2. Pasal 7Â menetapkan batas usia minimal bagi calon kepala daerah, yaitu paling rendah 30 tahun.
Namun, bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang berlaku, MK secara mengejutkan mengeluarkan dua putusan yang memicu kontroversi besar:
1. Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024
Putusan ini membuka jalan bagi setiap partai politik untuk mengusulkan calonnya sendiri dalam Pilkada, meskipun partai tersebut tidak memiliki kursi di DPRD. Langkah ini memicu perdebatan serius di berbagai kalangan karena dianggap dapat merusak tatanan demokrasi. Partai-partai tanpa dukungan legislatif yang cukup kuat bisa saja memanfaatkan kebijakan ini untuk meloloskan calon yang tidak memiliki legitimasi kuat di mata rakyat.
2. Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024
Menetapkan bahwa usia pencalonan seorang kepala daerah dihitung pada saat ditetapkan sebagai calon, bukan saat pelantikan. Keputusan ini membuka celah bagi calon yang sebenarnya belum memenuhi persyaratan usia minimal pada saat pencalonan, yang dapat menimbulkan polemik terkait konsistensi dalam menegakkan aturan yang seharusnya dirumuskan dengan cermat dan dijalankan dengan integritas.
Kedua poin inilah yang dianggap bertentangan dengan prinsip fundamental demokrasi Indonesia. Kondisi ini memicu gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat yang ingin mengembalikan marwah demokrasi substantif serta menjaga integritas hukum agar tetap menjadi pilar utama dalam tata kelola negara. Ketidakpuasan ini mencerminkan keresahan publik terhadap adanya potensi distorsi dalam proses politik, yang seharusnya berlandaskan pada aspirasi murni rakyat, bukan sekadar kepentingan elit semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H