Â
Da, hari ini masih tentangmu, sebab aku tak kan pernah sanggup lupakanmu meski hanya untuk sekejab. pasti kamu akan tertawa saat aku kasih tahu kalau  hari ini aku akan mati bila kau tak telepon aku. Seperti hari kemarin saat aku melapor padamu, bahwa aku mau mati saja karena seharian kamu melupakan aku. Hmmm...Da sebenarnya bukan ragaku yang mati kalau kau tak sapa aku di setiap waktunya, namun jiwaku seakan senyap, seperti  sebuah acara pemakaman, sepi yang terdengar hanya isak tangis kerabat yang ditinggalkan.
Begitupun aku Da..., sehari saja kau tidak berkirim kabar, hatiku gundah, senyap dan entah apa lagi yang aku rasa. Namun selalu saja kamu tak percaya itu. Dan terkadang kamu mentertawakan aku dengan kejam. Aku bilang kejam karena harusnya kamu kasihan melihatku merada karena rindu dan cinta ini terlalu padamu, Ufh..Â
Da... seperti hari ini, kamu tidak berkabar padaku. Aku menunggunya dalam cemas dan gundah. Ada apa denganmu Da?
Ingin aku teriak, atau berlari mencarimu ke setiap sudut dunia ini, lalu memelukmu dan kau tak kan pernah ku lepas lagi. Agar aku tak perlu bertanya pada semilir angin yang lewat tentang kamu, agar aku tak perlu menunggu terlalu lama di serambi rumah kita ini.
Da...seumpama kau tak bisa berkirim kabar padaku, titpkan saja salammu pada iring-iringan anak awan yang melintasi kotamu. Tentu dia akan menyampaikannya padaku. meski dalam rinai yang gigilkan rinduku.
Da, meski aku dirundung duka karena menantimu, namun dedoa tetap aku gulirkan untukmu, sebab aku terlalu mencintaimu.
Â
***
dalam rindu 2015
ilustrasi gambar Gilang Rahmawati
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H