Mohon tunggu...
Selsa
Selsa Mohon Tunggu... Administrasi - blogger

aku wanita biasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sumpah Cinta (tak) Ternoda

30 Januari 2016   01:28 Diperbarui: 30 Januari 2016   02:24 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah setahun mama ada di panti ini, dan selama itu pula tiap akhir pekan aku sempatkan mengunjungi perempuan yang telah mengenalkan aku pada dunia. Mama sendirilah yang meminta untuk tinggal di panti ini, dengan alasan biar bisa saling berbagi dengan teman-teman seumurannya. Meski sebenarnya mama belumlah pikun seperti kebanyakan orang-orang tua yang berada di panti ini, hanya sekarang lebih manja sama aku. Bagiku itu wajar, aku anak satu-satunya dan hanya aku orang terdekat mama selama ini.

Alasan mama untuk tinggal di panti ini agar aku bisa konsentrasi kerja, karena saat mama masih tinggal di rumah bersamaku, aku sering khawatir meninggalkan dia sendirian di rumah. Semenjak bi Siti pembantu mama pamit pulang kampung, praktis tidak ada lagi orang yang menemani mama di rumah. Padahal aku sering tugas di luar kota. Rupanya mama bisa membaca kekhawatiranku, lalu memutuskan tinggal di panti ini. 

Pernah aku tawarkan beberapa orang buat membantu sekaligus menemani mama di rumah, namun mama merasa nggak sreg, alasannya pembantu sekarang adanya mainan hp melulu, dan kerjaan sering terbengkalai. Yah sudah aku turuti saja permintaan mama untuk tinggal di panti ini, karena kebetulan juga salah satu pengurusnya adalah teman sekolahku saat SMA, jadi aku bisa tenang menitipkan mama di sini.

**

"Setelah tikungan ini, kira-kira 1 Km ada perkebunan karet mas, kita berhenti di situ" mama memberikan pengarahan padaku saat kami sudah berada dalam perjalanan. 

"Siap tuan putri" aku meledeknya.

"Mas, ucapanmu sama kaya pemuda itu" tiba-tiba mama berkata agak sendu, aku kaget, karena biasanya tiap aku mencandainya, dia akan senang tapi mengapa sekarang terlihat sendu?."dia kerap sebut mama tuan putri" lanjut mama.

"Pemuda siapa ma?" aku mencoba menggodanya agar dia tidak terlalu sedih.

"Nanti mama ceritakan mas"

"Ok "

"Eh mas gimana kabar cucu cantikku Vira?" mama menanyakan cucu kesayangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun