Vida ...
Rupanya takdir menyimpan rasa iba pada kita, lalu kita dipertemukan dalam satu pertemuan yang tak pernah aku duga. Setelah bertahun-tahun aku hidup dalam khayalan untuk bertemu denganmu, Takdir pun mempertemukan kita kembali. Di kotamu, kenangan kembali berkecamuk saat aku menunggumu di salah satu kafe tempat kita janji bertemu. Mataku memandang pada secangkir kopi yang aku pesan, namun pikiranku melintasi dalam kenangan demi kenangan yang pernah tercipta di antara kita.Â
Dan saat kau datang, debur dada ini tak bisa aku tahan lagi, ingin aku berlari memelukmu, namun aku tak sanggup melakukannya. Dosaku kembali menghalangi aku tuk mendekat padamu, hanya uluran tanganku menyambut salammu.Â
Lalu kita larut dalam kisah masa muda dulu, lalu kita terhanyut dalam cerita cinta yang pernah kita tuliskan bersama di buku semesta. Aku sangat bahagia dengan pertemuan kita Da. Dan kau pun memperlihatkan kebahagiaan bertemu denganku. Katamu, aku adalah cinta abadimu. Aku tersanjung.
Â
Sekejab...
Bagai terlempar dalam jurang yang sangat dalam, atau ke dalam ruang kosong hampa tanpa udara, dan nafasku tersengal. Aku terjatuh lagi. Sebuah kenyataan yang tak aku bayangkan sebelumnya. Pengakuanmu bahwa kau membenciku karena telah meninggalkanmu dahulu, membuat aku limbung. Kebencianmu dengan gamblang kau utarakan padaku membuat sesak dadaku. Sejak pertemuan kembali kita, telah berjuta maaf aku lontarkan padamu, pun sederas hujan di musim ke 9, air mata ini mengalir sebagai tanda penyesalan, nyatanya tak mampu membukakan pintu hatimu tuk memaafkan aku.
Â
Kini di kamar sepi, aku hanya bisa mengeja kembali kisah kita. Sekaligus aku mencoba mancari makna dari takdir Tuhan yang mempertemukan kita setelah 26 berpisah, tanpa kabar selembar benang pun pada kita untuk sekedar melegakan hati, bahwa kita berdua masih saling mencintai.
Da...hari-hariku kini hanyalah kesunyian tanpa hadirmu, bahkan bayanganmu tak sudi singgah lagi tuk mengisi lamunan-lamunanku. AKu hanya bisa berdiam, menguraikan air mata ini, dan mencoba sekuat hati tak menyalahkan Tuhan atas takdir ini. Semua telah terjadi, sekalipun air mata darah aku alirkan dari kelopak mataku, itu tak akan mengubah takdir kita. Kita tak mungkin bersatu, kau di sana dalam pelukan diamu, sementara aku di sini mendampingi langkah diaku. Aku tak bisa menjamin permintaanmu untuk melupakanmu dan kisah-kisah kita bisa aku lakukan atau tidak. Karena pesonamu demikian kuat tertanam di hatiku, tak mungkin begitu saja aku bisa melupakanmu Da... Bukankah waktu 26 tahun sudah membuktikan aku tak bisa melupakanmu Da? Permintaanmu ada-ada saja ...
Namun ada satu hal yang aku harapkan saat ini, pinjam bahumu tuk sekedar sandarkan lelah dan tangisku yang menyesali kepedihan kisah cinta kita.
***
puri, 28 1 16