Sudah menjadi rahasia umum bahwa anak dan remaja di Indonesia beresiko tinggi terpapar gangguan kesehatan mental. Hal ini didukung oleh fakta di lapangan seperti kasus bunuh diri ditemukan pada seluruh jenjang pendidikan formal, kekerasan di sekolah, menurunnya motivasi belajar, hingga rendahnya minat sekolah.Â
Kemendikbudristek memberikan perhatian serius terhadap hal ini. Berbagai program telah dijalankan untuk memupuk karakter anak bangsa yang sadar akan pentingnya menjaga kesehatan mental. Salah satu program yang dijalankan adalah Puspeka (Pusat Penguatan Karakter) yang mengusung tema kegiatan yang ramah kesehatan mental.Â
Selain Kemendikbud, masalah kesehatan mental dan psikologis murid juga mendapat perhatian khusus dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) yang mendorong upaya pemulihan psikologis oleh Pemerintah Daerah.
Ketua FSGI, Retno mengatakan dalam sebuah wawancara bahwaÂ
"sekolah sebaiknya bekerja sama dengan Dinas Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) atau Dinas Sosial terkait penanganan psikologi pelajar. Menurut dia, hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023 tentang PPKSP".                                              source: kompas.com
Permendikbudtistek Nomor 46 tahun 2023 mengatur tentang pencegahan dan penanganan terjadinya kekerasan di sekolah. Dimana secara eksplisit menjelaskan pentingnya budaya menjaga kesehatan mental murid di satuan pendidikan.Â
Himbauan dari pihak-pihak berwenang tersebut bukan tanpa tujuan. Selain menunjang proses belajar di sekolah, perlu dipahami bahwa kondisi kesehatan mental sangat berdampak pada fungsi individu di lingkungan.Â
Fokus dari upaya menjaga kesehatan mental dimulai dari diri sendiri. Oleh karena itu, penting bagi pendidikan kita mengajarkan cara mengelola emosi kepada para murid sebagai salah satu upaya menjaga kesehatan mental. Karena emosi yang dikelola dengan baik akan mengarahkan perilaku yang sehat. Jika murid dapat mengelola emosinya secara positif, maka mampu berperilaku adaptif di lingkungan.Â
Manajemen emosi menuntun pada kecerdasan emosional (EQ) yang baik. Â Kecerdasan Emosional yang dipupuk sejak dini melalui keterampilan mengelola emosi akan sangat bermanfaat apabila kelak mereka memasuki usia produktif kerja. Tuntutan seperti mampu bekerja dibawah tekanan, manajemen waktu, menghadapi resiko pekerjaan, aktualisasi ide gagasan, dan etos kerja lainnya dapat tercapai apabila individu mampu mengelola emosinya.Â
Mengikuti arahan Strategi Pembangunan Berkelanjutan (SDG) yang dikeluarkan oleh PBB, kesehatan mental menjadi salah satu aspek penting yang dibahas. Kesehatan mental perlu mendapatkan penanganan khusus agar masyarakat mampu mencapai kesejahteraan psikologis yang berdampak pula pada kesehatan, aktivitas karir, dan aspek hidup lainnya. Â
Dengan demikian, fungsi utama pendidikan tidak hanya mempromosikan pentingnya kesehatan mental. Namun, lebih daripada itu meningkatkan keterampilan murid  menjaga kesehatan mental. Salah satu caranya yaitu keterampilan mengelola emosi. Selain itu, dapat bermitra dengan profesional untuk memberikan pendampingan lebih kepada murid yang mengalami gangguan kesehatan mental kompleks.  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H