Hari ini saya dikejutkan oleh tingkah salah satu anabul yang pernah menghilang beberapa hari di akhir bulan Mei. Tiba-tiba perangainya menjadi liar dan mengeong tidak karuan.Â
Tidak berselang lama, di lantai terdapat bercak darah. Ternyata, si anabul melahirkan di usia yang masih dini. Entah ini kelahiran prematur atau keguguran namanya. Intinya saya merasakan aneh dan ada rasa tidak terima.
Menyeruak kembali kenangan akhir Mei saat dia menghilang. Perasaan sakit masih ada, saat seekor kucing jantan tua datang menghampiri anabul yang masih berusia 4 bulan (kala itu).Â
"Wah, ini akibat perkawinan dini,"pikirku dalam hati. Rasa kasihan terhadap anabul yang melahirkan di usianya yang masih belum cukup umur membawaku berpikir pernikahan dini dalam kehidupan manusia.
Baik kucing, maupun manusia, perlu ada batas minimal perkawinan jika ingin selamat.Â
Ketika saya cermati, ada tiga hal yang membuat anabulku bisa hamil di usia yang belum matang. Kehamilan yang mengakibatkan nyawa anaknya menghilang, yaitu:
1. Pergaulan
Si Anabul yang satu ini memang berbeda dibandingkan dua saudaranya. Dengan siapa saja dia suka 'Sok Akrab', 'Sok Berani', dan 'Sok Dekat'.Â
2. Suka keluyuran
Paling susah jika meminta anabul yang satu ini masuk rumah malam hari. Kadang harus mencari dahulu, baru mau masuk rumah. Sementara dua saudaranya sudah tidur pulas.Â
3. Adanya kucing jantan yang menanti
Sebelum anabul menghilang di akhir Mei, selalu ada kucing pejantan yang menanti. Sudah berkali-kali disingkirkan, tetapi masih saja mencari perhatian dan ingin mengawini anabul.
Jangan sampai hal seperti ini terjadi pada manusia. Masa di mana anak seharusnya menikmati masa bermain, tetapi sudah harus berumahtangga hanya karena sebuah kesalahan.
Saat ini, anak usia SD kelas 4 atau 5 mungkin sudah ada rasa tertarik dengan lawan jenis. Namun, bukan berarti dia sedang benar-benar jatuh cinta. Ada hormon yang memengaruhi dalam masa pertumbuhannya.
Di masa SD atau SMP, Â merasa tertarik pada lawan jenis bisa terjadi dengan orang yang berbeda-beda. Tidak heran ada istilah "Cinta Monyet" untuk menyikapi peritiwa tersebut.Â
Apa jadinya jika anak sedang jatuh cinta dan langsung dinikahkan? Wah, pasti banyak sekali ditemukan pernikahan di usia dini.
Pemerintah juga mengesahkan batas tentang usia perkawinan. Berdasarkan UU Nomor 16 tahun 2019 (perubahan atas UU Nomor 1 tahun 1974), batas usia minim perkawinan adalah 19 tahun. Melalui hal ini, diharapkan kehidupan pernikahan lebih sehat dan layak.
Ada empat hal yang menjadi pendorong adanya pernikahan usia dini di Indonesia, yaitu:
1. Pergaulan
Usia remaja memiliki jiwa yang labil dan seringkali mengalami penyesalan akibat memiliki pikiran sesaat. Bergaul dengan teman kadangkala dianggap lebih menyenangkan jika dibandingkan bercengkerama dengan orang tua.
Kenyamanan dengan teman memberikan peluang untuk kompak. Jika salah pergaulan, bisa-bisa terseret dalam keadaan yang tidak menyenangkan, misalnya kehamilan di luar nikah. Demi menutup malu, akhirnya dinikahkan walaupun belum cukup umur.Â
2. Faktor Ekonomi
Kondisi pada keluarga yang ekonominya kurang kadangkala menjadi pendorong untuk segera menikahkan anak. Hal ini biasanya terjadi pada anak perempuan.
Anak perempuan yang telah menikah, dianggap sudah menjadi tanggung jawab suami. Lebih bersyukur lagi jika suaminya orang berduit dan mampu membantu ekonomi orang tua.
Nah, ironisnya jika anak dinikahkan di usia dini demi dapat membayar hutang orang tua. Ternyata hal ini masih terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Fisik dan mental anak belum tentu siap di usia pernikahan tersebut.
3. Faktor Pendidikan
Pendidikan memiliki peranan penting dalam mencegah perkawinan dini. Pendidikan yang lebih tinggi membuka peluang untuk dapat mengejar cita-cita dahulu sebelum menikah.Â
4. Faktor Budaya
Pernikahan dini biasanya lebih banyak terjadi pada anak perempuan dan tinggal di pedesaan. Saat ada anak perempuan yang sudah lulus SMA dan tidak segera menikah, selalu saja dipergunjingkan. Sebutan "Perawan Kasep" bagi anak perempuan menjadi pantangan bagi keluarga yang memiliki anak perempuan.
Ada pula sebagian masyarakat yang merasa bangga jika anaknya telah dinikahkan. Anak tersebut sudah dianggap dewasa dan dapat mandiri.Â
Apa pun alasannya, pernikahan usia dini tidak dibenarkan. Bagi perempuan yang mengalami pernikahan dan kehamilan saat usia dini dapat membahayakan nyawa bayi dan ibunya. Bisa saja mental ibu dan kesiapan hormon dalam tubuh belum terbentuk sempurna atau kuat.Â
Akbibat dari pernikahan dini antara lain:
1. Kehilangan masa muda
Masa muda bisa saja masa sekolah dan masa meniti karier. Potensi, bakat, dan minat yang dimiliki tidak dapat maksimal. Bahkan tak jarang ada remaja yang putus sekolah karena pernikahan usia dini.Â
2. Risiko kehamilan meningkat
Kurangnya pemahaman terhadap perawatan kehamilan di usia muda dapat membahayakan kehamilan. Pada remaja yang hamil juga sering terjadi anemia dan preeklamsia yang memengaruhi perkembangan janin. Bayi bisa mengalami gangguan tumbuh kembang atau gangguan sejak lahir.Â
3. Risiko perceraian di usia perkawinan muda
Adanya rasa tidak puas menikmati masa muda dan melihat dunia luar nampak lebih menarik dapat menjadi pemicu perceraian. Masa muda untuk bermain dengan teman terpaksa dihabiskan bersama keluarga. Giliran berkeluarga, inginnya masih jalan-jalan dan melihat pemandangan lain.
4. Terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
Faktor pskilogis masa muda yang belum stabil dapat memicu KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
5. Kemungkinan memiliki tingkat ekonomi rendahÂ
Hilangnya kesempatan bersekolah atau meniti karier di masa muda mengakibatkan bekerja hanya sesuai kemampuan.Â
Biarkan anak menikmati dunianya. Jangan sampai ia terjebak dalam pernikahan dini yang merugikan masa depan.Â
Perlu ada kerja sama dari seluruh masyarakat Indonesia agar tidak terjadi lagi pernikahan dini. Selamatkan dunia anak dari pernikahan dini dan biarkan anak bebas menikmati dunianya.
Artikel Referensi:
5 Pernikahan Usia Dini yang Sempat Heboh di Indonesia
Utang Budi, Anak 12 Tahun di Banyuwangi dinikahkan dengan Pria 40 tahun
Remaja Wajib Tahu, Kehamilan Usia Dini Berisiko Biologis Hingga Psikologis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H