Perubahan kurikulum masih menjadi topik menarik seputar pendidikan yang tidak habis dibahas. Rupanya Kemendikbud masih dalam proses mencari struktur kurikulum yang dapat memenuhi kebutuhan pelajar dan pengajar.Â
Sejak tahun lalu, Â bermunculan kabar bahwa Pemerintah akan segera mengesahkan Kurikulum Merdeka sebagai Kurikulum Nasional.
Namun, hal tersebut belum kunjung tiba lantaran Kemendikbud masih terus melakukan evaluasi sebelum mengambil keputusan final.Â
Terkait itu, penulis setuju apabila kurikulum merdeka belajar diresmikan menjadi kurikulum nasional. Tentunya dengan disertai pertimbangan strategi-strategi selanjutnya berdasarkan hasil evaluasi beberapa tahun terakhir.Â
Diketahui masih ada sekitar 27 persen sekolah di Indonesia yang belum menjalankan kurikulum tersebut. Lebih daripada itu diharapkan implementasi Kurikulum Merdeka dapat berjalan optimal seiring dengan telah terselanggarakannya sertifikasi guru penggerak.Â
Terhitung sejak tahun 2022 reformasi dalam bidang pendidikan telah dimulai. Kurikulum Merdeka Belajar yang menganut pola Student Centered Learning (SCL)Â memberikan tantangan tersendiri kepada para guru yang telah terbiasa dengan metode klasikal. Sehingga perlu dilengkapi dengan pelatihan intensif secara berkala sebagai strategi pendampingan terhadap pengajar yang belum terbiasa dengan pola pendekatan SCL.Â
Dilansir dari Kompas.com (artikel diunggah pada Februari 2024),  Pengembang Ahli Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbud Ristek, Taufiq Damardjati mengatakan bahwa, "Guru-guru yang belum menerapkan Kurikulum Merdeka sudah terbiasa mengajar dengan format yang ditentukan pemerintah." Hal ini menyebabkan tantangan dari perubahan kurikulum ada pada guru sebagai penggerak dan penentu arah proses belajar mengajar. Â
Paradigma ini tentunya memerlukan proses adaptasi yang tidak sebentar. Guru dituntut lebih aktif mencari, mengembangkan, dan mencoba (trial error) berbagai jenis metode agar anak nyaman belajar di sekolah.Â
Selain perdebatan kurikulum, masalah lain yang muncul adalah angka anak putus sekolah yang melonjak tinggi. Dilansir dari goodstats (diunggah pada November 2023), "Jumlah siswa putus sekolah kembali mengalami kenaikan pada tahun ajaran 2022/2023. Angka Putus Sekolah (APS) di berbagai tingkat pendidikan mencapai 76.834 orang, dengan rincian jumlah siswa putus sekolah di tingkat SD mencapai 40.623 orang, tingkat SMP 13.716 orang, tingkat SMA 10.091 orang, dan SMK 12.404 orang."
Diketahui faktor utama penyebab putus sekolah adalah faktor ekonomi dan diikuti dengan faktor sosial budaya seperti pernikahan dini, membantu orang tua mencari nafkah, merasa pendidikan sudah cukup, dan lain sebagainya.Â