bangsa. Selain itu persoalan korupsi tidak perlu dipertanyakan lagi. Sungguh-sungguh sebuah ironi.

Nyaris tidak banyak oase sosial dan politik yang muncul. Lebih dari itu bangsa ini semakin hari makin hidup dalam ketidakpastian dan bergerak sendiri tanpa arah. Ruang-ruang publik kita jarang menunjukkan situasi yang menghibur dan media kita lebih mengerikan lagi menyuntikkan sajian yang menggugah selera namun mematikan semangat yang kita kenal sebagai nasionalisme. Lebih banyak isinya adalah dagangan candu sinetron dan sarkasme komedian yang secara tidak langsung mempengaruhi tingkah polah masyarakat kita.

Maka ketika kabar kemenangan dari China, salah satu negeri yang selama ini secara nyata mendompleng perekonomian dan memupus harapan kita di panggung laga Bulu Tangkis, tentu ini sebuah titik cerah yang memberi kita sedikit hiburan. Kemenangan para juara kita ini telah mendongkrak sedikit, kebanggaan kita sebagai sebuah bangsa. Perjuangan mereka yang luar biasa dan dedikasi yang diberikan telah mengingatkan bahwa kita sebenarnya tidak kalah dari bangsa lain yang lebih maju. Maka kedua pasangan atlet ini dalam pandangan saya adalah para pahlawan kita di era kini.

Mereka telah menjadi dua pasangan terbaik yang kita miliki. Mereka yang memberi semangat baru dan menumbuhkan kerinduan kita untuk meraih masa depan bangsa yang lebih baik. Sementara pasangan ketiga lainnya yang pantas diberi apresiasi karena kehadirannya memberikan gairah baru pada publik adalah "anda tahu siapa". Pasangan ketiga ini tak lain Jokowi dan Ahok yang ditengah latar belakangnya yang berbeda, satu Jawa dan satu lagi Tionghoa (menyebut etnis terakhir tentu saja punya makna tersendiri di dalam perpolitikan kita). Keberagaman latar belakang itu menyatu pada satu titik ke-Indonesia-an. Semangat memberi yang terbaik untuk negeri melepas semua ikatan primor lain yang selama ini menghambat kemajuan kita sebagai sebuah bangsa.

Maka tanpa banyak kata, pantas kita berterima kasih pada 3 pasangan terbaik INDONESIA. Mereka yang telah membaharui ke-Indonesia-an kita dan memberi harapan untuk lebih baik di masa depan. Kita berharap para pasangan terbaik lainnya akan lahir untuk menguatkan rasa bangga kita sebagai Indonesia. Termasuk berharap dari Istana Merdeka juga menunjukkan kapasitas terbaiknya sebagai sepasang pemimpin. Jangan sampai seperti salah satu tulisan di sudut Kota Jogja diantara kemeriahan Tugu Kota, kita semakin membenarkan. Jangan sampai pasangan ini seperti tulisan itu menyebut Wapres, antara ada dan tiada.

Jadi jelas sekali bahwa pada tahun ini merekalah pahlawan kita. Mereka adalah 3 pasangan terbaik yang sementara ini kita miliki. Harapan kita masih akan lahir pasangan pegiat lain dari berbagai ranah kebangsaan. Pasangan yang membuat kita kembali bangga sebagai sebuah bangsa.  Bila terlalu rumit untuk mendapatkan mitra terbaik pun tidak masalah bila dengan diri sendiri dan pasangan idealismenya, memberi kado yang lebih lagi pada masyarakat kita yang kian apatis.

Sekali lagi, Bangga menjadi Indonesia!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun