Masjid Agung Demak sebagai simbol akulturasi budaya saya pelajari pertama kali ketika duduk di bangku SD. Setiap kali mudik, saya selalu melewati masjid ini. Tidak terlupa pastinya untuk saya perkenalkan kepada anak sambil bercerita. Ada sejarah penting yang terukir di sana dan perlu diketahui oleh anak cucu kita.
Mengenal Masjid Agung Demak, pasti tidak lepas dari kisah Walisongo dan Raden Patah. Walisongo dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa. Raden Patah sebagai raja pertama dari Kesultanan Demak yang menjadi pendiri masjid.
Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Patah memerintah dari tahun 1478 -- 1511 M. Ia lahir dari seorang putri keturunan Cina. Terdapat berbagai versi tentang nama Raden Patah dan asal usulnya. Akan tetapi, jika berbicara tentang Raden Patah, akan melekat pendiri Masjid Agung Demak.
Masjid Agung Demak merupakan simbol akulturasi budaya Jawa, Hindu, dan Islam. Kerajaan Demak berdiri ketika agama Hindu dan Budha masih kuat di Nusantara. Saat itu, penyebaran agama Islam disesuaikan dengan masyarakat yang ada. Simbol akulturasi masjid tertua di Pulau Jawa ini terlihat dari:
1. Atap Masjid
Bentuk atap masjid pada umumnya berbentuk kubah. Akan tetapi, Masjid Agung Demak memiliki bentuk atap segi empat bertajuk tumpang tiga. Bentuk atap tumpang ini mirip dengan bentuk punden berundak pada masa prasejarah. Jumlah tumpang tiga, merupakan angka ganjil. Atap tumpang ganjil serupa dengan tingkat bangunan pura Hindu yang berjumlah 3-11 tingkat. Selain itu, terdapat pula bentuk meru segitiga sebagai lambang persemayaman dewa dalam agama Hindu. Atap berbentuk limas susun tiga ini jika dilihat dari sudut pandang Islam sebagai gambaran akidah Islam, yaitu iman, Islam, dan ihsan.
2. Pintu Bledeg (Pintu Petir)
Pintu Bledeg merupakan nama pintu utama masjid yang terbuat dari kayu jati. Pada pintu ini terdapat berbagai ukiran bergambar dua kepala naga. Hiasan di pintu ini terdapat Candrasengakala yang berbunyi "Nogo Mulat Saliro Wani".
Candrasengkala berasal dari kata Candra yang artinya pernyataan dan Sengakalan yang artinya angka tahun. Candrasengkala di pintu ini diartikan sebagai pernyataan yang berupa waktu (angka tahun). Dari hal ini ditarik kesimpulan bahwa peletakan batu pertama oleh Raden Patah pada tahun 1477 M.
3. Jumlah Pintu dan Jendela Masjid
Jumlah pintu Masjid Demak terdapat 5 buah yang menggambarkan rukun Islam, yaitu:
- Syahadat.
- Salat.
- Zakat.
- Puasa.
- Naik Haji.
Adapun jendela pada masjid berjumlah 6 buah bermakna rukun iman, yaitu:
- Iman kepada Allah SWT.
- Iman kepada para Malaikat.
- Iman kepada kitab-kitab Allah SWT.
- Iman kepada Nabi dan Rasul
- Iman kepada hari akhir (kiamat)
- Iman kepada Qada dan Qadar
Ketiga hal tersebut merupakan contoh akulturasi  yang terdapat pada Masjid Agung Demak. Hingga saat ini, memang telah ada perbaikan pada masjid. Akan tetapi, sisi keunikannya patut dipertahankan. Simbol akulturasi yang perlu dilestarikan karena meneladani dari kisah penyebaran Islam di tanah Jawa dan menghargai masyarakat yang ada.
Simak juga kisah Masjid Agung Demak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H