Mohon tunggu...
Selsa
Selsa Mohon Tunggu... Administrasi - blogger

aku wanita biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Janji Terlunasi

10 Juni 2012   02:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:10 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1339293993392518373

[caption id="attachment_187005" align="aligncenter" width="300" caption="foto Mbak Edi Kusumawati Adi (Kampret - Kompasiana Hobi Jepret)"][/caption] " Kau tak seharusnya bermuka cemberut begitu nduk,kecantikanmu tak terlihat sama sekali " nasehat ibu setelah beberapa tamu  berpamitan pulang. " Menuk nggak suka mereka ibu " jelasku " Tapi salah satu dari mereka akan menjadi jodohmu kelak " ibu menatap tajam ke arahku. " Ibu, aku tidak mau di jodohkan dengan Bayu itu, dia sombong dan angkuh " " Kamu belum mengenal dia nduk ayu " " Pokoknya Menuk nggak mau ibu " jawabku lirih merajuk. " Kau belum tahu apa - apa nduk " ibu menghela nafas panjang, matanya nanar memandang ke halaman rumah. Tiba - tiba tetesan bening keluar dari kelopak matanya. " Ibu, mengapa menangis....kalau Menuk bersalah, maafkan Menuk, tapi memang Menuk tidak menyukai Bayu bu, di lingkungan  kampus dia dikenal sebagai pribadi yang sombong dan angkuh, tidak mau berteman dengan orang miskin. Menuk takut , kelak setelah menikah dengannya, Menuk hanya dijadikan keset olehnya " aku mencoba menjelaskan isi hati yang sebenarnya. Bukan aku mau membantah perintah dari ibu yang sudah sangat berjasa di kehidupanku, namun aku memang tidak menyukai Bayu karena pribadinya kurang bagus. Andai yang dipilih ibu bukan  Bayu, mungkin aku akan segera mengiyakan permintaannya. Ibu adalah segalanya bagiku, sejak ditinggal olah ayah saat umurku menginjak 5 tahun,  seorang diri ibu mencukupi segala kebutuhanku  sebagai buruh mencuci di beberapa tetanggaku. Setelah menginjak dewasa barulah aku turut membantu beliau dengan berjualan gorengan pada sore hari setelah pulang sekolah. Untunglah ibu tidak harus mengeluarkan biaya buat sekolah karena aku selalu mendapat bea siswa, jadi kami hanya berupaya untuk mencukupi kebutuhan makan dan sandang saja. Dan sebagai anak aku tak ingin mengecewakan pengharapan ibu, termasuk soal jodohku kelak. Aku termasuk gadis yang terlalu sibuk membantu ibu dan belajar, hingga urusan pacaran belum sempat singgah di pikiranku. Aku hanya ingin secepatnya menyelesaikan kuliah yang tinggal beberapa bulan ini, agar aku segera bisa bekerja  lebih baik dan memberikan waktu buat ibu agar beristirahat dari kelelahan hidup ini. " Nduk...mungkin saatnya kau tahu cerita yang sesungguhnya " kata ibu mengejutkan lamunan panjangku. " Ibu..., kalau ada hal yang mengganjal pikiran ibu, baiknya ibu segera cerita, Menuk pasti menerima semua , asal ibu bahagia " aku merasa sangat berdosa saat kutatap mata ibu menyiratkan kelelahan jiwa yang sangat dalam. Ah...mengapa baru sekarang aku sadari ini, bahwa ibu punya beban pikiran yang sangat berat,gumamku dalam hati. " Dulu, sewaktu masih bujangan, ayahmu bersahabat dengan ayah Bayu, mas Prawiro Hadi itu. Mereka berdua sangat dekat satu sama lain, hingga melebihi hubungan adik kakak. Persahabatan mereka berlanjut sampai masing masing menikah. Dan yang mengesankan pernikahan kamipun berbarengan harinya " sejenak mata ibu berbinar, beliau tentu membayangkan masa indah menikah dengan ayah. " Saat ibu mengandung, ayah mas Prawiro meninggal dunia, lalu ayahmu diminta membantu usaha perkebunan kopi milik keluarganya " ibu terdiam sejenak. " Namun beberapa bulan kemudian datang mas Prawiro dengan wajah yang sangat menakutkan lalu memaki - maki ayahmu dengan kata - kata yang tak sepantasnya. Saat itu ibu baru sebulan melahirkan kamu nduk " " Kenapa ayah Bayu memaki ayah ibu ? " tanyaku penasaran " Ayah di tuduh korupsi di perusahaan keluarga itu" aku terhenyak. " Padahal harusnya mas Prawiro itu sadar, kehidupan ayah dan ibu itu jauh dari hidup berlebihan, karena ibu suka kesederhanaan. Ayahmu tidak mau berdebat dengan mas Prawiro, dia mendiamkan saja tuduhan keji yang di tujukan padanya. Sejak itu hubungan keduanya berkahir, ayah dan ibu akhirnya pindah ke desa ibu sampai sekarang ini. Namun sejak itu ayahmu sakit -sakitan sampai meninggal dunia nduk. Memang itu adalah kehendak Dewata, namun ibu kadang berpikir kenapa mas Prawiro sampai sekejam itu menuduh ayahmu. Saat ayahmu meninggalpun, mas Prawiro dan keluarganya tidak ada yang datang berkunjung". terbata ibu menuturkan peristiwa yang saat itu tak ku ketahui. " Tapi kenapa ayah Bayu malah melamarku ibu " aku bertanya perlahan. " Sebulan yang lalu, mas Prawiro datang pada ibu saat kau menginap di rumah Tiwi sahabatmu untuk mengerjakan tugas akhir itu. Dia hampir seharian di sini nduk. Dia menangis meyesali perbuatannya atas ayahmu dulu. Ternyata dia hanya termakan hasutan adik iparnya yang tidak menyukai kehadiran ayahmu sebagi orang no 2 di perusahaannya. Fitnah itu terbongkar kebenarannya setelah bertahun - tahun saat adik iparyalah  yang ketahuan korupsi". Aku lega mendengar penjelasan ibu, bahwa ternyata nama ayah terbukti bersih. Terbayang olehku bagaimana perasaan sedih ayah karena persahabatannya harus berakhir dengan mengenaskan kala itu. "  Ayah mas Bayu sudah terbukti bersalah tidak mempercayai ayah, bu. Kenapa aku harus menikah dengan Bayu dan menjadi anggota keluarga mereka?, aneh ibu ah.... " ungkapku. " Mas Prawiro melamarmu untuk Bayu sebagai tanda penyesalan yang dalam darinya dan juga sebagai pemenuhan janji yang pernah dia ucapkan dengan ayah sesaat kau lahir nduk " jelas ibu tentang perjodohan itu. Ikrar mereka berdua memang terdengar juga oleh ibu dan istri mas Prawiro yaitu ibunya Bayu yang saat itu menggendong Bayu yang baru berusia 2 bulan. jadi selisih kalian cuma dua bulan". " Apakah ibu tidak sakit hati, mereka telah membuat ayah menderita bu ? aku ungkapkan isi hatiku. " Nduk, mas Prawiro telah mengakui kesalahannya, kita sebagai manusia haruslah menerima seseorang yang sudah minta maaf pada kita, Gusti Yang Agung saja memaafkan hamba yang bersalah kok " ibu tersenyum. " Ibu percaya, andai ayahmu masih hidup, dia akan segera merangkul sahabatnya itu lalu pergi memancing bersama lagi " tawa kecil ibu perlahan menghapus kelam matanya. " Lalu apakah  Bayu setuju berjodoh dengan Menuk bu..?" " Tadi Bayu bilang bersedia menjadi suamimu nduk, mas Prawiro sengaja membawa Bayu agar ibu mendengar sendiri jawaban Bayu dari rencana perjodohan itu. Toh kalian sudah mengenal di kampus walau tak dekat khan..? urai ibu. Kebetulan  aku dan Bayu sekampus walau beda jurusan,  nama Bayu memang agak menggema karena kepintarannya meski sifatnya sombong dan angkuh. Tapi aku sama sekali tak menduga kalau ternyata aku dan dia mempunyai catatan riwayat yang seperti ini. Dan meski aku masih bingung dengan sikap ibu, akhirnya aku mengerti mengapa aku sebaiknya mulai mencoba menerima perjodohan ini, semua demi ayah dan ibu. Aku  ingin melihat  akhir hidup ibu bahagia karena aku telah melunaskan ikrar suaminya yang pernah tertulis di catatan bumi. keset = pembersih kaki *selsa*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun