Mohon tunggu...
Selvia Parwati Putri
Selvia Parwati Putri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tiada ragu meninggalkan kata; di sana terbingkai kita ada.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Eksistensi Bahasa Persatuan: Bersemayam di Tenggorokan

9 Desember 2020   20:35 Diperbarui: 11 Desember 2020   08:31 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuesioner yang saya buat perihal "Pemakaian bahasa Indonesia dalam Kehidupan Sehari-hari" dengan sasaran generasi muda.

Berbicara soal bahasa persatuan, mestinya kita tahu bahwa bahasa persatuan atau bahasa Indonesia adalah bahasa yang dijunjung tinggi dan yang dipakai abadi di hati masyarakat Indonesia. Bahasa yang susah payah didapat, melawan penjajah dengan tongkat, bambu runcing nan melekat. Hingga pada akhirnya bertemu pada akhir jerih payah, hasil dari pertumpahan darah: tanah air tercinta. 

Tanah air dengan segala aspek di dalamnya: budaya beragam, adat istiadat beraneka macam, bahasa daerah nan amat banyak, daerah nan amat luas dan sebagainya. Semua aspek itu disatukan atas rasa senasib sepenanggungan: menjadi satu, Indonesia.

Ya, pada tanggal 28 Oktober 1928, Sumpah Pemuda diikrarkan, tonggak utama sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia, ikrar persatuan menyatukan semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Sumpah Pemuda melahirkan tiga asas: menegaskan cita-cita akan adanya tanah air Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia. Pemuda-pemudi Indonesia mengakui bahwa tanah airnya satu adalah tanah air Indonesia, bangsanya satu bangsa Indonesia, dan bahasanya satu yaitu bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia yang dipuja bangga pemuda lama justru berbanding terbalik pada kenyataan di era globalisasi sekarang. Ditemukan segelintir bahkan lebih banyak dari dugaan bahwa pemuda Indonesia lebih senang, lebih bangga, lebih percaya diri saat berbincang menggunakan bahasa asing daripada bahasa Indonesia. 

Permasalahan berbahasa Indonesia ialah munculnya gejala bahasa, seperi interferensi bahasa gaul, yang tanpa disadari turut dipakai dalam berbahasa Indonesia ragam resmi. Hal ini mengakibatkan bahasa Indonesia yang digunakan menjadi tidak baik. Sikap berbahasa Indonesia yang positif dapat ditunjukkan dalam bentuk kesetiaan berbahasa, kebanggaan berbahasa, dan kesadaran adanya norma bahasa yang berlaku (Umar Mansyur, https://osf.io/te3df/download, akses 4 Desember 2020).

Kesadaran pemuda Indonesia dalam berbahasa Indonesia sepertinya dalam kondisi gawat dan mengkhawatirkan. Saat ini, kebanyakan pemuda Indonesia lebih senang berbicara bahasa asing atau menyelipkan istilah asing pada tutur kata mereka. 

Sebagaimana data yang telah saya kumpulkan atas kuesioner yang telah saya sebarkan dengan sasaran generasi muda bahwa 87, 9 persen atau 29 dari 33 orang mengakui bahwa mereka masih menyelipkan bahasa asing atau istilah asing dalam percakapan sehari-hari.

Kuesioner yang saya buat perihal
Kuesioner yang saya buat perihal "Pemakaian bahasa Indonesia dalam Kehidupan Sehari-hari" dengan sasaran generasi muda.

Pemakaian bahasa Indonesia dianggap tidak keren dan tidak mengikuti zaman. Contohnya saja pemakaian istilah kata asing worth it, mungkin bagi kalangan muda kata ini sudah tidak asing lagi. Mereka menggunakan istilah worth it sebagai kata “sepadan” atau “pantas”. Pertanyaannya, mengapa mereka tidak menggunakan kata “sepadan” atau “pantas” saja? Setelah melakukan survei kepada beberapa teman, alasan mereka menggunakan kata worth it adalah karena mengikuti zaman sekarang, mengikuti gaya bahasa influencer di kanal YouTube yang mereka tonton dan juga karena istilah worth it mudah, sederhana, dan terlihat lebih berkelas.

Masih banyak pemuda Indonesia yang menyelipkan bahasa asing atau istilah asing dalam percakapan sehari-harinya. Ada yang menyelipkan bahasa Jerman, Inggris, singkatan istilah asing, bahasa daerah, dan lain sebagainya. Bahkan ada juga yang menggunakan istilah “kasar” seperti kata bacot yang berkonotasi negatif yang dengan mudahnya dia ucapkan. Sebagaimana terlampir data berikut:

Kuesioner yang saya buat perihal
Kuesioner yang saya buat perihal "Pemakaian bahasa Indonesia dalam Kehidupan Sehari-hari" dengan sasaran generasi muda.

Sadarkah bahwa kita hampir saja kehilangan penuh jati diri sebagai warga negara Indonesia? Itu baru bahasanya saja yang dikesampingkan, bagaimana kalau budayanya juga? Miris bukan? Sejatinya, kita tidak boleh lupa akan makna luhur Sumpah Pemuda, ikrar yang sudah diucapkan pemuda-pemudi terdahulu hendaknya terus dilestarikan nilai dan sarat maknanya. Seharusnya generasi muda makin cinta tanah air, makin bangga membudayakan segala aspek kehormatan tanah air. Bukan malah malu, merasa tidak keren, dan tidak bangga. 

Justru kita harus bangga akan budaya Indonesia yang saat ini tengah mendunia, terutama bahasa Indonesia yang saat ini kabarnya tengah digemari anak muda Vietnam. Sebagian besar alasan mereka tertarik mempelajari bahasa Indonesia karena berkeinginan belajar tentang kekayaan Indonesia: seperti mengulik resep kuliner, seni, budaya, hingga wisata. Selain itu, bahasa Vietnam secara struktur mirip dengan Bahasa Indonesia, bahkan frasanya pun sama, sehingga warga Vietnam tidak terlalu kesulitan untuk memahaminya. (Siti Nurfitriani, akses 5 Desember 2020).

Dari lika-liku permasalahan krisis cinta bahasa Indonesia, saya berspekulasi bahwa yang menjadi faktor kurang dicintainya bahasa Indonesia adalah karena masyarakat Indonesia tidak dibiasakan, tidak diajarkan, dan tidak diberi penyuluhan yang cukup akan pentingnya berbahasa Indonesia yang baik dan benar. 

Misalnya saja, kita perlu memasukkan pembelajaran KBBI dalam pelajaran Bahasa Indonesia di kurikulum sekolah, mempelajari PUEBI dengan tuntas hingga mempraktikkan dalam pembuatan karangan. Sejatinya, memang sistem pendidikan negara Indonesialah yang harusnya berbenah. 

Selain sistem pendidikannya, asupan rasa cinta tanah air pun perlu diperkuat bisa dengan bangga menggunakan produk dalam negeri, ikut berpartisipasi pada Hari Kemerdekaan Indonesia, juga bisa ikut andil memajukan seni dan sastra Indonesia dengan melahirkan berbagai karya. Ini diharapkan generasi muda dan seluruh masyarakatnya timbul rasa kepemilikan terhadap aset bangsa Indonesia, termasuk bahasanya.

Cintai bahasa Indonesia dengan utuh, mengaguminya dengan penuh, mempraktikkannya dengan sungguh-sungguh. Jika engkau kagum dengan bahasa persatuan, engkau tahu bagaimana kerasnya perjuangan pahlawan. Utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, kuasai bahasa asing. Cinta bahasa Indonesia, cinta tanah air kita!

DAFTAR PUSTAKA

Apriyono, Ahmad. 2017. Milenial Lebih Suka Berbahasa Inggris, Bagaimana Sikap Orang Tua? (diakses tanggal 3 Desember)

Nurfitriani, Siti. 2019. Suka Duka Melatih Lidah Vietnam Mengucap Bahasa Indonesia.  (diakses tanggal 4 Desember 2020)

Wulandari, Sri. 2019. Perkembangan Bahasa Indonesia sebagai Pemersatu Bangsa (diakses tanggal 5 Desember)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun