Mohon tunggu...
Selvina Mutia Sari
Selvina Mutia Sari Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar Sekolah

Setiap kata yang ku tulis adalah eksperimen, setiap halaman adalah langkah menuju sesuatu yang baru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Barongan Mbah Ogok: Saksi Sejarah Perkembangan Reog Ponorogo

10 September 2024   08:00 Diperbarui: 10 September 2024   08:01 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seni Reog Ponorogo sangat identik dengan yang namanya barongan. Barongan Reog Ponorogo merupakan salah satu elemen utama dalam seni pertunjukan tradisional Reog Ponorogo yang berasal dari Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Pertunjukan ini terkenal dengan keunikan dan keindahannya, serta memiliki makna budaya dan spiritual yang mendalam.
Barongan dalam Reog Ponorogo sering disebut sebagai Dadak Merak, yang merupakan topeng besar yang berbentuk kepala singa atau macan. Tak disangka ternyata di Ponorogo masih menyimpan barongan tertua yang berumur satu abad lebih.


Di Desa Tambakbayan, Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Terdapat barongan reog tua yang dibuat sekitar tahun 1990-an. Barongan reog tua itu diberi nama Mbah Ogok karena sudah tidak layak pakai dan dikeramatkan. "Barongan ogok ini  adalah barongan yang sudah lama  dan ini peninggalan Mbah-Mbah saya" ungkap Bapak Safari ketika ditemui di Desa Tambakbayan.


Barongan ini pertama kali diciptakan oleh Alm.Harjo Tangkil pada tahun 1920. kemudian Kesenian ini diwariskan kepada Alm.Mbah Wardi yang dulunya adalah seorang pembarong, dan kini dibawah perawatan Bapak Safari seorang pengrajin reog, dan barongan ini terus dijaga oleh nya sampai sekarang.


Bapak Safari mengatakan Barongan mbah ogok ini terbuat dari kulit macan tutul yang berasal dari Sukosewu, Sukorejo. Macan tutul yang diambil kulitnya, benar benar mati ngurah atau mati secara sendirinya. Barongan ini juga terbuat dari kayu dadap dan matanya terbuat dari bagian bawah botol dan juga terdapat bunga kantil di dahi barongan.


Ukuran dan bentuk barongan pada zaman dulu berbeda dengan barongan sekarang ini ukuran barongan dulu lebih kecil dan bentuknya mengerucut dan dilapisi kulit macan asli, sedangkan sekarang bentuknya bulat , melebar dan dilapisi kulit kambing atau sapi serta lebih dimodifikasi.


Bapak Safari juga mengatakan bahwa Barongan Mbah Ogok juga memiliki fungsi ritual.  Dulu Barongan ini digunakan dalam pentas seni dan berperan sebagai pawang hujan. Setiap malam jumat legi, barongan ini diberi sesaji berupa kembang telon, kemenyan, tandu, dupo dan rokok gerindo. Ritual ini merupakan bentuk penghormatan dan pelestarian budaya leluhur, yang sekaligus menjaga keharmonisan dan keselarasan dalam penggunaan barongan. Namun sekarang Bapak Safari sudah tidak memberi ritual ritual itu lagi karena alasan tertentu.

Upaya untuk melestarikan Barongan Mbah Ogok adalah bagian dari usaha yang lebih besar untuk mempertahankan warisan budaya Ponorogo. Dalam dunia seni tradisional yang terus berkembang, keberadaan barongan ini bukan hanya sebagai simbol dari masalalu, tetapi juga sebagai jembatan saat ini dengan tradisi yang kaya akan makna dan sejarah. "Untuk permasalahan kesenian, dilanjutkan bagus saja, kan itu kesenian ciri khas asli ponorogo, yang terpenting yang lama jangan sampai ditinggalkan dan harus di lestarikan" Pungkas Bapak Safari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun