Mohon tunggu...
Selly Mauren
Selly Mauren Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Writing is my daily journal. Welcome to my little blog. Hope the articles will inspire all the readers.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Antara Batasan Usia Kerja dan Re-Contract Pensiunan Pegawai

5 Agustus 2024   18:16 Diperbarui: 5 Agustus 2024   18:30 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabar menyedihkan tanah air datang dari MK yang menolak secara keseluruhan tuntutan penghapusan batasan usia kerja. Keputusan tersebut didasari oleh pertimbangan batasan usia tidak termasuk bentuk diskriminasi perusahaan terhadap para pekerja. Setidaknya bagi saya dan para pejuang loker lainnya, kabar ini membuat kami sedih dan was was tentang "bagaimana nanti".

Dunia kerja yang kompetitif menuntut para pekerja harus mampu beradaptasi terhadap perubahan yang berkelanjutan. Mungkin inilah yang menjadi alasan perusahaan membatasi usia kerja kepada pegawai yang akan direkrut. Selain batasan usia kerja, fenomena lain yang muncul adalah kompetensi pegawai senior, dalam hal ini pensiunan, yang masih dibutuhkan perusahaan dengan alasan kebutuhan bisnis. 

Hukum resmi tertulis mengatur tentang pegawai pensiun diperbolehkan untuk dipekerjakan kembali oleh perusahaan dengan beberapa persyaratan tertentu terkait dengan hak-hak yang sama dengan sebelum mereka pensiun. Dilema berat sebelah antara tenaga pegawai pensiun dan karyawan muda yang masih memiliki kesempatan untuk dipromosikan, menimbulkan masalah dalam perusahaan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kepercayaan perusahaan terhadap kredibilitas performa kerja antara pegawai senior dan junior. Menengahi masalah ini, maka saran yang dapat dianjurkan yakni pegawai pensiun yang masih digunakan jasanya oleh perusahaan dapat dimanfaatkan sebagai supervisor atau advisor yang bertanggungjawab menilai kompetensi pegawai junior. 

Faktor selanjutnya yang membuat perusahaan sulit melepas pegawai pensiun adalah knowledge yang lebih mumpuni tentang perusahaan. Pada kasus tertentu, perusahaan dengan resiko kerja tinggi seperti pabrik, perlu mempertimbangkan posisi pegawai pensiun yang ingin direkrut kembali. Posisi yang mungkin direkrut kembali adalah mereka yang berpengalaman di level manajerial. Berbeda halnya dengan perusahaan edukasi dan pelatihan, level staff  masih bisa dipertimbangkan untuk direkrut kembali selama kondisi fisik dan mentalnya memungkinkan. 

Idealnya suatu perusahaan adalah yang sanggup menjembatani hubungan baik antara pegawai senior dan junior. Namun, dengan adanya kebijakan memberdayakan pegawai pensiun dibandingkan melatih SDM yang ada menimbulkan pertanyaan baru. Sejauh mana perusahaan berani mengambil resiko regenerasi?

Kembali ke topik batasan usia kerja. Menurut IMF, rentang usia produktif yaitu berkisar antara 15-65 tahun. Hal ini berarti setiap individu yang tergolong usia tersebut dianggap masih mampu bekerja. Namun, tentu saja penerapannya berbeda di setiap negara, terkhususnya negara kita tercinta. Saat ini, Indonesia menduduki peringkat pertama di Asia sebagai negara dengan tingkat pengangguran tertinggi. Sebuah pencapaian yang sangat disayangkan terjadi manakala tidak diikuti dengan upaya konkret Pemerintah mengatasi masalah ini.

Untuk memastikan kecocokan seseorang dengan posisi pekerjaan, ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan selain faktor usia. Kompetensi dan sikap kerja menjadi aspek paling penting yang perlu diidentifikasi sejak tahap awal rekrutmen. Pengalaman kerja, pencapaian karir, histori kontribusi positif yang diberikan pada perusahaan sebelumnya, visi misi karir, dan keselarasan ilmu pengetahuan dengan dunia kerja adalah beberapa karakteristik penilaian penting yang perlu dimiliki karyawan. 

Sayangnya, faktor sosial-budaya memainkan peranan penting dalam bias penilaian saat perekrutan. Mengapa? Konstruksi masyarakat kita telah dibentuk dengan pencapaian hidup dikaitkan dengan patokan usia. Hal ini kemudian membentuk pola pikir generasi yang mengejar hasil akhir tanpa menikmati proses. Contoh nyata yang sering ditemui seperti usia 25 tahun harus mendapat pekerjaan tetap dengan minimum gaji diatas UMR atau rentang usia yang baik untuk menikah adalah antara 25-30 tahun. Aturan sosial tidak tertulis ini dengan otomatis menjadi norma yang diwariskan secara turun- temurun dan berlaku pada hampir semua bidang kehidupan,termasuk rencana karir. Alhasil, generasi muda dengan usia produktif mudah loyo dan kurang mendapat kesempatan untuk mengaktualisasikan kemampuannya. 

Terlepas dari faktor sosial-budaya, perkembangan industri modern membuat batasan usia semakin diperketat. Fresh graduate dan mereka yang berusia dibawah 28 tahun digandrungi banyak loker perusahaan, baik milik pemerintah, swasta, startup dll. Hal ini dikarenakan oleh kebutuhan pekerjaan masa depan meliputi all around internet seperti keamanan data, keamanan cyber, aplikasi pemasaran digital, dan lain sebagainya. Artificial Intelligence yang semakin canggih menjadi urgensi kebutuhan tenaga kerja yang akrab dengan pengoperasian digital sehingga calon karyawan dengan golongan usia tertentu lebih diutamakan.

Sebuah jurnal kementerian ketenagakerjaan oleh Suryadi dan Faizal Amir Parlindungan Nasution (baca disini), menegaskan bahwa :

Retensi bakat tenaga kerja yang ada, pengembangan bakat tenaga kerja serta ketersediaan talenta saat merekrut tenaga kerja, perlu dikembangkan dan diperluas di Indonesia

Guna mencapai hal tersebut maka normalnya perusahaan perlu menjalani training dan pengembangan kompetensi karyawan agar sesuai dengan kebutuhan lapangan, serta penggolongan bakat kompetensi spesifik karyawan yang dibutuhkan. Oleh karena itu, pendapat yang mengatakan bahwa usia tidak harus menjadi standar utama penilaian saat perekrutan dapat diterima. 

Akhir kata, batasan usia kerja boleh saja dicantumkan dalam iklan loker tetapi hendaknya tidak dijadikan standar utama penilaian. Perusahaan dapat bertindak adil dan bijak dengan fokus utama pada kompetensi dan sikap kerja calon karyawan. Toh, tidak ada salahnya memberikan kesempatan kepada siapa saja yang berpotensi "berkarya lebih" sesuai kompetensi yang dicari perusahaan.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun