Menurut Carpenter (1990), kolaborasi mempunyai 8 karakteristik, yaitu:
- Partisipasi tidak dibatasi dan tidak hirarkis.
- Partisipan bertanggung jawab dalam memastikan pencapaian kesuksesan.
- Adanya tujuan yang masuk akal.
- Ada pendefinisian masalah.
- Partisipan saling mendidik atau mengajar satu sama lain.
- Adanya identifikasi dan pengujian terhadap berbagai pilihan.
- Implementasi solusi dibagi kepada beberapa partisipan yang terlibat.
- Partisipan selalu mengetahui perkembangan situasi.
III. Pihak - pihak yang Terlibat dalam Kolaborasi
Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekelompok profesional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum, dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi baik jika terjadi adanya kontribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi pasien, perawat, dokter, fisioterapis, pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu, tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab, dan saling menghargai antar sesama anggota tim.
Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi efektif. Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien sebagai pusat anggota tim.
Perawat sebagai anggota membawa perspektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktik profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati, dan mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagaimana membuat referal pemberian pengobatan.
Selain itu, keluarga serta orang-orang lain yang berpengaruh bagi pasien juga termasuk pihak-pihak yang terlibat dalam kolaborasi. Karena keluarga merupakan orang terdekat dari pasien atau individu yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap individu. Melalui keluarga tenaga kesehatan bisa mendapatkan data-data mengenai pasien yang dapat mempermudah dalam mendiagnosis penyakit dan proses penyembuhan pasien.
IV. Penerapan Kolaborasi Pendidikan dan Praktik Antar Profesi Kesehatan
Kurikulum pendidikan profesi-profesi kesehatan sering dicirikan sebagai kurikulam yang terintegrasi. Kurikulum pendidikan terpadu ini sebaiknya tidak hanya memadukan berbagai disiplin ilmu dari masing-masing profesi yang terkait dengan pelayanan kesehatan perorangan (PKP) dan pelayanan kesehatan masyarakat (PKM). Supaya PKP dan PKM berjalan dengan efektif dan efisien kurikulum pendidikan sebaiknya juga memadukan protap (SOP) dari masing-masing profesi yang terkait dengan pelaksanaan PKP dan PKM.
Integrasi ini dapat diwujudkan dalam pengalaman belajar di kampus dan di tempat praktik. Pengalaman belajar di kampus seperti diskusi kelompok tutorial, penyediaan materi, kuliah pakar, pengajaran dibantu komputer, lab kompetensi) dapat menekankan peran dan kerja sama antar profesi tersebut. Untuk pengalaman belajar ditempat praktik (rumah sakit, Puskesmas, praktik swasta, apotek, laboratorium, tempat-tempat umum, pemukiman penduduk, sekolah, dan tempat kerja) pihak fakultas sebaiknya menjalin kerja sama dengan pengelola-pengelola tempat praktik yang memahami dan menerapkan kerja sam (seperti kimunikasi, koordinasi, dan kolaborasi) antar profesi kesehatan. Modul-modul pendidikan di kampus yang bertemakan gejala atau tanda dan penyakit bukan monopoli dari profesi kedokteran. Kerena tujuan barsama dari semua profesi kesehatan dan non-kesehatan terkait adalah pengendalian penyakit.
Dengan diterapkannya sistem kolaborasi antar profesi kesehatan dalam kurikulum pendidikan, diharapkan mahasiswa keperawatan setelah lulus tidak akan mengalami kesulitan untuk menjalin kerja sama dengan profesi kesehatan lain. Dalam dunia praktik diterapkannya sistem kolaborasi memungkinkan pelayanan kesehatan yang diberikan menjadi lebih berkualitas.