Mohon tunggu...
Thomas Sembiring
Thomas Sembiring Mohon Tunggu... Jurnalis - Blogger KereAktif

ASMI Santa Maria, Univ.Sanata Dharma, Diaspora KARO, Putera Aceh Tenggara, International Movement of Young Catholics (IMYC) for Social Justice, INDONESIA

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Revolusi Mental Generasi Cerdas: Pilih LPG secara Cerdas

9 September 2014   07:47 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:14 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_341741" align="aligncenter" width="615" caption="Generasi Cerdas, Pilih LPG Secara Cerdas"][/caption]

Puluhan tahun sudah kita hidup sebagai bangsa yang merdeka. Meski demikian baru sekitar 1 dekade kita memasuki era baru pemakaian energi yang lebih murah dan ramah lingkungan, liquified petroleum gas (LPG). Selama itu pula pemeritah melalui Pertamina menjadi motor penggerak utama dalam transformasi besar-besaran masyarakat kita dalam mengubah pola konsumsi energinya untuk kebutuhan rumah tangga.

LPG sendiri merupakan gas hidrokarbon yang diproduksi di kilang minyak dan gas dengan komposisi inti berupa gas propana (C3H8) dan butana (C4H10). Penggunaannya secara umum adalah untuk memenuhi kebutuhan dapur untuk memasak. Penggunanya beragam dari rumah tangga hingga penggunaan industri.

Meski sudah demikian panjang sejarah kita, ternyata lebih panjang lagi upaya kita untuk mampu mencetak sejarah baru. Revolusi mental secara nyata dibutuhkan oleh generasi muda yang cerdas dan melek media untuk mendorong masyarakat menggunakan LPG secara cerdas.

Butuh pula partisipasi nyata bagi generasi muda ini untuk turut menaruh perhatian di dalam dapur keluarga masing-masing. Terlibat dialog personal dengan keluarga agar memahami penggunaan LPG secara cerdas dan tentu saja bijaksana. Sebab mampu menyesuaikan kebutuhan LPG di rumah sesuai dengan kemampuan ekonomi, akan turut andil dalam revolusi mental masyarakat kita dalam mengkonsumsi energi sekaligus menyelamatkan keuangan negara.

Sebagai contoh, bila kita sejatinya memiliki kemampuan untuk menggunakan LPG non subsidi di dapur rumah tangga kita masing-masing, tentunya secara cerdas kita memilih. Menghargai diri sendiri dengan tidak terus menerus bergantung pada subsidi pemerintah. Menghargai pula sesama kita yang sebenarnya lebih berhak atas subsidi yang diberikan. Menghargai negara dalam upayanya menjaga stabilitas anggaran pembangunan yang dampaknya juga akan sampai kepada kita.

Kita yang memiliki akses terhadap berbagai informasi termasuk soal bagaimana pentingnya mendorong penggunaan LPG sesuai peruntukannya agar besaran subsidi dapat dialihkan untuk sektor yang lebih mendesak, perlu turut beraksi. Beraksi menyelamatkan keuangan negara beserta aset-asetnya yang juga sama artinya menyelamatkan kehidupan kita.

Pertamina sebagai pemasok kebutuhan LPG dalam negeri pun ditengah kerja kerasnya menjamin ketersediaan LPG masih mengalami kesulitan akibat terbatasnya produksi dalam negeri. Ketergantungan terhadap impor disaat dalam negeri belum siap melakukan eksplorasi dan produksi sendiri dalam kapasitas yang memadai memaksa penyesuaian harga secara berkala dengan harga pasaran.

Angka impor LPG yang ditaksir mencapai 57 persen terus mempengaruhi harga sementara penyesuaian harga kadang tidak mudah karena situasi sosial politik memaksa Pertamina untuk terus mencari strategi. Meski sudah berupaya keras, nyatanya pengaruh harga yang tidak mengalami penyesuaian selama ini telah memicu kerugian atas Pertamina dari Bisnis Elpiji 12 kg diperkirakan mencapai Rp6 triliun per tahun.

Semestinya untuk jenis LPG 12 Kg ini memang idealnya sudah tidak lagi memakan subsidi yang terus menggerus keuntungan usaha yang bisa dipakai untuk pengembangan usaha, tidak pula menggerus keuangan negara. Alokasi subsidi pada jenis ini mestinya bisa ditarik untuk melakukan akuisisi terhadap konsesi yang selama ini dikuasai asing yang kemudian darinya kita kemudian membeli dengan harga yang tentu saja lebih membeli. Dengan begitu kita bisa memiliki ketahanan energi dan mencegah terjadinya krisis energi yang berdampak lebih besar kemudian hari.

Lagipula berdasarkan data, pengguna LPG jenis ini yang biasanya berasal dari kalangan berpendidikan dengan kondisi ekonomi menengah ke atas atau industri. Sehingga mestinya pilihan pun perlu didorong secara cerdas. Turut ambil bagian untuk membayara sesuai dengan harga yang sepatutnya sebab subsidi mestinya dinikmati oleh keluarga-keluarga yang masih mengalami kesulitan untuk mandiri.

Maka ini adalah momentum. Mestinya secara bersama kita bersikap adil dengan mengambil bagian dalam upaya menjaga ketersediaan energi kita. Bersikap adil dan cerdas dengan memakai LPG sesuai dengan kemampuan keluarga kita masing-masing. Tidak berharap disamakan dengan mereka yang memang tidak cukup mampu membeli tanpa subsidi.

Disini revolusi mental dan paradigma kita diuji agar dengan cerdas pula kita dapat memilih jenis LPG yang patut kita gunakan di rumah kita masing-masing. Kita diundang untuk turut ambil bagian, berbicara dengan keluarga kita masing-masing, menjelaskan secara cerdas arti pentingnya memilih LPG dengan cerdas. Mendukung penyesuaian harga untuk LPG non subsidi, sebab dengan membayar lebih tanpa berlebihan, menunjukkan juga kualitas kecerdasan kita dalam mengelola energi dalam rumah kita.

[caption id="attachment_341743" align="aligncenter" width="560" caption="Pertamina dalam The 38th IPA Convention and Exhibition, Mei 2014"]

1410199282902135636
1410199282902135636
[/caption]

Nah, siapkah kita menjadi bagian dari revolusi mental generasi cerdas? Pilih LPG secara cerdas!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun