Mohon tunggu...
Selsa
Selsa Mohon Tunggu... Administrasi - blogger

aku wanita biasa

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sosialita, Hidup Adalah Pilihan

7 Juni 2012   02:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:18 1105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_186365" align="aligncenter" width="300" caption="foto - mbak Dwi Purwanti - Kampret (Kompasiana Hobi Jepret)"][/caption] Semula aku kira kelompok sosialita hanya ada di kota - kota besar yang anggotanya adalah istri pejabat atau wanita berkarier mapan saja. Namun anggapan ini terpatahkan begitu aku mendengar curahan hati seorang sahabat yang ibunya terbawa  dalam keglamouran sosialita itu. Adalah sekelompok ibu - ibu yang mempunyai kios di salah satu pusat pasar terbesar di Temanggung, yang kemudian tergabung di salah satu pengajian majelis taklim. Meski usia mereka sudah diatas angka 5, rupanya tidak menjadi halangan bagi mereka untuk menikmati hasil jerih payah ataupun warisan dari orang tua atau suaminya. Tak jarang mereka berpergian ke tempat - tempat wisata dan berbelanja ke pusat-pusat perbelanjaan. "Yang lebih menghebohkan adalah saat mereka bersama - sama wisata ke Bali beberapa hari" kata temanku ini. Mereka seperti melupakan bahwa usia mereka tidaklah lagi muda dengan dandanan yang kurang pantas berikut asesorisnya. Dan rupanya wisata ke Bali mereka mengundang tanggapan miring baik dari saudara ataupun teman - teman lainnya. Lalu salah seorang dari sosialita ini berkoar bahwa mereka tidak hanya sanggup ke Bali saja, namun mereka akan buktikan bahwa kelompok mereka ini akan berumroh bersama. Entah alasan beribadah atau hanya karena ingin membuktikan diri bahwa mereka kelompok elite, merekapun mendaftar pada salah satu biro perjalanan haji dan umroh setempat. Sebelum keberangkatan umroh mereka mengadakan upacara pelepasan khusus untuk mereka dengan memanggil ustad terkenal di Jawa Tengah. Untuk acara pelepasan jemaah umroh, acara ini dipandang sangat berlebih, bahkan ustad yang mengisi acara itupun sampai berkomentar bahwa beliau baru sekali ini di panggil untuk mengisi acara pelepasan jemaah umroh yang besar - besaran ini. Rupanya ibu - ibu sosialita ini mendengar komentar sang ustad bukan malu tapi malah berbangga diri. Sepulang dari umroh, mereka membuat satu kelompok lagi yang mereka sebut jemaah umroh. Anggotanya tentu saja yang pernah umroh atau berhaji. Dan sepak terjang mereka bukan hanya melulu pada kegiatan keagamaan semata, mereka arisan, menabung bersama untuk keperluan berwisata,dan tentu saja berbelanja  jamaah. Sebenarnya sah - sah saja semua kegiatan mereka sejauh uang yang mereka pakai adalah hasil mereka sendiri -bukan hasil korupsi dan lain - lainnya. namun yang membuat miris temanku adalah karena usia mereka sudah tidak muda lagi. Bukan berarti usia tua hanya boleh diam dirumah, beribadah dan bercengkrama dengan cucu. Namun untuk mereka yang usia sudah diatas 50 itu diharapkan arif dalam bertindak. Termasuk tidak menghamburkan uang sekenanya saja atau asal dia senang. Kadang pula saat mereka bersama di satu forum kelakar mereka tidak mencerminkan kematangan usianya. Mereka cenderung sering meremehkan orang lain yang tidak selevel dengan mereka. Bahkan yang palin menyedihkan jika ada salah satu anggota yang tidak ikut dalam satu acara yang mereka selenggarakan, mereka akan mendiamkan orang tersebut atau bahkan mencoret namanya dari daftar kelompok sosialitanya. Rupanya demam sosialita ini tidak hanya kepunyaan mbak Nunun Nurbaeti, mbak Miranda Goeltom dan kawan - kawan, gejala inipun menyebar di satu kota kecil ini yang jauh dari keramaian dan bertempat di bawah kaki gunung. Memetik pelajaran dari melihat kenyataan ini adalah kita sebaiknya berhati - hati melangkah di usia yang harusnya kita jadi panutan banyak orang atau minimal jadi contoh anak,mantu dan cucu. Namun kembali pada kata bijak "hidup adalah pilihan", dan yang berhak memilih arah langkah kita adalah kita sendiri, walau akibat baik dan buruknya akan berimbas pada sekeliling kita.

*********************

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun