Mohon tunggu...
Selvyana Nandini
Selvyana Nandini Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta/Fakultas Syariah/HKI

Saya adalah pribadi yang suka mencoba hal hal baru serta menarik untuk dicoba🀩

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perceraian

6 Maret 2024   22:23 Diperbarui: 6 Maret 2024   22:34 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

πŸ“Œ Pengadilan Agama Surakarta mencatat hingga Agustus 2011 jumlah kasus perceraian yang disebabkan suami menelantarkan anak dan istrinya mencapai 190 kasus. Perkawinan yang rentan perceraian ialah bagi pasangan nikah usia 30-40 tahun. prahara keluarga rata- rata diajukan oleh istri kepada suaminya alias kasus cerai gugat.Β 

Kasus perceraian karena faktor ketidakharmonisan keluarga mencapai 117 kasus. Kasus pemicu perceraian lainnya, yakni adanya faktor orang ketiga yang mencapai 52 kasus (Koran O, 13/9/2011 hlm. 4).
Pengaruh lingkungan juga sangat mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan perkembangan rumah tangga. Seperti banyaknya tontonan, internet, lingkungan permisif, tidak adanya kontrol dari masyarakat, orang tua tidak melarang ketika generasi muda masuk dalam pergaulan bebas.
Kalau perkawinan terjadi karena kecelakaan, tidak adanya rasa tanggung jawab terhadap keluarga, pergaulan bebas, lingkungan permisif, orang tua tidak memberikan teguran ketika anak muda melakukan pergaulan bebas, sehingga menikah yang dipaksakan akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan rumah tangga, karena pernikahan yang dipaksakan, maka akan rentan terhadap terjadinya perceraian, hubungan keluarga tidak akur, hubungan dengan mertua tidak akur, orang tua campur tangan dalam urusan rumah tangga anaknya.
Alasan semuanya bermuara pada masalah ekonomi akhirnya, karena tidak mungkin mengirit, belum punya bekerja saja sudah ada pengeluaran terus menerus. Apalagi tidak ada pekerjaan tetap. Hal ini akan menjadi beban keluarga.

Selain itu juga tradisi boro di Wonogiri juga mempengaruhi angka perceraian yang cukup tinggi, tingginya angka perceraian dari pihak perempuan memiliki korelasi geografis dan sifat masyarakat Wonogiri yang boro. Boro adalah pergi merantau ke daerah lain, seperti ke Jakarta atau kota-kota besar selama berbulan-bulan dan jarang pulang ke kampung halaman, atau merantau ke Luar negeri menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) atau bagi perempuan menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW).Β 

Berdasarkan data kaum boro di Wonogiri cukup besar, sehingga banyak rumah-rumah besar dan mewah yang hanya dihuni satu dua orang, dan yang ada hanya tinggal anak-anak dan perempuan, sementara suami merantau atau sebaliknya anak-anak dan bapaknya karena yang merantau adalah istrinya sebagai TKW ke luar negeri.Β 

Sekalipun menurut Drs H Noor Syahid angka perceraian kita masih di bawah 10 % pertahun. Namun data ini terus meningkat sehingga angka perceraian perlu mendapatkan perhatian. Gugatan cerai di Pengadilan Agama (PA) Wonogiri didominasi oleh perempuan.

πŸ“ŒΒ FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERCERAIAIN

1. Komunikasi yang buruk: Kurangnya kemampuan untuk mengungkapkan perasaan, kebutuhan, dan harapan secara jujur dan terbuka dapat menyebabkan ketegangan yang memunculkan konflik yang tidak terpecahkan.
2. Masalah keuangan: Ketidakseimbangan keuangan, utang yang tidak teratasi, dan perbedaan dalam kebiasaan menabung dan mengelola uang dapat menyebabkan ketegangan dan konflik yang berlarut-larut.
3. Ketidakcocokan nilai dan tujuan hidup: Perbedaan yang signifikan dalam nilai-nilai, keyakinan, atau tujuan hidup antara pasangan bisa membuat sulit untuk mencapai kesepakatan dan keseimbangan dalam hubungan.
4. Ketidaksetiaan: Perselingkuhan atau ketidaksetiaan emosional bisa menghancurkan kepercayaan yang dibangun selama bertahun-tahun dan memicu keretakan yang sulit dipulihkan dalam hubungan.
5. Konflik dalam pengasuhan anak: Perbedaan pendapat tentang cara mendidik anak, peran masing-masing orang tua dalam pengasuhan, dan masalah dalam disiplin anak dapat menciptakan ketegangan yang besar dalam keluarga.
6. Kurangnya komitmen: Ketidakmampuan untuk memprioritaskan hubungan dan memperbaiki masalah yang muncul, serta kurangnya komitmen untuk mengatasi tantangan bersama-sama, dapat memicu pertumbuhan jarak emosional antara pasangan.
7. Perbedaan budaya atau latar belakang: Ketidaksesuaian budaya, agama, atau latar belakang keluarga bisa menjadi sumber konflik yang signifikan jika tidak dikelola dengan bijaksana dan pengertian.
8. Masalah emosional atau kesehatan mental: Masalah seperti depresi, kecemasan, atau trauma masa lalu dapat mempengaruhi kualitas hubungan dan menyulitkan pasangan untuk menjaga keseimbangan emosional dalam percintaan mereka.

Dengan memahami faktor-faktor ini, diharapkan Anda dapat mengkaji lebih dalam dinamika perceraian dalam masyarakat dan hubungan interpersonal.

πŸ“Œ DAMPAK DAN AKIBAT PERCERAIAN

* Anak menjadi korban.
Anak merupakan korban yang paling terluka ketika orang tuanya memutuskan untuk bercerai. Anak dapat merasa ketakutan karena kehilangan sosok ayah atau ibu mereka, takut kehilangan kasih sayang orang tua yang kini tidak tinggal serumah. Mungkin juga mereka merasa bersalah dan menganggap diri mereka sebagai penyebabnya. Prestasi anak di sekolah akan menurun atau mereka jadi lebih sering untuk menyendiri.
* Dampak untuk orang tua.
Selain anak-anak, orang tua dari pasangan yang bercerai juga mungkin terkena imbas dari keputusan untuk bercerai. Sebagai orang tua, mereka dapat saja merasa takut anak mereka yang bercerai akan menderita karena perceraian ini atau merasa risih dengan pergunjingan orang-orang.
* Bencana keuangan.
Jika sebelum bercerai, suami sebagai pencari nafkah maka setelah bercerai Anda tidak akan memiliki pendapatan sama sekali apalagi jika mantan pasangan Anda tidak memberikan tunjangan. Atau jika pemasukan berasal dari Anda dan pasangan, sekarang setelah bercerai, pemasukan uang Anda berkurang. Jika Anda mendapat hak asuh atas anak, berarti Anda juga bertanggung jawab untuk menanggung biaya hidup dari anak Anda. Yang perlu diingat, setelah bercerai, umumnya banyak keluarga mengalami penurunan standar kehidupan hingga lebih dari 50 persen.
* Masalah pengasuhan anak.
Setelah bercerai, berarti kini Anda harus menjalankan peranan ganda sebagai ayah dan juga sebagai ibu. Ini bukanlah hal yang mudah karena ada banyak hal lain yang harus Anda pikirkan seorang diri. Terlebih, jika anak sudah memasuki masa remaja yang penuh tantangan, Anda harus dengan masuk akal menjaga atau memberikan disiplin kepada anak agar dapat tumbuh menjadi anak yang baik.
* Gangguan emosi.
Adalah hal yang wajar jika setelah bercerai Anda masih menyimpan perasan cinta terhadap mantan pasangan Anda. Harapan Anda untuk hidup sampai tua bersama pasangan menjadi kandas, ini dapat menyebabkan perasaan kecewa yang sangat besar yang menyakitkan. Mungkin juga Anda ketakutan jika tidak ada orang yang akan mencintai Anda lagi atau perasaan takut ditinggalkan lagi di kemudian hari.
* Bahaya masa remaja kedua.
Pasangan yang baru bercerai sering mengalami masa remaja kedua. Mereka mencicipi kemerdekaan baru dengan memburu serangkaian hubungan asmara dengan tujuan untuk menaikkan harga diri yang jatuh atau untuk mengusir kesepian. Hal ini bisa menimbulkan problem baru yang lebih buruk dan tragis karena tidak mempertimbangkan baik-baik langkah yang dilakukan.

πŸ“Œ ALASAN PERCERAIAIN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun