Mohon tunggu...
Selvi Diana Meilinda
Selvi Diana Meilinda Mohon Tunggu... Administrasi - Policy Analist

Suka dengan urusan kebijakan publik, politik, sosbud, dan dapur. Berkicau di @Malikahilmi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

The Iron Lady, Kisah Yang Menakjubkan!

5 Februari 2012   16:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:01 1600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1328460176251039883

[caption id="attachment_160594" align="aligncenter" width="600" caption="gambar: www.jagatreview.com"][/caption]

jika ingin mengubah partai maka pimpinlah, jika ingin mengubah bangsa maka pimpinlah!

Kira-kira itulah dialog yang paling saya ingat dari film The Iron Lady yang baru sempat saya tonton di Empire XXI Yogyakarta minggu sore tadi (5/2).

Film yang menghipnotis saya ini mengisahkan tentang kehidupan Margaret Thatcher si ‘iron lady’, perdana menteri perempuan pertama di Inggris dimana rezimnya pun paling lama di abad 20 ini, yaitu dari 4 Mei 1979 hingga 28 November 1990.

Margaret Thatcher tertarik dengan dunia politik karena Ia sangat mengagumi  Ayahnya yang seorang anggota dewan kota ketika ia remaja. Maka setelah menikah dengan Denis Thatcher dan dikaruniai 2 orang anak kembar  bernama Mark dan Carol karir politiknya terus bersinar, padahal sebelumnya ia pernah gagal dalam pemilu di daerah yang dikuasai oleh partai buruh, sementara ia adalah calon dari partai konservatif.

Setelah berkali-kali gagal dalam pemilu, akhirnya Margaret Thatcher berhasil diamanahi sebagai menteri pendidikan oleh Edward Heat pendiri partai konservatif. Diceritakan di sana ketika pertama kali memasuki gedung parlemen, Ia dipandang aneh oleh sesama rekannya yang semuanya laki-laki. Tidak lazim memang saat itu, lihat saja toilet, dan ruangan di dalamnya sama sekali tidak ramah perempuan. Ia harus berdesak-desakan dengan para laki-laki, sungguh ini membuat saya terharu atas perjuangannya.

Semasa menjadi menteri pendidikan, acapkali ia sulit untuk mendapatkan kesempatan berbicara saat hearing. Ketika ia diberi kesempatan bicara tentang kebijakan listrik, tiba-tiba saja listrik padam. Suasana hearing gaduh, dengan sigap Margaret menyorot wajah pemimpinnya dengan senter yang Ia bawa sendiri dalam tas mungilnya. Semua heran dan takjub ketika mengetahui bahwa Margaret telah berpikir dan melakukan apa yang tidak mereka pikirkan. Membawa senter sebagai antisipasi listrik padam.

Ketika serikat buruh mengalami pergolakan dan para buruh mogok bekerja sehingga kota menjadi kacau, sampah-sampah menumpuk dimana-mana. Maka Ia ingin mengubah kekuatan partai konservatif agar bisa mengambil alih kekuasaan partai buruh yang saat itu tak bertaring lagi.

Suatu pagi, setelah pulang dari menemani Carol belajar menyetir Margaret mendapati suaminya Denis Thatcher sedang membakar roti yang ternyata gosong. Saat itulah, Ia mengatakan bahwa ia ingin mencalonkan diri sebagai pemimpin partai konservatif dengan tujuan untuk membuka mata para elit partai konservatif tentang kekacauan saat itu. putrinya menunjukkan ketidaksetujuannya dengan pergi meninggalkan dapur, Denis pun awalnya tidak setuju, dan Margaret menegaskan pada suaminya itu bahwa ia menikahi perempuan yang bekerja untuk pelayanan publik bukan pengusaha sepertinya.

Kemudian, Margaret menemui 2 orang yang diharapkannya sebagai tim sukses untuk maju sebagai pemimpin partai konservatif. Setelah menyimak dialog, pakaian dan body language Margaret, 2 orang itu menyarankan untuk melepas topi dan kalung mutiara yang biasa dipakainya karena terkesan sangat eksklusif. Di sinilah yang membuat saya kagum, ia menyanggupi untuk merubah penampilan dengan melepas topi mungilnya, namun ia tak bersedia menanggalkan kalung mutiaranya karena itu adalah pemberian suaminya.

Mereka mendukung Margaret untuk maju sebagai pemimpin partai konservatif bahkan disemangati lebih dari itu yakni menjadi perdana menteri Inggris. Awalnya Ia pesimis dengan mengatakan bahwa tak mungkin ada perdana menteri perempuan di Inggris. Namun berkat sifat pantang menyerahnya Ia percaya diri untuk maju, kampanye dan akhirnya menang.

Selama menjadi perdana menteri, diceritakan bahwa Margaret lebih sering memilih kebijakan-kebijakan yang tidak popular bagi pemimpin, Ia sering kali memaksakan pil pahit pada rakyat Inggris namun efeknya positif nan menyembuhkan. Terbukti Ia sukses mengubah struktur pemerintahan dan perekonomian Inggris menjadi lebih baik dan sekaligus dianggap sebagai pelopor kelas menengah di Inggris.

Dikisahkan pula bagaimana kepemimpinannya dalam menangani peningkatan jumlah pengangguran dan anggaran ketat dan membawa kepada kerusuhan Brixton di tahun 1981, perang Falklands di tahun 1982, demonstrasi penambang dari tahun 1984 hingga 1985, hingga pengeboman Grand Hotel di Brighton pada saat Konferensi Partai Konservatif 1984 yang hampir merenggut nyawa Margaret yang tengah menulis pidato dan Denis yang tengah menyikat gigi seraya merayunya untuk segera tidur karena waktu sudah menunjukkan pukul 02.30 dini hari.

Film yang disutradarai oleh Phyllida Lloyd ini bagi saya sangat menarik, dengan alur zig zag yang cukup mudah dicerna, dimana kita akan disuguhkan pada halusinasi Margaret tua nan linglung yang selalu asyik bercakap-cakap dengan Denis, padahal suaminya tersebut telah meninggal dunia karena kanker.

Acting dan makeup dari Meryl Streep aktris New Jersey, Amerika Serikat selaku pemeran Margaret Thatcher ini sungguh luar biasa, natural dan sangat menjiwai. Backsound dan latar yang disajikan membuat saya semakin hanyut dengan film ini, walaupun ada beberapa potongan film dokumenter pendukung yang sesekali  disisipi untuk menggambarkan konflik sosial yang terjadi.

Namun sayang, kabarnya para pendukung dan keluarga Margaret Thatcher yang diundang oleh sutradara untuk menyaksikannya pertama kali menolak untuk hadir dan memprotes karena Margaret dikisahkan linglung.

Film yang berdurasi 105 menit ini sangat recommended untuk semuanya terutama para perempuan yang tertarik dengan dunia politik dan kebijakan publik.

Selamat malam Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun