Mohon tunggu...
Selo Sulistyo
Selo Sulistyo Mohon Tunggu... -

Dosen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT-UGM

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Profesor Kerja vs Profesor Penghargaan

29 Oktober 2016   21:17 Diperbarui: 30 Oktober 2016   07:23 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

B. Siapa yang berhak menjadi dosen?

Suatu perguruan tinggi dapat memiliki 2 jenis dosen, yaitu dosen tetap dan dosen tidak tetap. Dosen tetap memiliki jenjang karir dari jabatan akademik asisten ahli, lektor, lektor kepala dan guru besar atau disebut profesor. Adalah Permenpan no 46 thn 2013 yang mengatur tentang bagaimana seorang dosen tetap dapat naik jabatan sebagai jalur karirnya. Lalu bagaimana dengan dosen tidak tetap? Tidak diatur jelas apakah dosen tidak tetap harus mengikuti permenpan no 46 ini atau tidak. Yang jelas Menteri bisa mengangkat siapa saja yang berprestasi luar biasa sebagaimana disebut dalam pasal 72 UU no 12 2012, sebagai berikut.

"Menteri dapat mengangkat seseorang dengan kompetensi luar biasa pada jenjang jabatan akademik profesor atas usul perguruan Tinggi. "

Untuk itu Mendikbud telah mengeluarkan produk turunan dari undang-undang tersebut dalam bentuk peraturan menteri, Permendikbud no 40 tahun 2012 untuk mengatur pelaksanaan pasal 72 tersebut,, utamanya untuk mengatur pengangkatan seseorang yang bukan dosen tetap, untuk menjabat sebagai profesor.

Dari UU dan Permendikbud tersebut jelas bahwa siapa saja (yang berprestasi) berpeluang bisa menjadi dosen (tetap/tidak tetap) dengan jabatan profesor. Saya menilai tidak ada masalah dengan pasal 72l tersebut. Akan tetapi saya menduga, pasal inilah yang menjadi sumber masalah. Pasal ini mengandung makna menghargai prestasi yang telah dilakukan. Kalau kasusnya adalah menghargai tentang apa yang sudah dilakukan oleh seseorang, maka pengangkatan seseorang menjadi profesor hanya semacam penghargaan selayaknya penghargaan kepada pahlawan. Seharusnya, pengangkatan seseorang menjadi profesor memiliki implikasi tugas/beban pekerjaan sebagai profesor. Bisa dianalogikan misalnya, dalam kasus pengangkatan seseorang menduduki jabatan presiden. Kalaupun orang tersebut telah punya pengalaman menjadi gubernur atau wapres, pengalaman tersebut hanya menjadi bahan untuk menilai/mengukur bahwa orang tersebut kira-kira akan mampu menjalankan tugas sebagai presiden. Bukan lalu bisa dianugrahi untuk menjabat sebagai presiden karena prestasinya kan? Lagipula setelah menjabat harus melaksanakan tugas-tugasnya sebagai presiden. Demikian juga untuk kasus pengangkatan seseorang diangkat menjadi profesor. Sudah semestinya pengangkatan didasari atas penilaian bahwa seseorang tersebut akan mampu menjabat sebagai profesor yang berfungsi sebagai motor penggerak dalam perguruan tinggi dalam fungsinya "mengembangkan" ilmu pengetahuan. Tentu saja setelah diangkat harus aktif dan tinggal di kampus, karena fungsinya.

Sekarang kita lihat kasus 2 petinggi negara yang dianugerahi gelar profesor (HP dan SBY).

Untuk kasus SBY:

Secara aturan tidak ada masalah dengan pengangkatan SBY menjadi profesor. Yang ada adalah ketidaklayakan:

  1. Tidak layak seseorang mempunyai jabatan presiden dan profesor dalam waktu yang bersamaaan. Jabatan presiden mempunyai tugas tanggung jawab yang besar. Sehingga tidak layak seorang presiden merangkap jabatan(Ketua partai, ketua dewan pembina partai, presiden dan profesor). Jabatan presiden ada wakilnya, ketua partai ada wakilnya, tetapi apakah penyandang jabatan profesor bisa mempunyai wakil dalam melaksanakan tugas-tuganya? Ooo tidakkkk....Untuk SBY idealnya, jabatan profesor disandang setelah berhenti dari jabatan presiden, agar berfungsi seperti yang diharapkan.
  2. Tidak layak seorang yang mempunyai jabatan profesor, tidak berada di lingkungan kampus.
  3. Tidak layak seorang presiden diangkat menjadi profesor dengan UU dan Permen yang dibuat/disetujui sendiri. Perlu dicatat bahwa semua aturan yang dipakai untuk mengangkat menjadi profesor dibuat semasa beliau menjadi presiden.
  4. Tidak layak seseorang diusulkan oleh perguruan tinggi yang beliau ikut menjadi pendirinya.
  5. Yang tanda tangan pada SK profesor adalah Presiden. Sehingga tidak layak seorang presiden mengangkat dirinya sendiri menjadi profesor. Apalagi semua aturan yang digunakan dibuat/disetujui sendiri.
  6. Tidak layak jabatan profesor diberikan kepada seseorang untuk menghargai prestasi masa lalu tanpa memikirkan/melaksanakan tugas-tugas yang diemban dalam jabatan tersebut

Ketidaklayakan yang ke-6 inilah yang mungkin akan membuat pendidikan tinggi di Indonesia akan tetap "mandul" di masa depan. Memang menjanjikan, bahwa dengan UU dan Permen, menteri dapat mengangkat siapa saja menjadi profesor. Ada jutaan orang di Indonesia yang masuk kriteria dapat diangkat menjadi pejabat profesor. Akan tetapi, jika pengangkatan jutaan pejabat profesor tersebut dilakukan untuk tujuan non akademis (tidak untuk aktif sebegai penggerak perguruan tinggi) justru akan mengakibatkan pendidikan tinggi kita akan suram. Banyak profesor, tetapi tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Untuk kasus HP:

Disebutkan bahwa HP telah lulus S3 Filsafat UGM dan telah menduduki jabatan lektor kepala sejak beliau pensiun. Beliau diusulkan oleh perguruan tinggi yang beliau dirikan sendiri semasa masih menjabat di BIN. Disebutkan juga beliau telah mengumpulkan 850 kredit (persyaratan menjabat sebagai profesor). Hanya sayangnya tidak ada bukti bahwa beliau mempunyai NIDN. Nomer ini merupakan nomer induk dosen. Kalau jabatan beliau lektor kepala, sudah pasti beliau harus ber-NIDN.Berdasarkan informasi di atas, sudah jelas beliau diangkat dalam jabatan profesor menggunakan permenpan no. 46 tahun 2013 (yang terbaru). Hanya saja, menjadi aneh apabila pengangkatan beliau dikaitkan dengan umur beliau yang sudah 69 tahun. Sudah diatur dalam PP No. 32 Th 1980 bahwa batas umur pensiun dosen yang menjabat lektor kepala adalah 65 thn.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun