Mohon tunggu...
Selvia Indrayani
Selvia Indrayani Mohon Tunggu... Guru - Guru, penulis, wirausaha, beauty consultant.

Pengajar yang rindu belajar. Hanya gemar memasak suka-suka serta membukukan karya dalam berbagai antologi. Sesekali memberi edukasi perawatan diri terutama bagi wanita.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pentingnya Belajar Memahami Saat Pandemi

28 Juli 2021   01:20 Diperbarui: 30 Juli 2021   11:28 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock melalui Kompas.com

"Kamu knapa nggak pulang nengok simbok? Simbok lagi sakit, kok kamu diem wae,"ujar seorang adik pada kakaknya yang berada di luar kota.

"Aku bukannya nggak mau nengok simbok, tapi kondisi pandemi susah buat pulang. Dana buat mudik gede, belum lagi biaya swab. Masa aku pulang juga nggak bawa apa-apa,"timpal kakaknya dengan nada emosi.

Kejadian seperti ini mungkin pernah terjadi dan dialami oleh beberapa orang selama pandemi. Dua kali lebaran tidak dapat mudik. Tiba-tiba ada kabar orangtua sakit atau bahkan meninggal. 

Sebagai anak, pastinya ingin menengok jika orangtua sedang sakit. Namun, kondisi pandemi ini berdampak dalam segala aspek kehidupan.

Mau bekerja sebagai karyawan atau wirausaha, tetap saja terdampak dengan adanya pandemi. Entah terdampak dalam pendapatan atau ruang geraknya. 

Mungkin ada juga orang yang berpandangan jika jadi pegawai atau karyawan itu lebih enak. Gaji pasti dapat dan tidak perlu memikirkan untung rugi seperti jika memiliki usaha atau berjualan. 

Kadang tanpa disadari hal-hal seperti ini menimbulkan iri hati. Padahal tiap orang memiliki masalahnya sendiri dan harus bisa berjuang serta beradaptasi selama pandemi.

"Bukan yang terkuat yang bertahan, melainkan mereka yang paling adaptif menghadapi perubahan."

Kalimat yang diucapkan Darwin menjadi penuh makna di saat sedang terjadi perubahan besar dalam kehidupan manusia. 

Perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dan merombak tatanan yang telah ada sebelumnya. Mau-tidak mau, manusia dipaksa ikut berubah demi bertahan hidup. 

Ada hal-hal yang perlu kita pelajari dan pahami selama pandemi agar tidak menimbulkan sakit hati, antara lain:

1. Karyawan bukanlah pengusaha

Melihat dari kenyataan yang ada, karyawan memiliki tugas bekerja dan mendapatkan gaji. Sementara pengusaha berpikir bagaimana mengembangkan usaha. 

Tanggung jawab karyawan sebatas ruang lingkup kerjanya. Jika sudah bekerja, maka ia wajib mendapatkan gaji. Tidak heran jika mungkin dijumpai karyawan yang bekerja berdasarkan perintah tanpa inisiatif sama sekali. 

Seorang pengusaha bertanggung jawab terhadap kelangsungan usaha yang dijalaninya. Ia berpikir kiat-kiat apa yang harus dilakukan agar usahanya dapat tetap berjalan.

Di masa pandemi, cukuplah dengan memaklumi rezeki tiap orang berbeda. Pasti ada jalan yang disediakan bagi karyawan atau pun pengusaha. 

2. Pemakaman yang sepi

Kabar duka menjadi santapan selama pandemi. Sedih rasanya saat mendapat kabar ada saudara atau teman yang berpulang. Namun, itu semua kembali kepada takdir Sang Kuasa.

Saat pandemi, ada sesuatu yang berbeda saat proses pemakaman. Banyak orang yang takut atau khawatir untuk datang ke rumah duka atau menghadiri pemakaman walaupun yang berpulang bukan karena Covid-19.

Dalam hal ini, pihak yang berduka tidak dapat menuntut sanak keluarga atau teman untuk menghadiri pemakaman. Bisa jadi sanak keluarga atau teman itu sedang sakit atau dalam masa pemulihan pula.

3. Kunjungan saat sakit

Saat ini, berkunjung ke rumah orang lain dalam kondisi sehat saja menjadi kekhawatiran, apalagi mengunjungi orang sakit. Jika biasanya saudara atau teman ramai berbondong-bondong menjenguk yang sakit, sekarang kondisi sangat berbeda. 

Masih bersyukur jika ada orang-orang yang tergerak untuk memerhatikan, walau sekadar melalui pesan teks atau telepon. Bahkan ada yang tetap memberi perhatian dengan mengirimi obat atau buah-buahan sebagai bentuk perhatian dan harapan akan kesembuhan.

Aksi berbagi untuk warga yang isoman (Dokumentasi ANTARAFoto.com)
Aksi berbagi untuk warga yang isoman (Dokumentasi ANTARAFoto.com)

4. Tata cara ibadah yang berbeda

Adanya pembatasan kerumunan dan jaga jarak selama pandemi ternyata juga telah merubah tata cara atau pola ibadah. Dari yang semula datang ke rumah ibadah tanpa masker, sekarang wajib mengenakan masker. Dari ibadah yang semula dilakukan bersama-sama, sekarang dibatasi melalui virtual saja. 

Ibadah Virtual GBI Permata-Ujung Menteng, Bekasi (tangkapan layar FB GBI)
Ibadah Virtual GBI Permata-Ujung Menteng, Bekasi (tangkapan layar FB GBI)

 

Menggunakan masker saat ke tempat ibadah (Dokumentasi suarasurabaya.net)
Menggunakan masker saat ke tempat ibadah (Dokumentasi suarasurabaya.net)

5. Orang lebih mudah tersinggung atau marah

Beberapa waktu lalu, dunia maya dipenuhi dengan video yang berisi kemarahan orang saat diminta putar balik oleh petugas. Demikan mudahnya orang melontarkan kemarahan dengan kata-kata atau sikap yang kurang pantas. Bisa jadi hal-hal seperti ini ada di sekitar kita hanya tidak terekspos media.

Rasa kecewa dan jenuh selama pandemi dapat menjadi pemicu mudahnya seseorang menjadi mudah tersinggung atau marah ketika tidak dapat melakukan apa yang dikehendaki.

Ruang gerak menjadi terbatas dan kegiatan lebih banyak dilakukan di rumah saja. Masih mending jika ukuran rumahnya luas sehingga memiliki ruang gerak leluasa walaupun di rumah saja. Bagaimana jika sebaliknya?

Kesulitan ekonomi juga bisa menjadi penyebab hal ini. Ada yang terdampak PHK atau mengalami kebangkrutan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup seperti dahulu. Rasa tertekan atau stres mempermudah seseorang untuk tersinggung atau marah.

Saat kondisi sedang tidak baik-baik saja seperti saat ini, belajar memahami orang lain dan keadaan menjadi penenang diri. Belajar memahami menjadi rem pertama ketika ingin menuntut keadaan atau orang lain sepemikiran dengan kita.

Kondisi hati lebih utama untuk menjaga imunitas di masa pandemi. Hati yang tenang akan terhindar dari prasangka buruk yang dapat membawa kita pada perasaan tidak nyaman, kecewa, atau stres. 

Semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan kemampuan untuk belajar memahami serta beradaptasi dengan segala perubahan yang terjadi selama pandemi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun