Mohon tunggu...
selvi Rosita Sari
selvi Rosita Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menyukai musik Taylor Swift.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembentukan Negara Kuno Sriwijaya dan Jawa

19 Juli 2023   21:31 Diperbarui: 19 Juli 2023   21:44 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar: kompas.com

1. Sriwijaya

Sriwijaya adalah kerajaan bahari historis yang berasal dari Pulau Sumatra sekitar abad ke-7 sampai abad ke-11. Kehadirannya banyak memberi pengaruh pada perkembangan sejarah Asia Tenggara (terutama dalam kawasan Nusantara barat). Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan wijaya berarti "kemenangan" atau "kejayaan" dengan demikian, nama Sriwijaya bermakna "kemenangan yang gilang-gemilang". Lokasi ibukota Sriwijaya dapat dengan akurat disimpulkan berada di Kota Palembang, tepatnya di muara Sungai Musi. Sriwijaya terdiri dari sejumlah pelabuhan yang saling berhubungan di sekitar Selat Malaka.

Semenanjung Malaya (sekarang Thailand Selatan dan Malaysia semenanjung) dan Pulau Sumatera adalah bagian dari jaringan perdagangan subregional yang berkembang pesat, mendahului kedatangan kebudayaan India selama beberapa abad. Semenanjung dipenuhi negara-kota pesisir yang terhubung dengan daerah-daerah jach lainnya di timur dan barat. Negara-negara kota ini diyakini berperan penting dalam merangsang perdagangan dan kemakmuran serta menyebarkan kebudayaan dari luar daerah. Dari geliat ekonomi dan budaya ini lahirlah Kerajaan Sriwijaya yang muncul dalam catatan sejarah pada akhir abad ke-7. 

Tentu saja, ini bukan kerajaan pertama yang ada di Pulau Sumatera karena Cina telah menerima utusan dari para penguasa di sana selama dua abad. Namun, sejak kemunculannya, Sriwijaya tampak menikmati periode dominasi yang panjang dan tidak ada lagi misi diplomasi dari kerajaan-kerajaan tetangganya.   Di sini, berbekal informasi yang memadai, kita akan berkonsentrasi pada 'permulaan' di abad ke-7.

Perkembangan Sriwijaya sepertinya terkait langsung dengan perubahan pola perdagangan yang lebih menguntungkan daerah Selat Malaka dan merugikan pesisir delta Mekong, tempat berkembangnya 'Funan' di masa sebelumnya. Sriwijaya tampak berhasil memperluas pengaruhnya di Semenanjung Malaya sebagaimana terungkap lewat prasasti akhir abad ke-8 dari Ligor (sekarang Nakhon Si Thammarat. Thailand Selatan). Sayangnya, tidak diketahui secara pasti apakah kekuasaannya bersifat jangka panjang atau fenomena singkat belaka. Bagaimanapun, asumsi mengenai keberadaan 'imperium maritim', setidaknya seputar abad-abad awal sejarah Sriwijaya, tidak bisa diputuskan sembarangan. Meski demikian, pentingnya perdagangan maritim tidak bisa diabaikan. Berbagai sumber membenarkan bahwa Sriwijaya pada dasarnya memang merupakan sebuah kerajaan dagang.

Tidak seperti sebagian besar tetangganya di Asia Tenggara, Sriwijaya tidak meninggalkan warisan arsitektur. Peninggalan Sriwijaya hanyalah beberapa prasasti dan sedikit artefak. Keterbatasan benda budaya membuat cendekiawan sulit merekonstruksi peradabannya, bahkan untuk menentukan posisi ibukotanya secara tepat. Namun, setelah polemik panjang selama beberapa dekade, pusat Sriwijaya diyakini ada di Palembang (di Sumatera). Diketahui, Sriwijaya sangat dipengaruhi agama Buddha. Biksu Yijing dari Cina yang mengunjungi Sriwijaya pada abad ke-7 menulis dengan kagum tentang betapa ta'atnya kerajaan ini kepada agama. Ia juga menulis mengenai besarnya komunitas biksu internasional yang terlibat dalam penerjemahan kitab suci agama Buddha ke dalam berbagai bahasa. Seperti di tempat lain, tidak ada agama yang menikmati monopoli total. Meski agama Buddha sepertinya lebih mendominasi, patung-patung Wisnu juga ditemukan di Sumatera dan Semenanjung Malaya. ( sejarah asia tenggara halaman 44-45 )

Jawa

Seperti halnya Sumatera, catatan sejarah dan arkeologi mengenai Jawa selama abad-abad awal milenium pertama Masehi sangat Sedikit. Bahkan, bukti fisik sebelum abad ke-8 hanya segelintir yang ditemukan. Pada pertengahan abad ke-5 seorang penguasa bernam Purnawarman yang memerintah Kerajaan Tarumanagara meninggalka serangkaian prasasti berbahasa Sanskerta di berbagai lokasi di Jawa Barat  menjadi satu-satunya bukti ada nya indianisasi yang kebenaran nya masih simpangsiur, apalagi terdapat jeda yang cukup panjang dalam catatan sejarah hingga kemunculan prasasti dan candi pada abad ke-7 dan abad ke-8 M. Prasasti dan candi the ditemukan di bagian tengah pulau yang tampaknya tetap menjadi pusat budaya dan politik hingga akhir abad ke-9.  

Periode 700 M-900 M menjadi saksi pembangunan sejumlah candi penting yang tetap berdini kukah di Jawa Tengah selama lebih dari satu millenium selanjutnya. Candi paling terkenal adalah Borobudur dan Prambanan. Prambanan yang selesai pembangunannya pada 850 M merupakan candi Hindu sedangkan Borobudur yang kemungkinan dibangun setengah abad sebelumnya merupakan candi Buddha. Situs lain di wilayah tengah Pulau Jawa, Dataran Tinggi Dieng, adalah kompleks candi yang didedikasikan untuk Siwa. Candi Borobudur, Pawon dan Mendut merupakan candi budha yang dibangun oleh raja Samaratungga dari dinasti Syailendra pada abad ke 8. Tiga Candi Budha tersebut memiliki relief atau gambar timbul yang menarik menggambarkan kehidupan sang Budha dan reinkarnasinya dalam bentuk ceritera Jataka dan Lalitavistara. Candi Borobudur dan Pawon terletak di Kecamatan Borobudur sedangkan candi Mendut di Kecamatan Mungkid, 3 km ke arah timur candi Borobudur. 

TIGA CANDI BUDHA DALAM SATU GARIS RITUAL

(Candi Borobudur, Pawon, dan Mendut)

Borobudur, Pawon dan Mendut adalah candi Budha yang dibangun oleh raja Samaratungga dari Dinasti Syailendra pada abad ke-8. Tiga candi memiliki pahatan bergambar yang menarik tentang kehidupan Budha dan reinkarnasinya yang berlatar cerita Lalitavistarra dan Jattaka. Candi Borobudur dan Pawon terletak di kecamatan Borobudur sedangkan candi Mendut di kecamatan Mungkid - 3 kilometer dari situs Borobudur ke arah timur

 sumber gambar kompas.com
 sumber gambar kompas.com

Kompleks Candi Arjuna, Dataran Tinggi Dieng, abad ke 8. Candi Arjuna dibangun pada masa pemerintahan Dinasti Sanjaya dari Kerajaan Mataram Kuno.

Candi ini diperkirakan sebagai candi tertua di Jawa. Hal itu dibuktikan dalam prasasti yang ditemukan di sekitar kompleks Candi Arjuna, yang tertulis tahun 731 Saka atau 808 Masehi.  ( sumber :  https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/30/151000479/candi-arjuna--sejarah-dan-fungsinya )

 Keunikan dari kompleks candi ini adalah penamaannya yang diambil dari tokoh pewayangan Mahabarata yang konon pernah bersinggah di kawasan ini. Kawasan ini menawarkan eksotisme alam yang memanjakan mata sekaligus dataran tinggi dengan hawa yang sejuk menyegarkan. Saat Anda melihat sekeliling Anda akan menemui pemandangan gunung dan kepulan asap yang bersumber dari beberapa kawah vulkanik yang ada di kawasan Dieng. ( sumber : https://putrasikunir.com/blog/candi-arjuna-dieng/#:~:text=Keunikan%20dari%20kompleks%20candi%20ini,pernah%20bersinggah%20di%20kawasan%20ini.&text=Kawasan%20ini%20menawarkan%20eksotisme%20alam,dengan%20hawa%20yang%20sejuk%20menyegarkan. )

 Pembangunan candi-candi Hindu dan Buddha yang begitu besar dan megah dalam periode yang sama dan di tempat yang berjauhan menjadi contoh terbaik tentang dua agama berbeda yang hidup berdampingan di Asia Tenggara kuno. Sementara Borobudur dan Prambanan dikaitkan dengan dua dinasti keluarga yang berbeda-salahsatunya (Dinasti Sanjaya Hindu) pada akhirnya ditundukkan oleh tetangganya yang beragama Buddha-sedikit sekali bukti yang menyebutkan bahwa persaingan politik berujung Pembentukan Negara Kuno permusuhan atau ketegangan antara kedua agama.

Generasi pelopor cendekiawan Belanda biasanya menyebut kebudayaan Jawa sebagai Hindu-Buddha'. Istilah ini tentu saja akurat karena menekankan pada seimbangnya nilai penting kedua tradisi agama ini. Sebagian besar wilayah Asia Tenggara lainnya cenderung menekankan pada satu agama saja, walaupun tidak satu agama pun yang sanggup memonopoli dalam waktu lama. Seperti akan kita lihat, baik agama Buddha maupun kekuatan budaya penting di Jawa hingga milenium kedua. Bahkan, lama setelah pulau ini didominasi Islam-setidaknya secara kuantitas-kebudayaan Hindu- Buddha tetap berpengaruh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun