Mohon tunggu...
Selly Mauren
Selly Mauren Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Writing is my daily journal. Welcome to my little blog. Hope the articles will inspire all the readers.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenang Momen Perjuangan Pemuda-pemudi dalam Janji Sumpah Pemuda dan Tantangan Masa Kini

28 Oktober 2024   22:17 Diperbarui: 28 Oktober 2024   22:38 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemuda-pemudi bangsa Indonesia. Photo by Dio Hasbi Saniskoro via Pexels.com

96 tahun lalu, tepatnya pada tanggal 27-28 Oktober 1928, terjadi momen sejarah penting yang melibatkan segelintir tokoh-tokoh pemuda Indonesia. Momen tersebut adalah Kongres Pemuda yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), dimana para anggota aktifnya adalah pemuda-pemudi dari berbagai daerah di Indonesia. 

Kongres Pemuda yang berlangsung selama dua hari tersebut menghasilkan suatu keputusan yang tertuang dalam ikrar janji Sumpah Pemuda, dengan semangat nasionalisme dan kesatuan tanpa memandang latar belakang suku, ras, dan agama. 

Sumpah Pemuda lahir pada Kongres hari kedua, yakni tanggal 28 Oktober 1928. Tujuan diadakannya kongres pemuda tersebut adalah atas dasar keinginan kuat mempererat rasa persatuan dan kebangsaan yang telah tumbuh dalam benak pemuda-pemudi. 

Saya mengajak anda kilas balik untuk mengenang kembali momen bersejarah ini ...

Terdapat beberapa hal penting yang dibahas dalam Kongres Pemuda II dan tercatat rapi dalam agenda sejarah yang perlu diingat kembali pada masa kini. 

Pada rapat pertama, Muhammad Yamin menjelaskan ada 5 faktor penting yang mampu memperkuat persatuan bangsa Indonesia, yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan dan kemauan. 

Pada rapat kedua, agenda yang dibahas adalah terkait bidang pendidikan. Dalam pidato sambutannya, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro menjelaskan bahwa anak bangsa wajib memelajari pendidikan kebangsaan dan harus tercapai keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Selain itu, sifat demokratis perlu ditanamkan pada diri anak bangsa. 

Selanjutnya, titik puncak dari Kongres Pemuda II yang menorehkan sejarah penting bagi bangsa, yaitu pada rapat ketiga dimana Sumpah Pemuda dikumandangkan dengan agenda pentingnya memperkuat kesadaran berkebangsaan dan memperteguh kesatuan Indonesia. 

Ilustrasi pemuda-pemudi bangsa Indonesia. Photo by Dio Hasbi Saniskoro via Pexels.com
Ilustrasi pemuda-pemudi bangsa Indonesia. Photo by Dio Hasbi Saniskoro via Pexels.com

Pengamalan nilai-nilai dan semangat dalam Sumpah Pemuda harus terus dipelihara oleh pemuda-pemudi. Namun, seiring berjalannya waktu, pengamalan janji Sumpah Pemuda kian sulit diimplementasikan, khususnya di era digital.

Globalisasi menjadi tantangan utama masa kini terlebih dalam rangka bertolak ke arah masyarakat digital 4.0. 

Berikut ini adalah beberapa tantangan di era digital yang pernah dan masih terjadi di negara Indonesia sekaligus cara penanggulangannya: 

Pertama, berita hoax yang disebarluaskan tanpa memastikan terlebih dahulu sumbernya dapat dengan mudah menebarkan kegelisahan, kekhawatiran, ketakutan, dan kemarahan masyarakat. 

Hal ini dapat diatasi dengan meningkatkan kecakapan dan kepekaan memeriksa kebenaran dan kelayakan informasi sebelum dibagikan.  

Kedua, menyebarluaskan konten negatif yang menyalahi nilai dan norma berpotensi menimbulkan perpecahan antar kelompok. Misalnya, konten provokatif dan menyinggung kelompok masyarakat tertentu wajib diperangi bersama. 

Sebagai  pemuda-pemudi bangsa Indonesia yang melek digital, perlu memiliki kesadaran bahwa menghadirkan konten yang memberdayakan dan mendorong pertumbuhan positif bagi semua lapisan masyarakat merupakan tanggungjawab bersama. 

Oleh karena itu, mulailah menebarkan semangat positif yang saling membangun dengan mengunggah konten-konten positif, sehingga tercipta lingkungan digital yang ramah dan edukatif. 

Ketiga, kesenjangan akses digital yang kemudian berdampak pada terbentuknya strata sosial tidak resmi dalam lingkup terdekat masyarakat. 

Kepemilikan produk-produk berbasis teknologi, menciptakan social pride tersendiri bagi seseorang. Terlebih khusus anak muda yang sejak dini terpapar teknologi. Motif menjalin hubungan sosial pun diwarnai dengan seberapa canggih gadget yang dimiliki. 

Menanggapi problematika ini, maka disarankan untuk bersama-sama secara aktif menyemarakkan kampanye berkelanjutan tentang solidaritas, toleransi, dan kolaborasi antar berbagai kelompok masyarakat guna menjaga persatuan dan kesadaran berbangsa. 

Keempat, kuatnya pengaruh budaya luar yang masuk ke Indonesia, beresiko melunturkan semangat berbangsa dan bernegara jika tidak disaring dengan bijak. Kecepatan akses informasi mengakibatkan produk kultur mudah tersalurkan dari dalam dan luar negeri.

Permasalahan utama yang dihadapi negara, mungkin menjadi kekhawatiran terbesar adalah resiko lunturnya apresiasi anak bangsa terhadap budaya sendiri. Padahal, banyak sekali talenta-talenta muda yang menghasilkan karya seni menarik dan pastinya mencerminkan identitas bangsa. 

Namun, ada beberapa aspek budaya yang masih bisa diterima dan dipelajari karena memberikan banyak keuntungan, yaitu bahasa asing. Pemuda-pemudi yang mampu berbahasa asing pantas diapresiasi karena bermanfaat mengenalkan bangsa Indonesia ke kancah Internasional melalui jalur karir, international networking, pengembangan diri, hingga memajukan industri pariwisata.  

Oleh karena itu, sebagai anak bangsa perlu tanggap menyeleksi dampak positif dan negatif dari budaya luar dengan tetap mengharagai dan menjaga identitas budaya sendiri. 

Kelima, gaya hidup yang tidak terkendali karena pengaruh globalisasi. Life style anak bangsa yang tidak sejalan dengan nilai dan norma menjadi tantangan terakhir di era digital yang dibahas dalam artikel ini. 

Menghadapi fenomena tersebut, maka peran pendidikan sangat lah penting untuk meningkatkan kesadaran menjaga nilai-nilai dan tanggung jawab sosial yang ditanamkan sejak kecil. 

Berdasarkan survei terbaru, sekitar 33% remaja usia 18-20 tahun pernah berhubungan seksual. Data lain dari BKKBN menampilkan sebanyak 4.38% remaja usia 10-14 tahun dan 41.8% remaja usia 14-19 tahun terlibat dalam seks bebas. 

Data diatas menjadi bukti bahwa globalisasi digital mempengaruhi pemikiran pemuda-pemudi melakukan aktivitas yang tidak sesuai dengan usianya.  

Ilutrasi kerja sama. Kreator billiondigital via depositphotos.com
Ilutrasi kerja sama. Kreator billiondigital via depositphotos.com

Sebagai penutup, tantangan pemuda-pemudi menjaga persaturan dan kesatuan bangsa di tengah perkembangan digital yang semakin pesat bukan persoalan gampang. 

Diperlukan kemampuan untuk cakap memanfaatkan media digital dalam menyampaikan pesan-pesan positif dan saling mendukung antara kelompok masyarakat. 

Mengedepankan empati dan rasa menghargai di lingkup digital sangat dibutuhkan guna menghindari perpecahan yang tidak berarti.  

Terakhir, semangat inisiasi pemuda-pemudi  sangat krusial dalam mendorong kolaborasi antar kelompok masyarakat untuk meningkatkan persatuan dan kebersamaan menyesuaikan diri pada perkembangan digital yang lebih inklusif dan pemanfaatan tepat guna.    

Referensi

Sejarah Sumpah Pemuda – Museum Sumpah Pemuda 

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7606002/tiga-tujuan-sumpah-pemuda-yang-dibacakan-pada-kongres-pemuda-ii

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun