Mohon tunggu...
Thomas Sembiring
Thomas Sembiring Mohon Tunggu... Jurnalis - Blogger KereAktif

ASMI Santa Maria, Univ.Sanata Dharma, Diaspora KARO, Putera Aceh Tenggara, International Movement of Young Catholics (IMYC) for Social Justice, INDONESIA

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

KPK, Tuntaskan Tugasmu

17 Januari 2015   19:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:56 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_364834" align="aligncenter" width="560" caption="KPK, Tuntaskan Tugasmu"][/caption]

Kepastian hukum merupakan sebuah harapan masyarakat ditengah carut marutnya persoalan keadilan di negeri ini. Setelah selama ini politik pernah menjadi panglima demikian pun korupsi berpuluh tahun menguasai banyak panglima negeri. Kini saatnya hukum ditegakkan pada tugas utamanya, memberikan rasa keadilan bagi seluruh warga negara. Tanpa membedakan golongan dan kedekatan partainya. Penting bagi rakyat memastikan bahwa KPK masih dapat menjadi tumpuan harapan penegakan hukum tersebut. Tuntaskan segera kasus-kasus korupsi yang mangkrak di KPK!

Kita menyambut baik keberanian KPK menyorot dan menetapkan tersangka calon pimpinan untuk lembaga penegakan hukum di negeri ini. Sebagai masyarakat awam, kami tidak begitu fasih dengan prosedur hukum yang semestinya berlaku. Kami hanya memahami bahwa negeri ini membutuhkan kepastian dan penegakan hukum bagi seluruh rakyat tanpa pandang partai dan golongan. Presiden telah memberi kesempatan KPK untuk mendalami sangkaannya, kini rakyat menunggu KPK membuktikan dugaannya agar hukum kembali pada kedaulatannya, tanpa terjebak oleh nilai-nilai lain yang bertentangan dengan rasa keadilan.

Kita juga perlu mengapresiasi berbagai langkah KPK di sepanjang tahun sebelumnya yang berhasil menggetarkan nurani publik. Banyak elit partai dan menteri dijerat karena dugaan korupsi dan hal ini membangkitkan semangat perlawanan rakyat pada korupsi sekaligus menumbuhkan cinta rakyat pada KPK. Kini saatnya KPK membalas cinta tersebut dengan menuntaskan langkah awalnya dalam menetapkan para tersangka di jalan pesakitan hukum.

Kita menunggu langkah profesional KPK berikutnya dalam menuntaskan berbagai kasus yang mangkrak di lembaga anti rasuah ini. Mulai dari persoalan hukum Budi Gunawan, Suryadharma Ali, Jero Wacik, Rekening Gendut, Rapor Merah Calon Menteri, BLBI, Century dan sebagainya. Alangkah indahnya satu persatu kasus terselesaikan daripada terus memulai sesuatu yang urung sampai kepastian hukumnya. Tegakkan keadilan bagi semua, sesuai dengan apa yang menjadi peran penting kehadiran instrumen hukum di negeri ini.

Melihat kondisi kekinian di media, tampaknya masyarakat kita memang masyarakat paling sempurna di dunia. Ingin segala sesuatu sempurna dan cepat sehingga sulit menggunakan nalarnya dalam mengkaji sebuah persoalan. Sama halnya JOKOWI bukan manusia setengah dewa, kita juga perlu ingat bahwa KPK juga bukan surga bagi para malaikat.

Bila ingin mendapatkan Kapolri yang sempurna, maka proses panjang harus dilalui. Mulai dari perubahan UU Kepolisian dan sistem karirnya hingga regenerasi kader berintegritas tinggi di akademi kepolisian. Jadi sulit rasanya menerima teriakan tuntutan pesanan baru kalau stok baru tidak ada. Kita hanya bisa memakai stok lama yang paling minim resikonya membuat celaka.

Ini masih era anggur lama dan kantung lama. Tunggu anggur baru berbuah dan diracik bersama kantung baru, disitulah saatnya kita bicara soal idealisme. Soekarno saja tak cukup waktu membenahi carut marut republik dan bahkan tumbang oleh sikap masyarakat kita yang serba ingin sempurna dan instan, apalagi hanya Jokowi yang baru kemarin kita pilih lalu hari ini kita cela.

Tanpa mengurangi rasa hormat pada KPK, saatnya KPK membuktikan diri masih dapat dipercaya dibawah kepemimpinan Abraham Samad. Kalau kemarin ada lebih dari satu petinggi Polri yang terkait rekening gendut, mengapa hanya BG yang ditarget secara kepepet. Kalau memang ada calon Kapolri yang memiliki rapor merah, mengapa KPK tidak menawarkan calon Kapolri yang memiliki rapor emas? Ribuan hingga jutaan pertanyaan lain harus kita ungkapkan untuk menemukan banyak petunjuk terhadap misteri dibalik kekuasaan lembaga negara. Kita mesti banyak bertanya dan berpikir kritis, agar tidak menjadi tumbal dari pertarungan di lingkar kekuasaan elit Jakarta.

Saatnya KPK yang memulai memasung langkah BG, membuktikan bahwa si pemilik rekening gendut pantas disebut bersalah melalui proses hukum yang lurus. Usut juga rekening perwira lainnya bahkan bila itu termasuk Plt Kapolri dan jajarannya saat ini. Tuntaskan juga kasus SDA, HP, JW, BLBI, Century dan lainnya secara kaffah, bukan setengah-setengah.

Saya menemukan ungkapan ini dari salah satu link pustaka digital KPK :

"Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely" - Lord Acton

Maka kata-kata ini juga mestinya berlaku pada KPK sebagai kontrol utama agar dalam penyelesaian kasus korupsi, KPK juga tidak melakukan korupsi waktu dengan menunda penyelesaiannya.Dengan kekuasaan yang dipegangnya dan bahkan kepercayaan kita yang besar pada KPK, mestinya juga lembaga ini menghasilkan kinerja yang besar, tak sebatas popular.

Atau barangkali, siaran ulang masih harus ditayangkan agar republik dagelan ini terus belajar menertawakan kekonyolannya.

Catatan penulis:

Bila tertarik mendukung KPK menjadi lembaga profesional dalam menuntaskan kasus hukum yang ditanganinya, mari bergabung dalam PETISI INI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun