Mohon tunggu...
Selly Mauren
Selly Mauren Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Writing is my daily journal. Welcome to my little blog. Hope the articles will inspire all the readers.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Benarkah Generasi Alfa Kurang Mampu Bersosialisasi?

19 Agustus 2024   15:41 Diperbarui: 19 Agustus 2024   15:41 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kegiatan anak outdoor.Photo by Lukas from Pexels.com 

Apakah generasi alfa akan menjadi generasi masa depan yang lebih memahami mesin daripada sesama manusia? 

Generasi Alfa. Sesuai dengan namanya yang bermakna awal, pertama, dan terkemuka. Mereka yang tergolong generasi alfa adalah yang lahir setelah tahun 2010. Pada masa ini ada banyak teknologi super canggih lahir yang kemudian melengkapi hidup generasi alfa. Dengan demikian, dibandingkan dengan generasi z, mereka lebih piawai mengoperasikan teknologi digital. Perhatikan saja anak usia 2-3 tahun yang pandai menggunakan gawai tanpa perlu belajar panduan lengkap terlebih dahulu. 

Karakteristik utama generasi alfa sangat jelas terukur akan lebih sukses di masa depan yang ramai oleh kemajuan teknologi. Oleh sebab itu, sejak dini mereka dipersiapkan secara khusus tentang pendidikan digital. Bahkan penyesuaian pola asuh orangtua mengikuti perkembangan mereka yang dikenal dengan digital parenting, yaitu gaya pengasuhan anak yang ramah digital. Bisa dilihat bukan, betapa pentingnya pengenalan digital pada generasi alfa sebagai bekal penting di masa depan? 

Transisi ke abad ke-21 yang ditandai dengan revolusi teknologi dan komunikasi bisa dikatakan telah berhasil terintegrasi secara penuh pada generasi alfa. Globalisasi pendidikan, ekonomi, politik, dan sosial bergerak cepat di masa mereka yang menyebabkan hampir semua aktivitas generasi alfa berlangsung secara digital. Contoh nyata yang terealisasikan adalah kurikulum pendidikan yang berupaya keras mengimplementasikan pendidikan komputer dan belajar digital agar adaptif terhadap kebutuhan belajar generasi ini.

Keuntungan besar yang diraup generasi alfa di era sekarang adalah kemudahan menjalin koneksi dengan siapapun di seluruh dunia. Mereka hanya perlu menyiapkan gadget dan internet untuk menemukan teman baru melalui game online, live streaming, dan via chat apps. Selain itu, kemampuan linguistik mereka pun berkembang lebih cepat dibandingkan generasi sebelumnya karena difasilitasi media edukasi canggih. 

 

Ilustrasi kegiatan anak outdoor.Photo by Lukas from Pexels.com 
Ilustrasi kegiatan anak outdoor.Photo by Lukas from Pexels.com 

Pergeseran kebiasaan sosialisasi generasi alfa menjadi perhatian penulis di artikel kali ini. Membayangkan interaksi mereka di masa depan yang didominasi oleh tenaga mesin menimbulkan kekhawatiran tersendiri tentang hubungan sosial mereka di dunia nyata. Apakah generasi alfa akan menjadi generasi masa depan yang lebih memahami mesin daripada sesama manusia?  

Sehubungan dengan upaya memelajari perkembangan generasi baru, cabang ilmu Psikologi mengembangkan banyak penelitian terbaru untuk memahami generasi tech-savvy. Banyak sudah hasil penelitian mereka yang menarik untuk diketahui karena menguak sisi lain dari generasi alfa yang terlanjur mendapatkan stereotip generasi lembek di masyarakat. Beberapa temuan dalam penelitian terstruktur menunjukkan sisi terang dan gelap dari generasi alfa.

Ilustrasi anak generasi alfa dan orangtua milenial. Photo by Ketut Subiyanto from Pexels.com
Ilustrasi anak generasi alfa dan orangtua milenial. Photo by Ketut Subiyanto from Pexels.com
Pertama, dijelaskan bahwa generasi alfa akan menjadi generasi pertama yang membuka gerbang keseimbangan hubungan manusia dengan teknologi. Mereka secara aktif belajar dan mengembangkan teknologi yang berguna di masa depan seperti memajukan sumber daya energi terbarukan yang bermanfaat bagi hidup manusia. 

Kedua, pengetahuan mereka terhadap kesehatan mental lebih maju dari generasi sebelumnya. Ilmu kesehatan jiwa dan mental akan jauh lebih berkembang pada masa mereka yang memengaruhi perilaku komunikasi dan cara mereka memandang hubungan antar manusia. Namun, generasi sebelumnya mungkin mengalami perdebatan dengan mereka karena resiko nilai-nilai dalam sistem kepercayaan generasi dahulu akan luntur pada masa generasi alfa berkuasa. 

Ketiga,  kecenderungan gaya hidup individualistis berkembang pesat pada generasi alfa. Sebenarnya gaya hidup individualistis bukan lagi hal baru bagi generasi milenial dan generasi z yang notabene adalah orangtua generasi alfa. Namun perkembangannya makin parah dengan dukungan tren generasi alfa yang tech-savvy dan konsumerisme tinggi karena tuntutan memiliki peralatan elektronik serta materialistik canggih lainnya. 

Keempat, adiksi bermain game online/offline dikategorikan sebagai gangguan mental (disorder) pada generasi ini. Banyak penelitian menunjukkan bahwa adiksi main game menyebabkan munculnya banyak masalah seperti kecerdasan emosional rendah, mudah merasa kesepian, dorongan agresifitas tinggi hingga menarik diri dari lingkungan, dan kemampuan sosialisasi rendah (Arora & Jha, 2020). 

Kelima, peran teman robotik mereka seperti Alexa dan Siri lebih dominan dibandingkan orangtua, keluarga, dan teman sebaya. Transisi energi sosial mereka dipuaskan melalui interaksi dengan mesin pencari internet dan sosial media yang semakin berkembang sepanjang waktu. 

Keenam, generasi alfa memiliki kecenderungan open minded terhadap isu-isu lingkungan sehingga lebih kreatif dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan keberlangsungan hidup manusia. Mereka akan lebih banyak berkontribusi dalam kemajuan ilmu pengetahuan, melawan kejahatan kriminal, pembaharuan konsepsi tentang peran gender, transformasi hak-hak pekerja, inovasi teknologi, dan mendorong masa depan yang inklusif.  

Konsep well-being pada generasi alfa akan banyak berkutat dengan digital well-being. Dimana mereka akan lebih banyak belajar cara mengontrol dirinya dalam dunia digital untuk mencapai keseimbangan hubungan di dunia nyata. Digital well-being sejatinya telah dimulai dari sekarang, bahkan generasi z dan generasi milenial telah lebih dulu mengalaminya. 

Selanjutnya, kecerdasan emosional dan sosial generasi alfa cenderung lebih rendah dibandingkan generasi sebelumnya. Generasi mereka lebih mungkin mengalami sakit mental yang beragam karena pengaruh digital. 

Disisi lain, keberlangsungan hidup sosial mereka dapat terus berlangsung secara digital.  Oleh karena itu, mereka kurang terlatih untuk menangkap cues sosial saat interaksi tatap muka secara langsung termasuk rendahnya kemampuan manajemen emosi. Hal ini menjadi bagian dari kehawatiran orangtua, meskipun bagi generasi alfa  kebiasaan digital merupakan hal normal karena semua aktivitas mereka adalah dalam dunia digital.

Akhir kata, catatan penting dari artikel ini menggarisbawahi perbedaan sosialisasi antara generasi alfa dan terdahulu. Jika bagi generasi z dan generasi milenial kehidupan sosial masih menjadi bagian penting dalam keseharian mereka, maka berbeda halnya dengan generasi alfa yang lebih mengutamakan pentingnya dunia digital sebagai tempat baru dunia sosial mereka dibangun. 

Dalam dunia digital mereka melalui banyak proses seperti mencari jati diri, menumbuhkan otonomi, bersaing secara global, mencapai prestasi, membangun hubungan, serta banyak kesempatan lain. 

Disisi lain, menjadi catatan penting bagi orangtua akan resiko unntuk mencegah munculnya dampak negatif seperti narsistik, oversharing, impulsifitas, stres, depresi, lemahnya komunikasi, dan hubungan yang tidak sehat dengan orang lain. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk menerapkan gaya pengasuhan yang suportif terhadap kebutuhan anak agar seimbang antara dunia nyata dan dunia digital. Sekian. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun