Pentakosta berasal dari bahasa Yunani  "Pentekoste" yang berarti hari ke-50. Tepat 50 hari setelah kebangkitan Yesus, roh kudus dicurahkan kepada para rasul di Yerusalem. Peristiwa ini terjadi 10 hari setelah Yesus naik ke surga.Â
Dalam Kisah Para Rasul dijelaskan bagaimana pengalaman rohani yang diperoleh para murid Yesus pada masa itu. Suatu pengalaman iman yang tidak dapat diwakilkan oleh orang lain. Para rasul menanti janji Bapa dengan bertekun dalam doa dan ada kebersamaan dalam persekutuan.Â
Peristiwa Pentakosta identik dengan pencurahan Roh Kudus. Diawali dengan para rasul yang saat itu sedang berkumpul di Yerusalem. Mereka mendengar bunyi angin keras dan melihat lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap di kepala masing-masing. Mereka penuh dengan Roh Kudus dan berbicara dalam bahasa-bahasa lain seperti yang diberikan oleh Roh kepada mereka.
Peristiwa yang dialami para rasul pada masa itu menjadi awal peringatan Pentakosta. Di beberapa gereja, dilakukan doa dan puasa selama 10 hari setelah peringatan kenaikan Isa Almasih. Saat pandemi, ada gereja yang melakukan persekutuan di gereja dengan tetap menjalankan prokes. Akan tetapi, ada pula gereja yang melakukannya secara online.Â
Memaknai Pentakosta dalam kehidupan saat ini sebenarnya bukan hanya tentang bagaimana Roh Kudus turun dan mendapat hal-hal seperti zaman para rasul. Di zaman yang sudah berbeda dan manusia banyak yang mengejar ambisi semata, perlu ada penuntun yang perlu mengingatkan diri dan menjadi penolong dalam kehidupan. Penolong itulah Roh Kudus yang telah dijanjikan Yesus setelah Ia terangkat ke surga. Roh kudus sebagai teman setia yang menolong, menghibur, dan memberikan tuntunan dalam kehidupan.
Dalam menjalani kehidupan, seringkali manusia terlupa adanya tuntunan Roh Kudus. Ia merasa mampu melakukan segala sesuatu dan mengandalkan kekuatannya sendiri. Seberapa besar peranan Roh Kudus dalam kehidupan setiap pribadi, tidak dapat diukur dengan skala angka. Pengalaman rohani yang ada pada setiap orang berbeda dan tidak dapat dijadikan patokan.
Sebuah perenungan akan Pentakosta, ada empat hal yang menjadi ciri bahwa seseorang dipimpin oleh Roh Kudus:
1. Suka Berdoa
Doa adalah napas kehidupan. Doa dilakukan bukan sekadar rutinitas belaka. Akan tetapi, ada hubungan yang dekat antara pencipta dan ciptaanNya. Doa menjadi landasan dalam menjalani kehidupan.Â
Orang yang suka berdoa akan melakukannya karena merasa sebagai kebutuhan hidup. Jika sehari tanpa doa, rasanya ada sesuatu yang kurang.Â
2. BersaksiÂ
Dalam Kisah Para Rasul 1:8 dituliskan:
Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu menjadi saksiku di Yerusalem dan seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.
Bersaksi dalam hal ini tidak selalu berpatokan menjadi seorang pemimpin agama. Siapa pun bisa menjadi saksi kebenaran. Berani menyampaikan kebenaran kepada sesama.
 Bersaksi juga memiliki arti berani menyampaikan kebaikan-kebaikan Allah yang telah berlaku dalam kehidupan pribadi. Pasti setiap orang memiliki pengalaman pribadi terhadap kebaikan Allah dalam hidupnya. Sayangnya tidak semua orang berani untuk menjadi saksi. Roh Kudus sebagai penuntun akan memampukan untuk bersaksi.Â
3. Menghasilkan Buah Roh
Dalam Galatia 5:22-23 dikatakan:
Tetapi buah Roh ialah:kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.
Setiap orang ibarat pohon yang tumbuh dan menghasilkan buah. Berdasarkan Galatia 5:22-23, ada sembilan buah roh. Buah-buah roh tersebut tercermin dalam tingkah laku maupun ucapan. Orang lain dapat merasakan dampak dari buah roh tersebut.
Dari kesembilan buah roh tersebut, belum tentu setiap orang memiliki semua. Ada yang memiliki satu atau bahkan lebih. Setiap pribadi yang mau dipimpin Roh Kudus, satu per satu akan memiliki buah roh tersebut. Makin hari makin diperlengkapi untuk menghasilkan kesembilan buah roh dan menjadi berkat bagi sesama.Â
4. Peka terhadap Dosa
Dalam konteks Kristiani, dosa dianggap sebagai sesuatu yang melanggar ajaran Tuhan. Bisa berupa ujaran, pikiran, atau tindakan. Hal ini menyebabkan renggangnya hubungan antara pencipta dan ciptaanNya.
Sebagai manusia, pasti pernah melakukan kesalahan dalam hidup. Ada kesalahan yang merupakan dosa, tetapi ada pula yang tidak. Mungkin pernah pula melakukan suatu hal yang bertentangan dengan kata hati. Seperti ada teguran sebelum atau setelah melakukan hal-hal yang merupakan dosa. Seorang yang dipimpin oleh Roh Kudus akan peka dengan teguran yang dirasakan dalam hati.Â
Hidup dalam pimpinan Roh Kudus menjadi suatu kebutuhan bagi orang percaya. Untuk dapat hidup dalam pimpinannya, perlu ada kesadaran memahami peranan Roh Kudus dalam hidup. Kiranya perenungan akan Pentakosta hari ini membawa pemaknaan dan makin memahami peranan Roh Kudus dalam kehidupan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H