Hukum adalah aturan yang mengatur tingkah laku manusia untuk menciptakan keadilan dan ketertiban. Di Indonesia, hukum belum efektif, dengan adanya ketidakadilan dalam penegakan hukum, di mana hukum sering kali "Tumpul Ke Atas dan Tajam Ke Bawah". Penegakan hukum yang tidak adil ini menciptakan dampak buruk bagi masyarakat, terutama bagi kelompok yang lebih lemah. Dalam perspektif sosiologi hukum, masalah ini bukan hanya berasal dari substansi undang-undang, tetapi juga dari dampak sosial yang timbul akibat penerapan hukum tersebut. Faktor sosial, politik, dan ekonomi memengaruhi ketidaksetaraan dalam peradilan, memperburuk ketimpangan. Media massa juga memainkan peran besar dalam membentuk persepsi publik tentang hukum, yang bisa memengaruhi proses peradilan. Oleh karena itu, penegakan hukum yang efektif tidak hanya bergantung pada regulasi, tetapi juga pada bagaimana hukum diterapkan dan dipersepsikan oleh masyarakat, serta bagaimana hubungan sosial memengaruhi sistem hukum. Artikel ini akan membahas bagaimana hukum di Indonesia berfungsi, tantangan yang dihadapi dalam menegakkan keadilan, serta bagaimana kekuasaan sosial memengaruhi penerapan hukum.Â
Hukum Indonesia Tumpul Ke Atas dan Tajam Ke Bawah
Ketidakadilan penegakan hukum di Indonesia sering digambarkan dengan istilah "Hukum Tumpul Ke Atas dan Tajam Ke Bawah," yang berarti hukum cenderung lebih keras terhadap masyarakat kelas bawah, sementara kelas atas atau mereka yang berkuasa sering mendapatkan perlakuan istimewa. Faktor ketimpangan sosial, politik, dan kekuasaan memperburuk masalah ini, di mana pelaku pelanggaran hukum dari kalangan atas sering lolos dari sanksi, sementara kelompok bawah mendapat hukuman berat untuk pelanggaran ringan. Contoh kasus korupsi menunjukkan bahwa kekuasaan dan politik sering memengaruhi proses hukum. Ketimpangan ini juga tercermin dalam sistem peradilan yang tidak selalu adil, dipengaruhi oleh kekuasaan, kekayaan, dan hubungan pribadi. Hal ini menimbulkan ketidakpercayaan terhadap keadilan hukum, yang semakin diperburuk oleh pengawasan yang lemah terhadap institusi penegak hukum, serta pengaruh politik dan ekonomi yang menghalangi pelaksanaan undang-undang.
Struktur Hukum di IndonesiaÂ
Struktur Hukum di Indonesia mencerminkan keberagaman sosial, budaya, dan politik bangsa. UUD 1945 sebagai sumber hukum tertinggi mengatur pembagian kekuasaan, fungsi lembaga negara, serta hak dan kewajiban warga negara. Amandemen UUD 1945 memperkuat sistem demokrasi dengan memberi peran lebih besar kepada lembaga legislatif dan membatasi kekuasaan eksekutif. Produk hukum seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah saling melengkapi untuk menciptakan tatanan hukum yang komprehensif.
Dalam sistem peradilan, terdapat berbagai lembaga: Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi, Peradilan Umum untuk perkara pidana dan perdata, Peradilan Agama untuk perkara agama, Peradilan Militer untuk kasus TNI, dan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk sengketa administrasi. Sistem hukum Indonesia yang menggabungkan Pancasila, hukum adat, dan pengaruh hukum Barat dirancang untuk menyesuaikan diri dengan perubahan masyarakat.
Lembaga penunjang seperti Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Konstitusi (MK) semakin memperkuat sistem hukum. KY menjaga kehormatan hakim, sedangkan MK menguji undang-undang terhadap UUD 1945 dan menangani sengketa antar lembaga negara. Struktur hukum Indonesia berupaya menciptakan sistem yang adil, modern, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di era globalisasi.
Keadilan dan Kekuasaan Sosial dalam Praktik Hukum di Indonesia
Keadilan dalam hukum Indonesia menekankan perlindungan hak asasi manusia dan penerapan hukum yang adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, atau politik. Namun, tantangan besar muncul karena kekuasaan sosial yang memengaruhi penerapan hukum, sering kali menyebabkan ketidaksetaraan. Kelompok dengan kekuasaan ekonomi, politik, dan budaya memiliki pengaruh lebih besar dalam proses hukum, sementara kelompok marginal sering kali tidak diperlakukan setara.
Ada tiga cara untuk melihat keadilan: distributif (pembagian sumber daya yang adil), prosedural (proses hukum yang transparan dan setara), dan komutatif (kesetaraan perlakuan). Namun, ketiga jenis keadilan ini sering terganggu oleh kekuasaan sosial.
Praktik hukum di Indonesia dipengaruhi oleh faktor ekonomi, politik, dan sosial. Mereka yang lebih kaya atau berkuasa memiliki akses lebih mudah ke sistem hukum yang baik, sementara kelompok ekonomi rendah kesulitan mendapatkan akses yang sama. Pejabat negara juga dapat memanipulasi sistem hukum untuk kepentingan pribadi atau kelompok mereka, memperburuk ketidakadilan. Selain itu, pengaruh sosial budaya menyebabkan perlakuan yang lebih baik bagi kelompok dengan status sosial tinggi atau mayoritas budaya.
Tantangan dalam Menegakkan Keadilan
Menjaga keadilan di Indonesia menjadi tantangan besar akibat ketimpangan akses terhadap layanan hukum. Masyarakat berstatus sosial dan ekonomi rendah sering kesulitan memperoleh layanan hukum, baik karena biaya tinggi maupun minimnya infrastruktur hukum di daerah terpencil. Proses hukum yang lamban dan kurangnya bantuan hukum memperburuk ketimpangan ini. Selain itu, korupsi di kalangan aparat hukum dan pejabat publik, serta pengaruh politik, membuat hukum sering berpihak pada pihak kaya atau berkuasa, sementara kelompok lemah menjadi korban ketidakadilan.
Kelemahan infrastruktur hukum, kurangnya pelatihan aparat penegak hukum, dan rendahnya pengawasan menjadikan sistem hukum tidak efisien dan rentan penyalahgunaan wewenang. Diskriminasi berbasis agama, etnis, dan gender juga memperburuk ketidaksetaraan dalam perlakuan hukum. Minimnya reformasi hukum yang menyentuh aspek-aspek mendasar seperti independensi peradilan dan akses hukum merata menunjukkan bahwa penegakan keadilan di Indonesia masih menghadapi tantangan besar.
Solusi dan Harapan untuk Sistem Hukum Indonesia
Mengatasi tantangan dalam sistem hukum Indonesia memerlukan reformasi menyeluruh, dimulai dengan penguatan independensi lembaga peradilan untuk memastikan aparat hukum bekerja secara profesional tanpa tekanan politik atau korupsi. Pelatihan berkelanjutan bagi aparat hukum juga penting untuk menjaga kompetensi dan integritas.
Pemberantasan korupsi menjadi prioritas utama, dengan memperkuat peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan penerapan teknologi untuk transparansi dan efisiensi. Digitalisasi sistem hukum dapat meminimalkan korupsi dan meningkatkan kepercayaan masyarakat. Pemerataan akses keadilan sangat penting, termasuk menyediakan bantuan hukum gratis bagi masyarakat miskin, memperluas infrastruktur hukum ke daerah terpencil, dan mendigitalisasi layanan hukum. Harmonisasi regulasi dan penegakan hukum yang menjunjung hak asasi manusia juga diperlukan untuk menciptakan sistem hukum yang inklusif dan adil.
Membangun budaya hukum berintegritas melalui pendidikan hukum dan sosialisasi akan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka, serta mendorong aparat hukum dan masyarakat untuk menghormati keadilan. Langkah-langkah ini diharapkan membuat sistem hukum Indonesia lebih inklusif, transparan, dan adil bagi seluruh rakyat, sebagai fondasi masyarakat yang sejahtera dan harmonis.
Kesimpulan:
Hukum di Indonesia masih mengalami ketidakadilan, dengan kekuasaan sosial yang memengaruhi proses peradilan. Untuk mencapai keadilan, reformasi hukum, pemberantasan korupsi, dan pemerataan akses keadilan sangat diperlukan. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan sistem hukum dapat lebih adil dan transparan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H