Judi online sudah lahir sejak tahun 90-an silam. Saat teknologi internet mulai berkembang, peluang tersebut dimanfaatkan sebagai momen pertama kali diluncurkannya Kasino online  pada tahun 1994 di Karibia dengan penyuplai keamanan situs utama yaitu sebuah perusahaan Microgaming.
Secara harafiah, judi online didefinisikan sebagai segala bentuk aktifitas perjudian yang dilakukan melalui internet. Permainan poker online dan pertarungan bola adalah beberapa contohnya yag sering ditemui dalam kehidupan masyarakat kita.Â
Beberapa waktu lalu marak dikabarkan korban judi online akan mendapatkan dana bansos dari Pemerintah. Dilansir dari detik.com pada hari ini (17/6/2024), Muhadir Effendy sebagai Menko PMK memberikan klarifikasi atas pernyataannya tersebut. Ia menjelaskan maksud pernyataannya adalah bahwa bansos akan diberikan kepada keluarga sebagai korban dari pelaku judi online. Dengan demikian, ia menegaskan bahwa telah terjadi kesalahpahaman atas pernyataannya terkait dana bansos kepada korban judi online.Â
Pertanyaan selanjutnya muncul. Apakah ini menjadi solusi? Bagaimana caranya Pemerintah memastikan bantuan tersebut tepat sasaran? Penulis berpendapat bahwa kebijakan ini belum menjadi solusi untuk menuntaskan akar permasalahan dari judi online. Berikut akan dibahas bertahap.Â
Faktor Pendorong Judi Online DiminatiÂ
Pada dasarnya, kegiatan perjudian menerapkan pola yang sama yaitu membuat taruhan akan sesuatu hal dan pemenangnya mendapatkan keuntungan dari taruhan tersebut. Perbedaannya yakni di zaman serba teknologi, aktivitas berjudi dapat dilakukan secara bebas dengan jaminan tingkat keamanan siber menggunakan gadget.Â
Nilai fantastis yang ditawarkan sebagai hadiah pemenang menjadi daya tarik utama seseorang bermain judi. Namun, dalam prosesnya para pelaku lebih sering mengalami kegagalan. Bisa dikatakan keberhasilan mereka bergantung dari hoki atau keberuntungan. Lantas, mengapa pemain judi online tidak berhenti saat mengalami banyak kegagalan dan kerugian?Â
Secara psikologis, permainan judi online memberikan sensasi semangat dan keseruan kepada para pelakunya sehingga mereka cenderung akan mengulang kembali berjudi untuk merasakan sensasi tadi. Sebaliknya, sensasi negatif seperti kesal, marah, menyesal, kecewa, dan frustasi mengarahkan pelaku pada gangguan psikologis yang berpotensi menyebabkan mereka bertindak di luar kendalinya. Â
Data statistik dari sebuah penelitian, ditemukan bahwa faktor gender juga mempengaruhi perilaku berjudi. Hasilnya tergambarkan jumlah pria dewasa dan anak laki-laki lebih banyak terjebak dalam kebiasaan ini. Temuan lainnya yaitu faktor demografis mendorong seseorang terlibat dalam kegiatan judi. Sedangkan dalam penelitian terbaru ditemukan bahwa anak-anak di usia awal 20 tahun lebih aktif berjudi. Seiring berjalannya waktu malah ditemukan mulai banyak anak remaja 12-18 tahun ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Â Berdasarkan temuan data statistik ini, maka dapat disimpulkan bahwa ancaman judi online nyata adanya pada lapisan masyarakat muda hingga dewasa.Â
Adiksi Judi OnlineÂ
Judi online dapat dilakukan oleh siapa saja yang memiliki akses langsung ke situs internet. Pelaku judi online tidak mengenal batasan latar belakang pendidikan atau pekerjaan. Tingkat pendapatan sekalipun tidak menjadi faktor mencegah seseorang terlibat aktivitas judi online. Online games yang mudah diakses oleh anak-anak juga tidak lepas dari paparan resiko judi online meskipun prosedurnya berbeda dari yang sedang ramai dibicarakan.  Â
Mungkin anda pernah bertanya-tanya hal apa yang menyebabkan seseorang kecanduan judi online. Kenikmatan apa yang para pelaku temukan dari judi online? Toh, persentase merugi lebih besar daripada meraup keuntungan. Â
Sesekali mencoba mengikuti judi online mungkin tidak akan menjadi masalah jika tujuannya hanya sekedar mencari hiburan sesaat. Sama seperti kegiatan terlarang lainnya, judi online juga dapat membuat pemainnya kecanduan atau teradiksi. Secara ilmiah, kegiatan judi online mengaktifkan kerja neurotransimiter di otak menghasilkan hormon dopamin yang menimbulkan perasaan bahagia dan semangat. Peristiwa ini lah yang dikatakan peneliti menjadi penyebab pelaku judi online sulit berhenti dari kebiasaan buruknya.Â
Sebagai informasi tambahan, adiksi terhadap kegiatan berjudi secara resmi tercatat dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (Fifth Edition). Hal ini berarti kegiatan berjudi dalam format apapun dinyatakan valid mampu merusak mental seseorang bahkan menganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari. Gangguan psikologis seperti stres, frustrasi, depresi hingga resiko bunuh diri sangat mungkin terjadi pada mereka yang kecanduan judi. Â
Dalam jangka panjang, penelitian menemukan bahwa sebanyak 96% pelaku judi online berisiko mengalami gangguan psikiatri seperti Parkinson, adiksi obat-obatan, gangguan kontrol impuls, serta gangguan kecemasan dan mood ((Potenza, M. N., et al., Nature Reviews Disease Primers, Vol. 5, No. 51, 2019). Â Â
Dampak Judi OnlineÂ
Dalam struktur sosial, peminat judi online telah memiliki kelompok clusternya sendiri dimana terdiri dari kelompok pertemanan, rekan kerja, keluarga, komunitas hobi, dan lain sebagainya. Tergabungnya seseorang dalam kelompok peminat judi oline ini cenderung memiliki toleransi tinggi terhadap kegiatan judi online. Selain itu, mereka lebih sulit berhenti dari kebiasaan berjudi dikarenakan resiko akan dijauhi oleh anggota kelompoknya. Â
Pelaku judi online cenderung berperilaku impulsif pada kebiasaannya tersebut. Terbentuknya perilaku impulsif memainkan peran penting terhadap pembentukan kebiasaan buruk lainnya seperti berhutang untuk memenuhi impulsifitas berjudi. Keinginan berhutang yang ditunjang dengan aksesibilitas pinjaman online (pinjol) semakin memperburuk kontrol impuls seseorang, khususnya mereka yang kecanduan judi online. Oleh karena itu, diperlukan regulasi khusus dari Pemerintah terkait hal ini serta penegakan hukum yang serius untuk menyintas kebiasaan judi online yang masih menjamur di masyarakat.Â
Selain berhutang, impulsifitas pelaku judi online juga berdampak pada orang-orang disekitarnya. Keluarga pelaku menjadi korban sesungguhnya dari kebiasaan berjudinya tersebut. Rasa malu di lingkungan sosial serta perasaan tidak tenang karena teror yang diterima tentu sangat mengganggu ketenteraman mereka. Oleh karenanya, sekedar memberikan bansos bukan menjadi solusi utuh. Melainkan perlindungan yang mereka butuhkan agar merasa aman menjalani aktivitas. Sedangkan, kepada pelaku dan penyelenggara judi online perlu diberantas dan diberikan efek jera.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H