dan berbagai komentar lainnya yang sudah dianggap jadi hal biasa oleh anak anak seruangan. Kebiasaan menghadapi tipe orang demikian setiap hari, secara tidak langsung membentuk sikap bomat atau bodo amat.Â
 "Telelet ... telelet", dering telepon di meja kerjaku.Â
"Halo, selamat pagi"
"Segera ke ruangan saya. Ada yang perlu saya bicarakan sebelum rapat besar nanti siang"
"Baik Pak", aku pun meletakkan gagang telepon dan bergegas menuju ruangan manajer divisi.Â
Kurang lebih 10 menit kami berdiskusi. Beliau memintaku menyiapkan semua dokumen yang diperlukan untuk presentasi proyek nanti. Pak manajer baru bekerja beberapa minggu, sehingga dia masih belajar tentang budaya kantor. Ia sering bertanya banyak hal padaku. Aku pun tak sungkan untuk menjelaskan hal yang penting sampai tidak penting.Â
Usianya jauh lebih dewasa. Mungkin itulah penyebab terkadang ia merasa lebih tahu karena posisi jabatannya yang lebih tinggi. Beberapa kali saat rapat, aku merasa kesal karena ia sering memerintahku untuk menjelaskan progress proyek. Padahal, itu adalah tugasnya. Parahnya lagi hasil kerjaku beberapa kali mengalami diskredit atas namanya.Â
Di tempat nongkrong setelah pulang kerja...Â
"Ada breaking news apa lagi hari ini di kantor lo Din?", tanya temanku mengawali diskusi kualitatif hehe....
Dina menarik napas panjang sebelum bercerita, "Huuh ... pengen resign tapi gajinya lumayan tinggi lagi disini. Cuman bisa ngucapin mantra Allizwell allizwell hampir setiap hari haha", celoteh Dina mengikuti jargon film bollywood favoritnya.
Dina sadar bahwa ada banyak hal yang sudah dipelajari di kantornya sekarang. Bahkan mengerjakan tugas yang bukan tanggungjawabnya sekalipun sudah menjadi kebiasaan. Â Makin banyak pengalaman mengurus ini itu, makin pula terlatih cekatan menyikapi situasi genting.Â