Kerumitan terkait hal sosial ini, ternyata banyak bu, kalau di SDN 12 Klender ini saja bisa saya dan rekan-rekan temukan, sangat mungkin hal yang sama terjadi di tempat lain. Ternyata banyak anak-anak di sekolah ini yang dipaksa juga untuk “bekerja”, mulai dari jualan asongan, memulung, maupun pekerjaan lainnya yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang anak yang penuh impian masa depan. Bahkan saat kami berada di sana, ada orangtua murid yang meminta sekolah untuk membuat surat pernyataan dari sekolah, dan membebaskan anak-anak mereka dari “penampungan” dinas sosial. Mereka tertangkap karena mengamen, mengemis, atau memulung. Pahit dan menyesakkan dada, mungkin kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan kami saat itu. Seketika itu juga saya merasa bersyukur, karena memiliki kesempatan jauh lebih besar dari mereka untuk menjaga mimpi-mimpi saya hingga saat ini.
Bukankan seharusnya tugas menjaga mimpi itu bukan milik satu pihak bu, tetapi banyak orang. Persoalan sosial anak-anak di perumahan padat penduduk, terbelakang, terpinggirkan, dan tidak pernah muncul di halaman utama media besar, juga perlu jadi perhatian. Karena mimpi itu milik semua anak bu, tidak perduli dilahirkan dengan background keluarga seperti apa, mereka generasi penerus kita nantinya.
Mewakili teman-teman relawan di Kelas Inspirasi Jakarta 5 terutama kelompok 44, saya mengucapkan terima kasih atas kesediaan Ibu untuk membaca surat ini. Salam hangat dari seluruh rekan-rekan relawan.
Salam Inspirasi!
Inspirator Kelas Inspirasi Jakarta 5
Selvi Anggrainy
(*berkat bantuan seorang kawan baik - relasi, Ibu Khofifah memang benar membaca surat ini, saat beliau sedang bertugas dan mengunjungi Sulawesi. the least that i could do)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H