Pada tahun 1991, UNESCO menetapkan Borobudur sebagai salah satu situs warisan dunia. Situs warisan yang bersejarah ini dibangun pada tahun 800 M silam, pada masa Dinasti Syailendra. Borobudur diakui sebagai candi terbesar di dunia yang memiliki 1460 relief dan 504 stupa di dalamnya.
UNESCO menetapkan 3 kriteria Outstanding Universal Value (OUV) yang menjadikan Candi Borobudur sebagai Warisan Budaya Dunia. Pertama, kompleks Candi Borobudur berbentuk piramida tanpa atap yang terdiri dari 10 urutan ke atas, bermahkotakan sebuah kubah. Kedua, kompleks Candi Borobudur menjadi contoh seni dari arsitektur Indonesia dari masa awal abad ke-8 hingga akhir abad ke-9. Ketiga, candi ini berbentuk teratai, bunga yang disucikan oleh umat Buddha.
Sebagai warisan leluhur dan kebanggan Indonesia, Borobudur harus tetap dirawat dan dilestarikan. Bukan hanya semata pada bangunan fisiknya, melainkan bagaimana memaknai sentuhan mahakarya yang membuka mata dunia. Indonesia memang penuh pesona yang menyajikan Wonderful Indonesia bagi pariwisata.
Pada dinding candi Borobudur terdapat relief yang menggambarkan setiap kisah dan memberi makna. Pada bagian kaki candi, terdapat 160 panil relief Karmawibhangga yang menceritakan tentang hukum sebab akibat kehidupan manusia yang masih terikat dengan nafsu duniawi.Â
Pada bagian badan candi, terdapat relief yang menceritakan kehidupan manusia yang sudah mulai meninggalkan duniawi, namun masih terikat dengan oleh suatu pengertian dunia nyata. Pada bagian puncak candi hanya ada patung atau arca Budha.
Relief pada dinding candi Borobudur menghadirkan kisah yang dapat dikembangkan sebagai pelestarian budaya dan menarik minat pariwisata. Sound of Borobudur sebagai salah satu upaya merajut keberagaman melalui musik.
Perjalanan Sound of Borobudur melewati waktu yang tidak mudah. Ada proses meneliti relief, membongkar skripsi tentang alat musik di Candi Borobudur, menelusuri berbagai jurnal ilmiah, mencari berbagai alat musik dari 34 provinsi, dan mereplika alat musik yang tergambar di dinding candi.
Gitaris Dewa Bujana, Trie Utami, dan para musisi Purwatjaraka menggagas untuk menghadirkan secara nyata alat-alat musik yang terukir di dinding candi Borobudur. Alunan berbagai alat musik yang awalnya terasa aneh terdengar di telinga, ternyata mampu menghadirkan nuansa yang berbeda.
Simak: Borobudur, Pusat Kebudayaan Dunia pada Masanya
Tergambar dengan nyata berbagai jenis alat musik yang berada di dinding candi:
1. Perkusi
2. Alat Musik Tiup
3. Alat Musik Petik
Alat-alat musik yang tergambar di dinding candi sebenarnya ditemukan di Indonesia dan di luar negeri. Misalnya saja Sape dari Kalimantan atau gambus, dapat ditemukan pada relief dinding Borobudur. Terdapat juga alat musik dari mancanegara misalnya Bo dari China, Udu dari Nigeria, dll.Â
Menurut beberapa pakar, pada abad ke-8 dan ke-9, leluhur kita bisa saja sudah mengenal unsur musikal modern seperti komposisi atau aransemen. Terlihat dengan jelas dimainkannya alat musik yang tidak hanya sendiri dan satu jenis saja.
Proses menghadirkan kembali musik masa lalu ke dalam kehidupan masa kini merupakan usaha merajut keberagaman melalui musik. Hal ini terlihat dari 4 proses yaitu:
1. Mengumpulkan Informasi
Proses mengumpulkan informasi merupakan titik awal perjalanan Sound of Borobudur. Diperlukan kerjasama dan tim khusus untuk terjun ke lapangan. Pastinya pihak pemerintah juga turut serta sebagai perpanjangan tangan pelestarian budaya bangsa.
Gagasan Sound of Borobudur lahir pertama kalinya pada pertengahan Oktober 2016, dalam rangkaian kegiatan Borobudur Cultural Feast, yang meliputi aktivitas "Sonjo Kampung" dan selebrasi pentas seni budaya di lima panggung.Â
2. Mereplika Alat Musik
Mereplika alat musik dari relief candi memerlukan keahlian khusus. Ada banyak ahli yang terlibat untuk menghadirkan kembali alat musik perkusi, tiup, dan petik. Misalnya saja pengerjaan tiga instrument dawai yang bentuknya diambil dari relief Karmawibhangga nomor 102, 125, dan 151. Ali Gardy Rukmana, seniman muda dari kota Situbondo, Jawa Timur dipercaya untuk mengerjakan hal ini.
Jika ternyata tampilan yang ada di dinding candi mirip dengan beberapa alat musik dari berbagai provinsi di Indonesia dan dari mancanegara, bukankah ini sebuah cara untuk merajut keberagaman?Â
3. Mengaransemen lagu
Alat musik yang ada akan menghasilkan nada yang indah saat dimainkan dengan tepat baik secara sendiri atau bersama-sama. Diperlukan tenaga dan keahlian untuk mengaransemen lagu agar menghadirkan keindahan saat ditampilkan.
4. Menampilkan
Menampilkan berbagai replika alat musik yang ada di dinding candi Borobudur memerlukan kerjasama bukan hanya pemusik atau penyanyi. Seperti yang telah dilakukan di  Pendopo Omah Mbudur, Desa Jowahan, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Kamis (8/4/2021). Diperlukan banyak tenaga yang mendukung di belakang layar. Sebuah kerja sama untuk merajut keberagaman melalui Sound of Borobudur.
Sound of Borobudur sebagai salah satu cara merajut keberagaman melalui musik. Alangkah lebih luar biasa lagi jika ada yang mencermati dari segi yang lain. Nyata bahwa Indonesia memang kaya dan memiliki keberagaman yang wajib dijaga dan dilestarikan sebagai kekayaan bangsa. Kehadiran Sound of Borobudur menghantarkan Borobudur sebagai pusat musik dunia.
Para wisatawan dapat datang atau mengenang Borobudur tidak hanya dalam bentuk artefak. Ada sisi yang berbeda, yaitu dari seni. Sebuah komposisi yang pas dan menyentuh di hati sehingga menyadarkan bahwa Borobudur memang luar biasa dan menjadi salah satu bagian Wonderful Indonesia.Â
Wonderful Indonesia merupakan janji pariwisata Indonesia kepada dunia. Kehadiran Sound of Borobudur meninggalkan jejak bukan hanya dari segi arsitektur candi, namun dari sisi seni yang dapat merajut keberagaman di dunia. Borobudur sebagai pusat musik dunia tertuang melalui relief dinding candi yang dinyatakan melalui seni. Borobudur pusat musik dunia yang menghadirkan Wonderful Indonesia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H