Mohon tunggu...
Sellyn Nayotama
Sellyn Nayotama Mohon Tunggu... -

Siswa SMP kelas 2 (thn 2018), suka membaca dan menulis. Novel pertama "Queen Kendzie" (terbitan Kompas Gramedia); cerpen "Jam Weker Shabby" dalam antologi (Penerbit Mizan). Baca juga di akun: www.kompasiana.com/sellynnayotama

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Elden dan Eglantine

6 November 2018   13:37 Diperbarui: 6 November 2018   15:21 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bacakan ceritaku |pixabay.com

"Millie tahu orangtuanya baik. Buktinya, ia hidup berkecukupan, tiada kurang suatu apapun. Bajunya selalu model terbaru. Jam tangannya? Jangan ditanya, itu paling mahal di kota, semua peralatan di rumahnya, itu," Elden mulai terisak.

"Ia hanya bingung bagaimana mendeskripsikannya. Aku ingat, waktu itu Millie menulis, 'Aku tahu mamaku baik-ia wanita terbaik di hidupku. Akan tetapi aku tak mengerti, jika memang ia mengasihiku, mengapa ia tak mengasihi papa juga? Mengapa ia menyakiti papa dengan kata-kata kasar dan pukulan-pukulan tajam? Tampaknya cukup. Aku akan menangis.' Bahkan, yah, aku tak bisa membayangkan bila berada di posisinya."

Ayah Elden menatap putranya dengan kagum. Sekecil itu, ia sudah memiliki rasa empati terhadap orang lain, dan itu patut diapresiasi. Maka dengan bijak, ayahnya berkata, "Elden, karena itu..bersyukurlah, atas apa yang kamu punya sekarang. Kamu punya ayah dan ibu yang sangat menyayangimu, bahkan kau tak bisa membayangkan seperti apa kasih kami padamu, Elden. Dan juga atas kehadiran adikmu, Eglantine. Apa kamu sudah cukup bahagia?" Sejurus kemudian, Elden mengangguk mantap. "Tentu," sahutnya.

***

Malam itu, hari jadi pernikahan Elvis dan Eleanor. Diliputi suasana bahagia yang membuncah, juga keharuan akan masa lalu yang mereka jalin bersama sejak 15 tahun, Eleanor tampak begitu bercahaya. Ia memang cantik, tapi malam ini, ia benar-benar memancarkan kebahagiaan. Lihatlah, tanpa sapuan riasan pun, Elvis sudah menatapnya tanpa berkedip.

Eleanor duduk di depan cermin, menyapukan riasan tipis, dan menuju garasi rumah mereka, untuk berkunjung menikmati makan malam di salah satu restoran terbaik di kota mereka, Diles Cate.

Elden dan Eglantine melambaikan tangan. Itu boleh jadi malam terindah, dan malam penuh duri di hidup Elden. Saat ini ia belum mengerti. Elden dengan santai menuju ruang tamu, dan melanjutkan menonton film animasi pinguin bersama Eglantine. Gelak tawa bocah perempuan yang duduk di kelas 1 SD itu terdengar menggemaskan. Kalian akan tahu bila bertemu langsung dengannya.

"Kak, apakah pinguin bisa berbicara?" tanya Eglantine, sambil merebahkan dirinya di atas karpet lantai yang lembut. Elden mengangkat bahu. "Ya ampun, El, kamu ada-ada aja, sih. Hmm, tapi kurasa aku tahu jawabannya. Mereka bisa berbicara ... dengan bahasa mereka sendiri, tentunya. Berbeda dengan bahasa Indonesia atau Inggris yang sering kita gunakan," ujar Elden asal-asalan, meski begitu terdengar masuk akal pula.

"Kalau gitu coba kau berbicara dengan mereka, kak," Eglantine terlihat antusias. Elden hanya menggeleng santai. "Nggak, ah, untuk apa? Supaya kamu bisa lebih rajin makan sayur?" ledek Elden. Memang benar, Eglantine sangat malas jika sudah menyangkut makanan sehat. Ia bisa tahan berlari di lapangan kompleks selama 30 menit tanpa istirahat, tapi untuk nutrisi yang masuk ke tubuhnya ... hmm, kurang.

Mendengar hal itu, Eglantine malah tertarik. "Wah, kelihatannya seru. Kalau begitu, kau ajari aku dulu memakai bahasa pinguin, kak! Aku janji setelahnya akan rajin makan sayur," nada suara Eglantine terdengar bersungguh-sungguh. Elden melotot. "Ya ampun, itu namanya kamu tidak ikhlas, padahal itu kan untuk tubuhmu sendiri," seru Elden.

Gelak tawa Eglantine pecah, ia berguling di karpet, menertawakan kakaknya yang ternyata tidak bisa diajak bercanda. Setelah tawa Eglantine reda, Elden meminta Eglantine bercerita mengenai minggu pertamanya menjadi siswa di kelas 1 SD.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun