Mohon tunggu...
Selvy Ani
Selvy Ani Mohon Tunggu... Mahasiswa - PMM MITRA DOSEN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

PMM MITRA DOSEN_SMA NEGERI 2 BATU

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Filosofi Pendidikan Indonesia

15 Oktober 2023   08:05 Diperbarui: 15 Oktober 2023   08:16 1023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejarah pendidikan nasional tak terlepas dari masa kolonial Belanda, yang dimulai dengan adanya sistem politik etis di Indonesia. Salah satu komponen dari politik etis adalah pendidikan, di mana hanya segelintir golongan masyarakat dan calon pegawai yang berhak menerima pendidikan. Dampak dari pendidikan kolonial adalah munculnya tokoh-tokoh terpelajar yang bercita-cita untuk memerdekakan Indonesia dari kekuasaan kolonial. Tokoh-tokoh terpelajar tersebut termasuk Soetomo (Budi Utomo), Suwardi Suryaningrat/Ki Hajar Dewantara (Sekolah Taman Siswa), K.H Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), dan R.A Kartini (Emansipasi perempuan). Salah satu tokoh yang memiliki peran krusial dalam perkembangan pendidikan nasional adalah Ki Hajar Dewantara. Pada tahun 1922, ia mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta, yang menjadi gerbang kebebasan dan kebudayaan bangsa. Ki Hajar Dewantara menggunakan "sistem among" untuk menggambarkan peran guru dalam pendidikan, di mana anak-anak ditempatkan sebagai pusat dari proses pendidikan. Dalam sistem ini, setiap pendidik adalah pemimpin yang diwajibkan untuk menunjukkan teladan yang baik, memupuk minat dan semangat anak-anak untuk berkembang dan berkreasi, serta memberikan kebebasan, kesempatan, dan bimbingan agar anak-anak dapat berkembang sesuai dengan inisiatif mereka sendiri.

Ki Hajar Dewantara dalam pidatonya mengungkapkan bahwa pendidikan adalah tempat di mana benih-benih kebudayaan hidup dan tumbuh dalam masyarakat bangsa. Beliau juga menyatakan bahwa anak yang mendapat pendidikan yang baik tidak hanya berasal dari keluarga yang baik, begitu juga sebaliknya, anak yang pendidikannya kurang bagus tidak selalu berasal dari keluarga yang kurang baik. Dewantara menekankan perlunya melakukan pembangunan di bidang pendidikan dan pengajaran serta mengadopsi sifat-sifat dasar dari seluruh dunia untuk memenuhi kebutuhan kita. Tujuannya adalah agar semua aspek peradaban dan kebudayaan dapat tumbuh dan berkembang lebih baik dari waktu ke waktu. Pada zaman kolonial Belanda, pendidikan dibatasi dan terdapat diskriminasi. Hanya keturunan bangsawan yang berhak mendapatkan pendidikan, sementara masyarakat umum Indonesia tidak semua memiliki akses ke pendidikan. Beberapa Bupati mendirikan sekolah di Kabupaten dengan tujuan melatih orang-orang untuk bekerja di perusahaan Belanda. Pada saat yang sama, lahirnya sekolah bumi putera dengan hanya tiga kelas dan materi pelajaran terbatas pada membaca, menulis, dan berhitung.

Namun, pada dasarnya, pendidikan pada zaman kolonial Belanda dirancang untuk memenuhi kebutuhan bangsa Belanda. Calon pegawai dididik untuk memiliki keterampilan yang memadai untuk bekerja, tetapi dengan upah yang minim. Pada saat itu, fokus masyarakat lebih kepada memastikan bahwa mereka dapat bekerja karena situasi ekonomi tidak stabil. Kemudian, Ki Hajar Dewantara mendirikan sekolah Taman Siswa, yang membawa perubahan paradigma pendidikan. Hal ini memungkinkan semua rakyat peribumi untuk mendapatkan akses ke pendidikan. Pendidikan yang diimplementasikan oleh Ki Hajar Dewantara ditandai dengan tiga semboyan: "ing ngarso sung tuladha" (didepan memberi teladan), "ing madya mangun karso" (di tengah membangun semangat dan ilham), dan "tut wuri handayani" (dibelakang memberi dorongan). Semboyan ini masih menjadi pedoman hingga saat ini, meskipun sistem pendidikan telah mengalami banyak perubahan.

  • Perjalanan Pendidikan Nasional

canva.com
canva.com
  • Refleksi diri 

setelah mempelajari topik pertama dalam mata kuliah Filosofi Pendidikan, saya memperoleh banyak pengetahuan baru dan mengalami beberapa perubahan, antara lain:

  • Saya kini memahami sejarah Sistem Pendidikan Nasional dari masa sebelum kemerdekaan hingga saat ini.
  • Saya memahami beberapa konsep yang diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam konteks Filosofi Pendidikan, yang kemudian diadaptasi dan diterapkan dalam pendidikan saat ini.
  • Saya menyadari pentingnya prinsip "Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani" yang ditekankan oleh Ki Hajar Dewantara. Guru tidak hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga harus menjadi teladan, membantu membangun cita-cita, dan memberikan dukungan kepada siswa.
  • Ketika saya menjadi seorang guru di masa depan, saya berkomitmen untuk menerapkan prinsip kemerdekaan belajar, yaitu memberikan kebebasan kepada setiap siswa untuk mengembangkan minat dan bakatnya.
  • Selaku guru, saya juga akan aktif terlibat dalam membentuk karakter siswa-siswa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun